Para perajin pembuat rumah 'Ant Man' alias maket miniatur mengalami penurunan pendapatan yang sangat tajam akibat dampak pandemi COVID-19. Penurunan itu disebabkan oleh pesanan maket yang sangat sepi, bahkan kerap kali nihil.
"Pandemi ini paling 1-2 proyek. Ini sebulan ini saja baru dapat 2 order saya. Ini kerjaan lama. Nanti ada masuk 1 kita kerjakan. Sebulan ini dapat 2 lah. Nah setahun pandemi itu dalam 1 bulan paling banyak 2. Tapi kadang-kadang 1 pesanan, atau nggak ada," kata pemilik usaha maket Famous Studio Maket Jakarta Joglo Musanu Fadin (46) ketika ditemui di kediamannya, Jakarta, Kamis (25/2/2021).
Bahkan, Musanu berusaha mencari usaha lain demi menafkahi keluarganya. Sambil berharap ada pesanan maket, ia kini berjualan ikan hias cupang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini cupang saya pasarkan online juga, dari teman juga banyak yang datang. Online lewat marketplace. Ikan cupang dari dulu sudah ada, cuma nggak banyak sekarang ini. Diternakkan di teman, kalau sudah besar saya jual," jelas Musanu.
Ia juga sempat berjualan tanaman hias dan juga ternak lele. Musanu mengatakan, ia akan terus berupaya mencari pemasukan demi bertahan hidup.
"Saya cari kesibukan lain, yang penting ada pemasukan, ya mau apalagi sedang susah semua," tutur dia.
Apalagi, selama berjuang bertahan hidup, Musanu juga tak pernah sekali pun mendapat bantuan pemerintah. "Ya seadanya lah, kondisi kayak gini ya harus cari pemasukan lain. Lagi pula kita kan nggak bisa dapat bantuan dari pemerintah, kan susah juga," tutur dia.
Ditemui secara terpisah, Ronny (39), pemilik usaha maket miniatur Prabu Pratama juga mengalami tekanan besar dari pandemi terhadap bisnis jasa maketnya. Ia bahkan terpaksa menjual kendaraan pribadi dan operasional bisnis untuk bertahan hidup.
"Karena pandemi, saya jual mobil saya, Honda Accord, dan 2 unit sepeda motor buat operasional juga saya jual," ungkap Ronny.
Tak hanya itu, ia juga menjual mesin-mesin untuk membuat maket saking sepinya pesanan dan nol pemasukan.
"Alat/perkakas circular saw, mesin bor, kompresor untuk mengecat, mesin paku tembak, printer LaserJet, PC all in one, dan bahan sisa-sisa pembuatan maket/diorama di jual loakan,"ujar dia.
Bersyukurnya, Ronny masih memperoleh Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM) senilai Rp 2,4 juta dari pemerintah yang disalurkan melalui BRI. "Saya dapat BPUM yang Rp 2,4 juta dari BRI," tutur dia.
Selain itu, Ronny sekarang sedang menyelesaikan prototipe sepeda bambu yang rencananya akan ia jual dengan merek yang sudah tercatat di Pangkalan Data Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, yakni PostPro.
Ia mendapat inspirasi membuat sepeda bambu dari para perajin daerah, dan dirinya memang suka bersepeda.
"Ini buat sepeda bambu. Saya dapat idenya ya karena banyak orang yang naik sepeda. Apa ya yang lagi booming, ini saya kejar. Dan beberapa daerah sudah punya sepeda bambu. Tapi kayaknya Jakarta belum ada, ya sudah saya buat. Dan ini juga sudah saya buat mereknya di HKI, mereknya PostPro. Nanti pertama rencananya saya pasarkan online dulu," tutur dia.
Ronny menjelaskan, rencananya sepeda buatannya itu itu akan dipasarkan dengan rentang harga Rp 4,5-7,5 juta untuk kerangkanya saja. Sementara untuk sepeda utuh akan ia jual Rp 8-12 juta.
"Jadi saya cari kesibukan lain karena maket nggak ada pesanan, paling itu kerajinan yang saya buat. Ini sepedanya saya buat 1 minggu. Kelebihannya dibandingkan sepeda biasa itu lebih ringan," tandas Ronny.
(vdl/dna)