Ada Ancaman Harga-harga Mau Naik, Gimana Cara Ngatur Dana Investasi?

Portofolio Investasi

Ada Ancaman Harga-harga Mau Naik, Gimana Cara Ngatur Dana Investasi?

Ilyas Fadhillah - detikFinance
Rabu, 31 Agu 2022 07:30 WIB
Ilustrasi investasi
Foto: Shutterstock
Jakarta -

Belakangan ini beberapa komoditas mengalami kenaikan harga. Harga telur ayam misalnya yang menyentuh Rp 33.000, tertinggi dalam 5 tahun terakhir.

Selain itu harga Bahan Bakar Minyak (BBM) juga diisukan naik. Jika hal ini terjadi tentu akan mendorong adanya kenaikan inflasi. Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah memprediksi inflasi akan menyentuh 8% jika harga BBM naik.

Belum lagi ada kabar jika tarif ojek online akan naik juga dalam waktu dekat. Bila terjadi kondisi ini membuat biaya pengeluaran tentu bertambah banyak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan adanya potensi kenaikan harga-harga, bagaimana pengaruhnya terhadap alokasi dana investasi?

Perencana Keuangan Andy Nugroho mengatakan, di kondisi harga komoditas yang naik investasi sebaiknya dilakukan setelah kebutuhan sehari-hari terpenuhi. Jangan sampai memaksakan investasi dan mengorbankan dana kebutuhan sehari-hari.

ADVERTISEMENT

"Jangan sampai kita investasi menggunakan uang makan sehari-hari. Nah itu yang keliru. Misalnya dengan kondisi sekarang harga-harga naik, bensin naik, utamakan kebutuhan dapur kita," katanya saat dihubungi detikcom, Selasa (30/8/2022).

Dia menambahkan, jika sebelumnya sudah ada dana investasi ia menyarankan untuk membiarkan dana tersebut, dan tidak melakukan top up. Dia pun tidak menyarankan untuk mencairkan dana investasi tersebut.

Terkait alokasi dana gaji, Andy hanya menyarankan 10% disisihkan untuk investasi. 55% untuk kebutuhan sehari-hari, 10% untuk hiburan, 10% untuk upgrade skill, dana darurat 10%, dan kegiatan amal 5%.

Namun jika dana kebutuhan sehari-hari bertambah imbas naiknya harga komoditas, Andy menyebut harus ada yang dikorbankan. Terkait hal ini, dana investasi dan dana hiburan boleh dikorbankan.

"Misalnya karena kondisi ini tadi, harga2 barang pada naik, kebutuhan sehari-hari 55% nggak nutup lagi, harus ada yang dikorbankan. yang dikurangi adalah me time. Atau porsi investasi stop dulu aja. Yang udah masuk biarin dan nggak top up," katanya menambahkan.

Namun jika ada dana tersisa sebaiknya tetap investasi dengan alokasi sebesar 2%-5%. Adapun instrumen yang disarankannya adalah pasar saham dan reksadana. Ia menyebut instrumen tersebut masih memungkinkan dipilih meskipun dengan nominal investasi yang kecil.

"Pilihannya paling memungkinkan, misalnya penghasilan Rp 5 juta, yang first jobber, bisa investasi 5% kan atau Rp 250.000, nggak terlalu gede. Invest ke mana? pilihannya bisa masuk ke pasar saham, bisa ke reksadana, memungkinkan dengan nominal kecil bisa investasi," ungkapnya.

Terkait iklim investasi di Indonesia, Andy menyebut saat ini terjadi fenomena anomali.

"Indonesia ini anomali walaupun harga-harga mau naik tapi bisa dibilang pergerakan indeks saham baik-baik saja. Bahkan pemerintah ada keluaran Sukuk Ritel ritel yang memberikan imbal hasil lebih tinggi dari surat berharga lainnya," pungkasnya.




(zlf/zlf)

Hide Ads