Lembaga rating internasional, Fitch Ratings menilai keputusan BI terkait pelonggaran tersebut hanya akan menguntungkan pihak pengembang properti. Bank yang merupakan penyalur kredit akan mengalami peningkatan risiko kualitas asetnya. Selain itu, Fitch menilai bank skala kecil akan lebih agresif memanfaatkan kebijakan ini. Hal ini karena bank kecil harus merebut pasar yang selama ini dikuasi bank besar.
Bank kecil di Indonesia disebut Fitch memiliki standar underwriting dan manajemen risiko yang lebih lemah dibandingkan bank besar. Kemudian Fitch mengungkapkan bank bisa saja mengikuti pelonggaran karena saat ini pertumbuhan kredit masih sangat lambat yakni sekitar 8% sejak merosotnya harga komoditas pada 2014-2015 lalu. Leletnya pertumbuhan menyebabkan pertumbuhan keuntungan atau laba bank juga makin seret.
"Kami berharap bank-bank besar juga harus berhati-hati saat menawarkan fasilitas dengan uang muka kurang dari 15%, ini agar kualitas aset tetap terjaga," tulis keterangan Fitch Ratings dikutip, Kamis (5/7/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fitch menilai, kebijakan ini memang dilakukan untuk mengimbangi dampak kebijakan suku bunga acuan yang telah dinaikkan sebesar 100 basis poin (bps). Padahal kenaikan bunga ini dilakukan bank sentral agar dapat mengurangi tekanan pada nilai tukar yang sangat tinggi beberapa waktu terakhir. Dengan relaksasi tersebut, memang akan memulihkan permintaan properti.
Namun permintaan tak akan sekencang tahun-tahun sebelumnya. Penjualan properti pada 2018-2019 masih landai dan Fitch memprediksi paling tinggi pertumbuhan sekitar 15%. Hal ini terjadi karena adanya kenaikan suku bunga yang lebih cepat dari perkiraan, ini akan menyebabkan menurunnya permintaan dan penundaan proyek.
Namun, BI juga membatasi peraturan. Jadi, bank yang bisa memanfaatkan aturan ini adalah bank yang memiliki rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) bersih dan NPL kotor untuk perumahan kurang dari 5%. Namun Fitch melihat sebagian besar bank di Indonesia sudah memenuhi persyaratan NPL ini.
Relaksasi aturan ini memang harus sangat diperhatikan oleh bank. Mulai dari risiko kualitas aset hingga kondisi pasar. Meskipun bank sentral telah menyiapkan sejumlah langkah makroprudensial untuk mengendalikan pertumbuhan kredit dan harga properti.
Lambatnya penjualan merupakan tantangan berat untuk sektor ini. Namun, dengan aturan yang akan berlaku 1 Agustus ini.
BI juga memberlakukan aturan untuk rumah inden. Di peraturan baru, bank akan mencairkan 30% dari pembayaran ketika penandatanganan atau akad kredit selesai, kemudian pembayaran 50% ketika fondasi telah selesai, lalu maksimal pencairan kumulatif hingga 90% dari plafon ketika tutup atap sudah selesai. Lalu maksimal pencairan kumulatif hingga 100% dari plafon ketika penandatanganan telah dilengkapi dengan akta jual beli (AJB) dan covernote.
(eds/eds)