Pameran-pameran properti secara offline atau fisik belum digelar lagi selama pandemi COVID-19, karena dapat menimbulkan kerumunan orang.
Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengungkapkan, saat ini para pengembang atau developer lebih menggencarkan pameran online.
"Ya kita mau tidak mau menyesuaikan dengan pandemi COVID-19, kita lebih ke arah online. Pameran offline belum, pameran online rutin," kata Paulus kepada detikcom, Kamis (25/2/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Senada, Country Manager Rumah123 Maria Herawati Manik mengatakan, saat ini memang para developer atau agen penjual properti lebih menggencarkan pameran online.
"Semua kan berpindah ke online. Jadi peluang itu memang banyak di online. Nah kalau dilihat segi usia sudah pasti milenial. Mereka sangat digital savvy. Nah berarti challenge-nya bagaimana mempresentasikan produk yang sesuai dengan target market dari developer, dan bagaimana menampilkan dengan selling point yang baik," tutur Maria ketika dihubungi secara terpisah.
Pameran offline memang bisa memicu kerumunan orang. Namun, menurutnya untuk membuka pameran properti offline berisiko sepi, terutama di mal.
"Kalau pameran itu kan biasanya di mal. Nah apalagi function hall, susah. Mungkin ada beberapa yang masih dibuka, tapi kita juga tidak bisa mengandalkan kunjungan orang. Dan memang sudah semakin sepi. Kita saja di Mal Kota Kasablanka sudah sangat sepi," jelas Maria.
Di pameran offline, agen atau developer biasanya memajang maket sebagai show unit atau percontohan uniy yang dijual. Namun, di pameran online kini rata-rata menggunakan animasi 3D atau 360 degree view.
"Makanya ada 3D, review rumah, 360 degree. Kan cara mempresentasikannya sudah beda. Kalau maket mesti lihat langsung, kalau ini lebih digital, lebih di 360, lebih live" imbuh Maria.
Lalu, bagaimana nasib para perajin maket yang biasa membuat miniatur untuk pameran-pameran properti?
Pemilik usaha maket Famous Studio Maket Jakarta Joglo Musanu Fadin (46), hal itu cukup berdampak pada bisnisnya. Ia yang biasa menerima 3-5 pesanan atau lebih, kini hanya menerima pesanan maket 1-2 per bulan, bahkan kerap kali tak ada pesanan sama sekali dalam 1 bulan.
"Ya otomatis terdampak, karena mereka kan pesan untuk jualan," kata Musanu ketika ditemui di kediamannya, Jakarta.
Adapun pesanan-pesanan maket yang datang selama pandemi ialah untuk kebutuhan pembuatan gedung perkantoran, bukan proyek komersial seperti perumahan atau apartemen.
"Kecuali mereka untuk bangun-bangun apartemen, kantor, masih bisa. Atau gedung perkantoran, itu nggak seperti apartemen atau perumahan, itu kan harus dipamerkan. Kalau gedung-gedung perkantoran, atau rumah tinggal nggak perlu pameran. Karena mereka owner yang punya langsung," jelasnya.
Berbeda dengan Musanu, Ronny (39), pemilik usaha maket miniatur Prabu Pratama mengatakan tak adanya pameran properti tidak bergitu berdampak pada bisnisnya.
"Saya nggak mengandalkan pameran properti," kata Ronny ketika ditemui di kediamannya, di Jakarta.
Sebagian besar pelanggannya adalah konsultan arsitek atau kolektor. Pasalnya, selain maket miniatur, ia juga menerima pesanan diorama.
"Banyak kolektor buat diorama kereta. Lalu mal-mal buat sesi foto, kayak FujiFilm di Grand Indonesia saya buat juga. Ada kereta dan sebagainya. Jadi buat display. Beberapa kali juga saya terima pesanan diorama untuk beberapa museum di Jakarta," jelasnya.
Tak hanya itu, ia juga menerima pesanan tugas akhir mahasiswa.
"Kalau tugas akhir biasanya mahasiswa jurusan arsitek, interior. Atau anak biologi buat dummy tubuh manusia atau apa. Paling banyak mahasiswa arsitek itu dari Gunadarma, UNTAR, Trisakti, UI. Swasta banyak, UI juga banyak. UGM juga ada jauh-jauh ke sini," paparnya.
Meski tak terdampak langsung dari nihilnya pameran properti, bisnisnya sepi selama pandemi. Hampir 1 tahun pandemi, ia hanya menerima 2 pesanan maket dengan nilai yang kecil.
(vdl/dna)