Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkap devisa hasil ekspor (DHE) sampai Mei 2023 ini mencapai US$ 363 juta. Angka itu terkumpul dari 16 eksportir dan beberapa sektor lainnya.
"Dari mining, perkebunan, perikanan, dan dari 7 bank. Nah kok naiknya lambat? yang pengaturan dari BI untuk DHE itu kan untuk DHE yang kemudian baru masuk. Kalau yang sudah masuk itu kan sudah digunakan para eksportir jadi ini masukan baru, itu US$ 363 juta itu dari 16 eksportir dan 7 bank, itu yang kemudian di pass on kepada BI," katanya dalam konferensi pers, hasil rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Kantor LPS, Jakarta, Senin (8/5/2023).
Selain itu, menurut Perry, berdasarkan informasi dari Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) segera terbit.
"Kami mendukung penuh revisi PP 1/2019. Dan insyaallah dengan PP 1/2019 akan lebih banyak memasukkan DHE ke dalam negeri, dan bank akan lebih banyak pass on ke BI untuk kita putarkan lagi untuk kemajuan dan perbaikan ekonomi dalam negeri," jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sudah menyatakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) akan segera terbit. Aturan ini mewajibkan eksportir menahan dolar AS dalam jangka waktu tertentu di bank dalam negeri.
Airlangga mengakui dalam revisi aturan ini menuai protes dari beberapa pihak termasuk para eksportir. Meski begitu, hal itu tidak menyurutkan pemerintah karena tujuannya untuk menjaga cadangan devisa di dalam negeri di tengah tingginya suku bunga acuan di tingkat global.
"Devisa hasil ekspor regulasinya dalam waktu dekat ini akan terbit walaupun ada beberapa yang 'protes'," kata Airlangga dalam acara Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia, Senin (8/5/2023)
(ada/hns)