Reformasi Perpajakan, Ini Inovasi yang Dibuat DJP

Devandra Abi Prasetyo - detikFinance
Kamis, 02 Nov 2023 15:34 WIB
Foto: DJP Kemenkeu
Jakarta -

Untuk kesejahteraan masyarakat, negara membutuhkan dana guna membiayai segala kebutuhan pembangunan serta sejumlah program kerja. Dana tersebut masuk ke dalam anggaran pembelanjaan negara (APBN). Salah satu komponennya adalah pajak.

Untuk diketahui, Kementerian Keuangan terus melakukan reformasi perpajakan yang melibatkan dari sisi administrasi maupun regulasi.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Dwi Astuti menyampaikan reformasi perpajakan dilakukan secara simultan, tidak hanya berorientasi ke dalam (internal DJP), tetapi juga keluar (eksternal). Artinya, reformasi tidak hanya tentang bagaimana DJP memenuhi target penerimaan, tetapi juga tentang meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak.

"Hal itulah yang kami coba susun dengan menetapkan 10 Business Direction dalam Core Tax Administration System (CTAS). Business Direction tersebut di antaranya, digitized and automated process, data and knowledge driven, risk-based compliance approach, dan omnichannel and borderless service," ujar Dwi, Selasa (24/10/2023).

Dengan mengedepankan 3C (Click, Call, Counter) Dwi meyakini DJP termasuk institusi pemerintah yang paling maju dan modern dalam menerapkan teknologi informasi. Di samping itu sebagai salah satu bukti nyata bahwa mereka sangat bersahabat dengan perkembangan teknologi informasi.

DJP terus berupaya memudahkan wajib pajak untuk mendapatkan akses layanan dan informasi perpajakan. Salah satu upaya itu, kembali kami manifestasikan dalam beberapa layanan perpajakan baru yang akan diluncurkan pada siang hari ini. Layanan terbaru tersebut diantaranya aplikasi Renjani (Relawan Pajak untuk Negeri), chat-bot dan WA-bot khusus UMKM, serta pengembangan akses informasi melalui pengembangan Web Edukasi Perpajakan.

DJP juga melakukan pemutakhiran untuk menarik minat dan memudahkan wajib pajak menjelajahi situs web edukasi pajak. Dalam situs tersebut, nantinya akan ada enam modul utama program edukasi, yakni inklusi kesadaran pajak, aplikasi Renjani, ruang belajar pajak, anjangsana edukasi, kunjung perpustakaan DJP, dan modul business development service (BDS).

"Satu modul lainnya masih dikembangkan yaitu modul anak usia dini," jelas Dwi.

Ia melanjutkan, salah satu modul utama baru yang telah diluncurkan adalah aplikasi Renjani. Aplikasi ini menjadi wadah daring untuk menampung relawan pajak yang akan membantu DJP dalam mengedukasi wajib pajak maupun calon wajib pajak.

Di dalam aplikasi ini nantinya calon relawan pajak dapat mendaftarkan diri dan akan diberikan pelatihan khusus kerelawanan pajak. Selain itu, peluncuran pada hari ini ada chat-bot DJP.

Chat-bot ini adalah virtual assistant berbasis kecerdasan buatan yang dapat diakses melalui www.pajak.go.id. Virtual assistant yang diberi nama Fiska dan Fisko dapat digunakan secara mudah dan cepat dalam waktu 24 jam dalam seminggu.

Fiska dan Fisko bisa digunakan untuk beberapa informasi utama, seperti NPWP, lupa EFIN, pelaporan SPT, pemadanan NIK dan NPWP, serta lain-lain. Untuk pertanyaan-pertanyaan yang lebih kompleks, wajib pajak juga tetap dapat terhubung dengan petugas live chat dengan mengetik 1500200 di kolom chat pada jam kerja.

Khusus untuk wajib pajak UMKM, DJP juga telah menyiapkan chat bot khusus UMKM. Chat bot ini akan dapat memberikan layanan informasi perpajakan daring untuk UMKM melalui media WhatsApp dengan nomor seluler 0811-5615-008 yang dilakukan secara otomatis, tanpa melalui agen.

Beberapa informasi yang dapat diakses di antaranya, informasi NPWP, perubahan data, pajak penghasilan, UMKM dalam perpajakan, dan lain sebagainya. Fitur baru seperti chat bot dan WA bot di pajak.go.id ini telah mengidentifikasi lebih dari 600 layanan administrasi DJP.

Kedepannya peran pajak akan menjadi semakin strategis dalam mendukung kebijakan pemerintah di tengah kondisi nasional dan global yang semakin menantang. Dengan telah digariskannya arah kebijakan nasional untuk menjaga perekonomian Indonesia sebagai upper middle income country dan bahkan mulai mempersiapkan diri untuk melangkah menuju high income country.

Meskipun Indonesia belum sampai menjadi high income country, namun banyak perubahan besar dan signifikan yang telah dilakukan oleh DJP Kementerian Keuangan untuk meningkatkan layanan kepada wajib pajak khususnya dan seluruh masyarakat pada umumnya.

Kemenkeu juga telah menggulirkan beberapa kebijakan yang memberikan kemudahan kepada wajib pajak, antara lain pemberian restitusi bagi wajib pajak tertentu yang semakin dipercepat hanya melalui penelitian, penerbitan Surat Keterangan Bebas secara otomatis dengan prinsip trust and verify, serta pengaturan baru terkait natura yang lebih berkeadilan bagi pemberi kerja maupun bagi penerima penghasilan.

Pada pertengahan tahun 2024, Sistem Inti Administrasi Perpajakan (CTAS), akan diimplementasikan. Sistem inti ini mengubah sistem informasi DJP menjadi sistem informasi terintegrasi yang mencakup seluruh proses bisnis perpajakan berdasarkan basis data yang luas dan akurat.

CTAS tidak hanya berdampak pada sisi teknologi, tetapi juga pada semua pilar Reformasi Perpajakan. Baginya, pegawai DJP memegang peran kunci dalam keberhasilan Reformasi Perpajakan. Oleh karena itu, DJP mengajak dan merangkul masyarakat agar mengambil bagian dalam mengawal reformasi yang sedang berlangsung untuk satu tujuan yang mulia bagi bangsa dan negara.

"Dalam Reformasi Perpajakan, kami juga tidak bisa mengesampingkan dukungan para pemangku kepentingan DJP. Berkat dukungan dari lembaga internasional, asosiasi pengusaha, asosiasi konsultan pajak, pemerintah daerah, tax center, media massa, dan stakeholders lainnya, Reformasi Perpajakan dapat berjalan dengan baik dalam harmoni," tegasnya.

DJP banyak belajar praktik terbaik perpajakan dari OECD (Organization for Economic Cooperation and Development), ATO (Australian Taxation Office), GIZ (Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit), IBFD (Internationaal Belasting Documentatie Bureau), JICA (Japan International Cooperation Agency), AFD (Agence Française de Développement), NTA (National Tax Association), NTS (National Tax Service), dan Prospera.

Salah satu pembelajaran praktik terbaik itu adalah CTAS, yang mana nanti akan membuat Indonesia memiliki sistem administrasi perpajakan yang setara dengan negara maju. Dengan CTAS, sistem informasi DJP menjadi sistem informasi terintegrasi yang mencakup seluruh proses bisnis perpajakan berdasarkan basis data yang luas dan akurat.

Selanjutnya asosiasi pengusaha, seperti KADIN, HIPMI dan APINDO, dapat berperan dalam penyusunan kebijakan perpajakan. Dalam menyusun kebijakan, DJP memerlukan masukan agar kebijakan perpajakan yang akan kami keluarkan tidak membebani masyarakat.

Demikian pula dengan asosiasi konsultan pajak, seperti Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Perkumpulan Praktisi dan Profesi Konsultan Pajak Indonesia (P3KPI), Asosiasi Konsultan Pajak Publik Indonesia (AKP2I), Perkumpulan Konsultan Praktisi Perpajakan Indonesia (Perkoppi), dan Perkumpulan Tax Center dan Akademisi Pajak Indonesia (Pertapsi) yang terus membantu DJP Kementerian Keuangan dalam menjelaskan kondisi langsung yang dialami masyarakat.

Dalam rangka mewujudkan sistem perpajakan yang efektif dan efisien, DJP juga selalu berupaya melakukan peningkatan dalam berbagai aspek administrasi, aturan, dan praktik pemungutan pajak. Salah satu upaya perbaikan yang sedang dilakukan adalah implementasi penggunaan NIK sebagai NPWP sebagaimana diatur dalam UU HPP.

Banyak manfaat dan nilai positif yang dapat diperoleh dari implementasi penggunaan NIK sebagai NPWP, di antaranya adalah efisiensi administrasi, kemudahan identifikasi wajib pajak, peningkatan keakuratan data pajak, meningkatkan akses ke layanan publik, serta memudahkan pelaporan dan pembayaran pajak.

CTAS membutuhkan dukungan banyak pihak, terutama dari Pemerintah Daerah yang mana merupakan mitra DJP. Program ini tidak akan maksimal jika tak didukung data dan informasi berkualitas sistem luar.

Hal ini tentu membutuhkan dukungan besar dari berbagai pihak, terutama Pemerintah Daerah sebagai mitra DJP dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. CTAS tanpa didukung data dan informasi yang berkualitas serta interoperabilitas dengan sistem lain di luar DJP tidak akan berfungsi maksimal.

Sebagai informasi, secara total penerimaan perpajakan tahun 2024 diperkirakan mencapai Rp 2309,9 triliun dalam APBN 2024 atau naik dari target APBN 2023 sebesar Rp 2021,2 triliun. Sehingga, kebijakan perpajakan tahun 2024 diarahkan untuk mendukung proses transformasi ekonomi agar terus berjalan di tengah berbagai tantangan.

Salah satu strategi untuk mencapai target penerimaan dimaksud adalah dengan terus melanjutkan reformasi pajak sejatinya sudah dimulai sejak tahun 1983 dan mengubah sistem official assessment menjadi self assessment. Kemudian, perbaikan terus menerus dilakukan baik dari sisi administrasi maupun regulasi.



Simak Video "Video: DJP Sebut PPN 12% Atas Transaksi QRIS Tak Dibebankan ke Konsumen"

(ega/ega)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork