Waspada! Fraud Digital Masih Bayangi Transaksi Keuangan di RI

Waspada! Fraud Digital Masih Bayangi Transaksi Keuangan di RI

Retno Ayuningrum - detikFinance
Minggu, 17 Nov 2024 20:30 WIB
Darkweb, darknet and hacking concept. Hacker with cellphone. Man using dark web with smartphone. Mobile phone fraud, online scam and cyber security threat. Scammer using stolen cell. AR data code.
Ilustrasi fraud - Foto: Getty Images/iStockphoto/Tero Vesalainen
Jakarta -

Seiring dengan perkembangan ekonomi digital Indonesia, kompleksitas dan frekuensi kejahatan dalam transaksi keuangan (Fraud Finansial) juga terus meningkat. Temuan terbaru dari Fraud Typologies Whitepaper GBG mengungkapkan lebih dari 56% bisnis di Indonesia telah menjadi korban dari berbagai bentuk Fraud Digital.

GM Asia dan Fraud APAC GBG Bernardi Susastyo mengatakan terjadi peningkatan signifikan dalam aktivitas Fraud di transaksi keuangan berupa pencurian identitas, Fraud Sintetis, hingga serangan social engineering yang semakin canggih. Pada 2023 saja, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kenaikan 25% dalam kasus pencurian identitas, yang menyebabkan kerugian lebih dari Rp 500 miliar.

Tren yang mengkhawatirkan ini mencerminkan pergeseran regional yang lebih luas, di mana para penjahat memanfaatkan teknologi terbaru, seperti AI dan deepfakes untuk menjebol sistem keamanan dan mengeksploitasi kelemahan digital.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Fraud berkembang cepat dan semakin mengkhawatirkan di Indonesia," ujar Bernardi dalam keterangannya, dikutip Minggu (17/11/2024).

Dia menjelaskan salah satu kejahatan yang paling sering terkena, yakni Fraud Identitas Sintetis. Di mana para pelaku kriminal menggabungkan data asli dan palsu untuk menciptakan identitas baru yang menyebabkan kerugian besar terhadap kredibilitas bisnis dan keamanan data.

ADVERTISEMENT

Dia pun menilai bisnis di Indonesia harus mempertimbangkan ulang pendekatan mereka terhadap pencegahan Fraud dengan mengintegrasikan sistem deteksi yang adaptif dan cerdas.

"Era metode verifikasi secara sederhana sudah tak lagi dapat digunakan. Saat ini, perusahaan memerlukan alat canggih untuk tetap berada selangkah di depan para pelaku fraud, yang menggunakan taktik canggih seperti pencurian identitas berbasis AI dan phishing," imbuh Bernardi.

Untuk mengatasi ancaman ini, pihaknya pun telah mengidentifikasi beberapa langkah penting yang dapat digunakan oleh bisnis-bisnis di Indonesia, di antaranya:

1. Meningkatkan sistem verifikasi identitas dengan AI dan machine learning untuk mendeteksi pola halus perilaku pengguna.

2. Memberikan edukasi kepada tim tentang ancaman social engineering seperti phishing dan smishing, yang mempengaruhi 67% bisnis tahun sebelumnya.

3. Menerapkan pemantauan Fraud secara berkelanjutan untuk menangkap aktivitas mencurigakan sejak dini, sebelum eskalasi dilakukan lebih lanjut.

(kil/kil)

Hide Ads