Ramai soal Prudential, Ini Sederet Kasus Asuransi yang Pernah Bikin Heboh

Ramai soal Prudential, Ini Sederet Kasus Asuransi yang Pernah Bikin Heboh

Geordi Oswaldo - detikFinance
Rabu, 19 Jan 2022 15:39 WIB
Ilustrasi Kesehatan Keluarga
Foto: Shutterstock
Jakarta -

Sejumlah nasabah Prudential yang tergabung dalam komunitas korban asuransi bermalam di depan kantor Prudential, Sudirman sejak Jumat (14/1) kemarin. Adapun para nasabah yang tergabung dalam Komunitas Korban Asuransi produk unit link ini menuntut pengembalian dana secara utuh.

Koordinator Komunitas Korban Asuransi Maria Trihartati mengungkapkan ada sekitar 20 nasabah Prudential yang bermalam. Mereka menuntut dana yang merupakan simpanan yang telah dipercayakan kepada perusahaan asuransi selama bertahun-tahun.

"Kami akan terus bertahan sampai tuntutan kami dikabulkan. Hari ini saya akan bacakan tuntutan kami," kata Maria, Selasa (18/1/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Maria menyebutkan, para korban ini sudah mendatangi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk protes penyelesaian masalah asuransi unit link. Namun menurut dia OJK hanya menjadi mediator dan tidak melindungi masyarakat.

"Lapor polisi tak ada bukti dan akan dicuekin. Lapor OJK, tidak semua orang bisa caranya, yang lapor pun tak ada hasilnya, hanya di pingpong sana-sini. Untuk naik banding harus dilakukan di Jakarta, berarti semua korban harus datang ke Jakarta, itu hal yang mustahil, mencari keadilan hilang ayam harus kehilangan kambing atau sapi," tuturnya.

ADVERTISEMENT

Di sisi lain, pihak Prudential buka suara dan menjelaskan jika Prudential sudah menempuh langkah persuasif terhadap kelompok tersebut agar bisa meninggalkan lokasi kantor Prudential.

Chief Marketing and Communications Officer, Luskito Hambali mengungkapkan pihaknya telah meminta para nasabah untuk menyampaikan keluhan melalui jalur resmi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Luskito menjelaskan sejak awal, Prudential selalu berupaya mengedepankan komunikasi yang baik agar tercapai penyelesaian, namun para nasabah dan mantan nasabah tersebut tetap tidak menerima itikad baik dari Prudential.

Namun ternyata, selain kasus yang terjadi pada perusahaan asuransi Prudensial ini, ternyata di Tanah Air juga pernah terjadi beberapa kasus bermasalah yang melibatkan perusahaan asuransi.

Berikut sejumlah kasus asuransi yang pernah bikin heboh di Tanah Air:

1. PT Asabri (Persero)
Selain Prudential, sebelumnya ada kasus besar yang melibatkan perusahaan asuransi BUMN yakni PT Asabri. Perusahaan ini sendiri merupakan sebuah BUMN yang bergerak di bidang Asuransi Sosial dan pembayaran pensiun khusus untuk Prajurit TNI, Anggota Polri, PNS Kementerian Pertahanan Republik Indonesia dan POLRI.

Kasus yang melibatkan PT Asabri ini bermula ketika Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan delapan orang tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dana investasi di PT Asabri (Persero) untuk periode 2011-2019.

Berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh Kejagung, kasus ini bermula dari adanya kesepakatan yang dibuat oleh manajemen Asabri periode 2011-2016 dan 2016-2020 dengan Benny Tjokrosaputro (BTS) alias Bentjok dan Heru HIdayat (HH) untuk mengatur dan mengendalikan portofolio investasi Asabri dalam bentuk saham dan reksa dana.

ARD yang merupakan salah satu tersangka, sebelumnya adalah direktur utama Asabri periode 2011-2016 yang melakukan kesepakatan dengan Bentjok. Sedangkan direktur utama periode berikutnya, SW, melakukan kesepakatan dengan Heru Hidayat.

Namun sayangnya kesepakatan kedua direksinya ini justru merugikan perusahaan dan malah menguntungkan kedua pihak eksternal ini.

Hal yang dilakukan selama periode tersebut adalah membeli atau menukar saham dalam portofolio Asabri dengan saham-saham milik Heru, Bentjok dan satu pihak lainnya yakni LP yang merupakan Direktur Utama PT Prima Jaringan.

Penempatan dana ke saham-saham milik ketiga pihak ini dilakukan dengan harga yang telah dimanipulasi sehingga bernilai tinggi. Tujuannya adalah untuk menunjukkan bahwa kinerja portofolio investasi Asabri terlihat baik.

Setelah saham-saham ini masuk sebagai portofolio Asabri, kemudian ditransaksikan dan dikendalikan oleh ketiga orang tersebut. Sebab, berdasarkan kesepakatan saham tersebut harus terlihat likuid dan bernilai tinggi, padahal transaksi yang dilakukan hanya transaksi semu dan menguntungkan pihak Bentjok, Heru dan LP dan merugikan Asabri

Untuk menghindari kerugian investasi Asabri, saham-saham yang telah dilepas ini kemudian dibeli oleh ketiga pihak tersebut menggunakan nominee. Lalu dibeli kembali oleh Asabri melalui reksa dana yang menggunakan saham-saham ini sebagai aset dasarnya (underlying)

Adapun reksa dana tersebut juga dibentuk oleh manajemen investasi yang dikendalikan oleh tiga nama yang sama. Atas transaksi yang berlangsung selama dua periode kepemimpinan tersebut, Asabri disebut telah menyebabkan kerugian negara senilai Rp 23,73 triliun berdasarkan hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Lanjut ke halaman berikutnya

2. PT Jiwasraya (Persero)

Sebelum kasus PT Asabri terungkap, ternyata perusahaan asuransi plat merah lainnya juga pernah mengalami permasalahan yang sama, yakni PT Jiwasraya. Kasus yang dialami Jiwasraya ini perama kali terungkap ketika perusahaan mengalami gagal bayar.

Adapun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap kasus gagal bayar yang dialami Jiwasraya disebut telah lama terjadi. Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengungkapkan pihaknya telah melakukan investigasi pendahuluan terhadap Jiwasraya pada 2018 lalu. Dari hasil investigasi, dia menyebut permasalahan sudah terjadi sejak 2006.

"Sebagaimana diketahui bahwa permasalahan Jiwasraya sebenarnya sudah terjadi sejak lama, meskipun sejak 2006 perusahaan masih membukukan laba, tapi laba tersebut sebenarnya adalah laba semu sebagai akibat dari rekayasa akuntansi atau window dressing di mana perusahaan sebenarnya sudah mengalami kerugian," kata Agung dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (8/1/2020).

Kemudian pada 2017, lanjut Agung, pada 2017 Jiwasraya membukukan laba sebesar Rp 360,3 miliar tetapi memperoleh opini adverse. Opini yang berarti tidak wajar itu akibat adanya kekurangan pencadangan sebesar Rp 7,7 triliun.

"Jika pencadangan dilakukan sesuai ketentuan seharusnya perusahaan menderita kerugian," katanya.

Lalu di tahun selanjutnya, 2018, Jiwasraya akhirnya membukukan kerugian lebih dari Rp 15 triliun. Nilai kerugian itu kemudian turun menjadi Rp 13,7 triliun di 2019.

"Pada 2018, Jiwasraya membukukan kerugian 15,3 triliun dan sampai dengan September 2019 diperkirakan rugi sebesar Rp 13,7 triliun. Pada posisi November 2019 Jiwasraya diperkirakan mengalami negatif ekuitas sebesar Rp 27,7 triliun," jelasnya.

Agung menjelaskan, kerugian itu disebabkan karena Jiwasraya menjual produk saving plan dengan cost of fund yang sangat tinggi di atas bunga deposito dan obligasi. Hal itu dilakukan sejak tahun 2015.

"Dana dari investasi tersebut diinvestasikan pada instrumen saham dan reksadana saham yang berkualitas rendah sehingga mengakibatkan adanya negative spread," ujarnya.

"Pada akhirnya hal ini mengakibatkan tekanan likuiditas pada Jiwasraya yang berujung pada gagal bayar," tutup Agung.

3. Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera
Lagi-lagi industri asuransi pelat merah masih memiliki banyak masalah. Mulai dari asuransi Jiwasraya sampai Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera.

Asuransi jiwa tertua di Indonesia ini memang memiliki masalah sejak lama. Sejak berdiri atau hampir 109 tahun perusahaan ini tak memiliki modal disetor karena berbentuk mutual dan bukan Perseroan Terbatas (PT), koperasi atau BUMN.

Pengamat asuransi sekaligus penulis buku Robohnya Asuransi Kami Irvan Rahardjo mengungkapkan masalah juga terjadi karena lemahnya tata kelola, lemahnya pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan kurangnya pemahaman tentang asset liability management.

"Gagal bayar Bumiputera karena masalah yang sama, yaitu tata kelola dan insolven sejak lama yang tidak diatasi dengan baik," kata dia, Kamis (11/3/2021).

Sebelumnya Irvan juga menyampaikan jika regulator memang tak pernah menjelaskan ke publik dan memberikan edukasi jika AJB Bumiputera adalah milik anggota, sehingga yang bertanggung jawab adalah anggotanya.

Pada Februari lalu nasabah melakukan aksi damai untuk yang ketiga kalinya di kantor pusat Bumiputera dan kantor OJK. Koordinator Kelompok Nasabah Korban Gagal Bayar Bumiputera Fien Mangiri mengungkapkan ada dua tuntutan dalam aksi damai di OJK, setelah dua aksi serupa digelar di kantor pusat Bumiputera tahun lalu.

"Tuntutan pertama, OJK segera menyetujui pencairan kelebihan dana cadangan Bumiputera yang ada di OJK supaya manajemen Bumiputera dapat membayar klaim pemegang polis anggota kelompok kami yang data-datanya sudah diserahkan ke OJK. Kedua, meminta OJK membatalkan surat keputusan tentang moratorium pada Bumiputera karena mempersulit pemegang polis mengajukan pemutusan klaimnya," ujar Fien.

Fien menjelaskan kelompoknya menghimpun para pemegang polis asal Jabodetabek dan Jawa Barat, serta beberapa wilayah di Indonesia.

Kelompok ini sudah mengumpulkan dan menyerahkan data-data pemegang polis yang berstatus habis kontrak (HK), penebusan, meninggal dunia, dan dana kelangsungan belajar (DKB) kepada manajemen Bumiputera dan OJK. Total ada sekitar 500 polis yang dikumpulkan dengan nilai tunai klaim sekitar Rp 18 miliar.

"Kami sudah tiga kali melakukan aksi damai ini, karena janji pencairan tidak kunjung tuntas. Kebutuhan kami di masa pandemi semakin banyak. Padahal kalau klaim itu cair sangat membantu kami untuk mencukupi kebutuhan harian dan yang terpenting biaya pendidikan anak-anak. Karena rata-rata kami membeli polis asuransi pendidikan di Bumiputera," jelas dia.

Memang kasus gagal bayar nasabah atau pemegang polis AJB Bumiputera tak kunjung tuntas hingga di awal tahun baru 2021. Padahal ribuan bahkan ratusan ribu nasabahnya mengajukan klaim pencairan dananya, karena sudah habis kontrak. Bahkan ada yang sudah mengklaim sejak 2017, tapi hingga hari ini belum dibayarkan.

Di sisi lain, manajemen AJB Bumiputera mengalami dinamika yang luar biasa. Dari perubahan jajaran direksi dan komisaris yang tidak proper dan status terkini Badan Perwakilan Anggota (BPA) yang menyisakan dua orang, sehingga tidak mencerminkan keterwakilan wilayah nasabah di seluruh Indonesia.

Lanjut ke halaman berikutnya

4. Prudential

Sejumlah nasabah Prudential yang tergabung dalam komunitas korban asuransi bermalam di depan kantor Prudential, Sudirman sejak Jumat (14/1) kemarin. Adapun para nasabah yang tergabung dalam Komunitas Korban Asuransi produk unit link ini menuntut pengembalian dana secara utuh.

Koordinator Komunitas Korban Asuransi Maria Trihartati mengungkapkan ada sekitar 20 nasabah Prudential yang bermalam. Mereka menuntut dana yang merupakan simpanan yang telah dipercayakan kepada perusahaan asuransi selama bertahun-tahun.

"Kami akan terus bertahan sampai tuntutan kami dikabulkan. Hari ini saya akan bacakan tuntutan kami," kata Maria, Selasa (18/1/2022).

Maria menyebutkan, para korban ini sudah mendatangi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk protes penyelesaian masalah asuransi unit link. Namun menurut dia OJK hanya menjadi mediator dan tidak melindungi masyarakat.

"Lapor polisi tak ada bukti dan akan dicuekin. Lapor OJK, tidak semua orang bisa caranya, yang lapor pun tak ada hasilnya, hanya di pingpong sana-sini. Untuk naik banding harus dilakukan di Jakarta, berarti semua korban harus datang ke Jakarta, itu hal yang mustahil, mencari keadilan hilang ayam harus kehilangan kambing atau sapi," tuturnya.

Di sisi lain, pihak Prudential buka suara dan menjelaskan jika Prudential sudah menempuh langkah persuasif terhadap kelompok tersebut agar bisa meninggalkan lokasi kantor Prudential.

Chief Marketing and Communications Officer, Luskito Hambali mengungkapkan pihaknya telah meminta para nasabah untuk menyampaikan keluhan melalui jalur resmi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Luskito menjelaskan sejak awal, Prudential selalu berupaya mengedepankan komunikasi yang baik agar tercapai penyelesaian, namun para nasabah dan mantan nasabah tersebut tetap tidak menerima itikad baik dari Prudential.



Simak Video "Video Menkes soal Nasabah Asuransi Tanggung Biaya 10%: Kalau Bisa Jangan Sakit"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads