Nasabah asuransi produk unit link yang tergabung dalam Komunitas Korban Asuransi yang menggeruduk kantor Prudential mengaku 'diping-pong' oleh sejumlah pihak. Mereka sudah melapor sana-sini tapi tak mendapat solusi.
Koordinator Komunitas Korban Asuransi, Maria Trihartati mengungkapkan, jika para nasabah ini juga telah melaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator.
"Lapor OJK, tidak semua orang bisa caranya, yang lapor pun tak ada hasilnya, hanya di pingpong sana-sini. Untuk naik banding harus dilakukan di Jakarta, berarti semua korban harus datang ke Jakarta, itu hal yang mustahil, mencari keadilan hilang ayam harus kehilangan kambing atau sapi," kata Maria saat dihubungi detikcom, Rabu (19/1/2022).
Padahal, menurut Maria sebagai pengawas industri keuangan seharusnya OJK bisa membantu menyelesaikan masalah tersebut.
Selain ke OJK, mereka juga melapor ke Bareskrim, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sampai Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS)
Dihubungi terpisah, Direktur Center of Economics and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira Adhinegara mengungkapkan untuk membenahi produk asuransi unit link ini memang dibutuhkan pembatasan dari OJK.
"Baik dari jumlah nasabah maupun nominal dana per nasabah harus dibatasi. Tanpa regulasi yang ketat dari OJK, rentan masalah unit link ini bisa terulang kembali," ujar dia.
Bhima mengungkapkan masalah utama yang paling sering ditemui adalah informasi penjualan produk unit link ini rentan disalahgunakan oleh para agen. Misalnya dengan iming-iming asuransi tapi sebenarnya produk investasi.
Dia menyebutkan, dalam dunia asuransi ada istilah miss selling dan unit link ini menjadi salah satu produk yang berpolemik, karena memaksakan asuransi yang berbalut investasi.
Apalagi, saat ini banyak masyarakat yang literasi keuangannya rendah untuk memahami produk unit link. "Jangankan soal investasi, banyak juga calon nasabah yang belum paham mekanisme asuransi itu sendiri," jeas dia.
Bhima menjelaskan dari data OJK, literasi keuangan di produk asuransi ini hanya 19,4%, jauh lebih rendah dibandingkan untuk produk perbankan sebesar 36,1%.
"Sebaiknya OJK fokus dulu ke pengembangan produk asuransi utama yang memang dibutuhkan masyarakat. Kalau mau investasi ya arahkan saja ke reksa dana, atau instrumen lain yang memang tujuannya sebagai aset investasi," jelas dia.
Hingga berita ini ditayangkan, detikcom sudah menghubungi pihak OJK namun belum mendapat tanggapan.
Simak Video "Meriahnya Gelaran d'Preneur Kelas Investasi di IPB"
[Gambas:Video 20detik]
(kil/zlf)