Bos BNI Buka-bukaan soal Fenomena Masyarakat Makan Tabungan

Bos BNI Buka-bukaan soal Fenomena Masyarakat Makan Tabungan

Anisa Indraini - detikFinance
Senin, 30 Sep 2024 18:00 WIB
Ilustrasi Tabungan Emas
Ilustrasi - Foto: Shutterstock/
Jakarta -

Fenomena makan tabungan saat ini masih terjadi di Indonesia. Menanggapi hal tersebut Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Royke Tumilaar menjelaskan jumlah tabungan nasabah atau Dana Pihak Ketiga (DPK) perusahaan masih tumbuh.

"Kalau BNI sih tabungannya tumbuh ya. Jadi agak bingung itu kan masing-masing bikin analisis yang datanya saya nggak tahu. Kalau BNI sendiri tabungannya tumbuh, gimana makan tabungan?" kata Royke kepada wartawan di Menara BNI, Jakarta, Senin (30/9/2024).

Meski begitu, Royke tidak menampik adanya permasalahan likuiditas yang terjadi secara luas. Untuk di BNI ditegaskan masih tumbuh.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya nggak mau debat di situ ya tapi yang saya lihat di BNI, tabungan sih tumbuh, naik tapi nggak tinggi banget, tapi naik. Ya mungkin 1-2 ada lah, ya memang kita sadari karena ada industri yang misalnya tekstil pasti ada impact," tuturnya.

Tercatat total DPK BNI mencapai Rp 772,32 triliun pada semester I 2024 atau tumbuh 1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (YoY). Pertumbuhan itu didukung oleh pertumbuhan tabungan sebesar 4,3% YoY dan giro 1,1% YoY.

ADVERTISEMENT

Di sisi lain, deposito terkoreksi 2,6% YoY. Hal ini mendorong rasio CASA terhadap DPK naik menjadi 70,7% dibandingkan setahun sebelumnya sebesar 69,6%.

Sebelumnya, fenomena makan tabungan atau 'mantab' menjadi satu hal yang tengah melingkupi kelas bawah di Indonesia. Data Mandiri Spending dan Saving Indeks (MSI) menunjukkan kelompok bawah masih dapat melakukan pengeluaran, tapi nominal tabungannya turun.

Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Andry Asmoro mengatakan fenomena konsumsi seiring turunnya nominal simpanan disebut fenomena makan tabungan.

"Kelompok bawah spending-nya masih ada, tapi saving-nya turun. Membaik karena ada bansos (bantuan sosial) dan perlinsos (perlindungan sosial). Kalau ditanya ada impact-nya, itu keliatan rebound. Jadi untuk belanja mereka harus, yang kita sebut makan tabungan," kata Asmo dalam acara Media Gathering di Anyer, Serang, Banten, ditulis Jumat (27/9).

Berdasarkan bahan paparannya, indeks tabungan per individu nasabah Bank Mandiri pada kelas bawah di posisi 47,9 pada Juli 2024. Angka ini sedikit mengalami kenaikan setelah sebelumnya terus mengalami penurunan sejak akhir tahun lalu.

Lebih lanjut, indeks tabungan tersebut dikombinasikan dengan indeks tingkat belanja per individu kelas menengah. Pada Juli 2024, tercatat nilainya sebesar 110,6.

Kedua angka tersebut membuktikan bahwa fenomena makan tabungan atau 'mantab' masih terus terjadi pada kelompok ini. Walau memang kondisi ini sempat membaik akibat insentif yang diberikan pemerintah.

Sementara untuk kelompok menengah, pengeluaran dan pendapatan mereka relatif stabil sejak awal tahun. Meski begitu, ia memberikan perhatian khusus kepada kelas menengah bawah yang tabungannya menurun, meski pengeluarannya tetap berjalan.

"Siapa yang punya uang dan relatif resilien ya middle upper dan upper, saving indeksnya yang upper," ujar Andry.

Mandiri Spending Indeks ini mengkategorikan kelas menengah atau middle class sebagai karyawan dengan pendapatan pasti setiap bulannya. Dengan demikian, ia menekankan kategori kelas yang dipakainya berbeda dengan yang dipakai dengan Badan Pusat Statistik (BPS).

(aid/kil)

Hide Ads