Gubernur Bank Sentral Sri Lanka memberi isyarat bahwa dia akan tetap menjabat. Meski demikian, ia memperingati kondisi ketidakstabilan politik yang berkepanjangan di negara itu dapat menunda kemajuan negosiasi dengan International Monetary Fund (IMF) untuk paket bailout.
Sebelumnya, Gubernur Bank Sentral Sri Lanka P. Nandalal Weerasinghe, telah mengatakan pada bulan Mei bahwa dia akan mengundurkan diri jika tidak ada stabilitas politik di negara itu yang menghadapi krisis ekonomi terburuk dalam tujuh dekade.
"Ketidakstabilan politik mungkin menunda kemajuan yang telah kita buat sejauh ini," kata Weerasinghe dilansir melalui Reuters, Senin (11/07/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak menjabat pada bulan April lalu, Weerasinghe juga telah mengadakan pembicaraan bailout dengan IMF.
"Saya ingin memiliki administrasi politik yang stabil, lebih cepat lebih baik, bagi kita untuk membuat kemajuan, terutama pada program yang kita negosiasikan dengan IMF, menjembatani keuangan dan juga untuk mengatasi kekurangan bahan bakar, gas dan hal-hal lain," tambahnya.
Mengenai perannya dalam mengarahkan bank sentral, ia mengatakan dirinya merasa memiliki tanggung jawab setelah ditunjuk untuk masa jabatan enam tahun.
Dia juga mengatakan, negosiasi sedang berlangsung untuk pertukaran US$ 1 miliar (Rp 15 triliun) dengan Reserve Bank of India. Sri Lanka menerima pertukaran US$ 400 juta (Rp 6 triliun) dari India pada bulan Januari dan US$ 1,5 miliar (Rp 22,5 triliun) dalam dua jalur kredit setelah itu. (kurs Rp 15.004,75)
"Kami telah mengajukan permintaan tambahan US$ 1 miliar," katanya.
Weerasinghe menambahkan, negaranya itu juga sedang dalam pembicaraan dengan India untuk jalur kredit tambahan sebesar US$ 500 juta (Rp 7,5 triliun) untuk mengimpor bahan bakar.
Sejak Weerasinghe mengambil alih, Bank Sentral Sri Lanka telah menaikkan suku bunga dua kali, termasuk 700 basis poin yang belum pernah terjadi sebelumnya pada bulan April. Hal ini dilakukan karena inflasi menyentuh rekor tahun-ke-tahun sebesar 54,6% pada bulan Juni dan dapat melonjak hingga 70% pada bulan-bulan mendatang.
Lanjut ke halaman berikutnya.
Di sisi lain, International Monetary Fund (IMF) mengatakan pada hari Minggu bahwa pihaknya mengharapkan resolusi untuk kekacauan politik untuk memungkinkan dimulainya kembali pembicaraan untuk paket bailout. Pemerintah mengatakan pekan lalu akan menyajikan rencana restrukturisasi utang untuk dana pada akhir Agustus, dalam upaya untuk memenangkan persetujuan untuk program pendanaan empat tahun.
"Pada tingkat teknis kami hampir sepakat (dengan IMF) tetapi pada tingkat kebijakan kami membutuhkan komitmen tingkat yang lebih tinggi dari pemerintahan yang stabil," kata Weerasinghe.
Sebagai tambahan informasi, Sri Lanka menangguhkan pembayaran utang luar negeri sekitar US$ 12 miliar (Rp 180 triliun) pada bulan April dan masih memiliki pembayaran hampir US$ 21 miliar (Rp 315 triliun) yang akan jatuh tempo pada akhir tahun 2025.
Presiden Gotabaya Rajapaksa berencana untuk mengundurkan diri pada hari Rabu sementara Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe juga menawarkan untuk mundur, tanpa menentukan tanggal, untuk membuka jalan bagi pemerintah persatuan. Ribuan pengunjuk rasa menyerbu tempat tinggal mereka pada hari Sabtu dan telah bersumpah untuk tetap tinggal sampai kedua pemimpin itu mengundurkan diri.
(das/das)