Komisi II DPR RI mengusulkan agar Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/Kepala BPN) Sofyan Djalil segera melakukan pengukuran ulang terhadap seluruh hak atas tanah, khususnya terhadap Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB). Namun, menurut Sofyan hal itu tak mungkin dilakukan sebab membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Hal itu memberatkan bagi pengelola HGU yang berkewajiban membayar biaya ukur ulang lahan tadi ke Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB). Dikhawatirkan malah bisa membuat investor lari dari Indonesia. Saat ini, tercatat total HGU yang dikelola oleh perusahaan mencapai 10.198.000 hektare (ha). Sementara, untuk HGB tercatat seluas 1.251.250.
"Hari ini tercatat HGU kita 10,198 juta hektare (ha) yang tercatat, biayanya kalau kita ukur semua ini ukur PNBP yang wajib dibayar, untuk 100 ha itu Rp 26,5 juta, itu yang harus kita bayarkan ke negara, itu 100 hektare belum lagi ongkos petugas, ini yang PNBP nya saja," ungkap Sofyan dalam Rapat Kerja dengan Komisi II DPR RI, Selasa (23/3/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama ini, menurut Sofyan pemegang HGU telah membayar kewajibannya dalam mengelola lahan yang merupakan milik negara tersebut.
"Jadi 1.000 ha Rp 634 juta kalau 10 juta ha ya kita bayangkan saja, kalau semua harus kita daftarkan," tambahnya.
Untuk itu, menurut Sofyan yang paling mungkin adalah menghitung ulang hanya HGU dan HGB yang bermasalah saja. Berdasarkan perhitungan kementeriannya, total lahan HGU dan HGB yang bermasalah di Indonesia tidak sampai 1%, jadi masih sangat mungkin untuk dilakukan ukur ulang.
Lagi pula, Kementerian ATR/BPN selalu mewajibkan pengukuran ulang HGU yang dikelola oleh perusahaan. Biasanya, pengukuran ulang tersebut dilakukan saat HGU habis masa pengelolaannya dan pemegang hak ingin melakukan perpanjangan pengelolaan.
"Oleh sebab itu kemarin kenapa saya mengatakan, yang bersengketa saja kita ukur ulang," timpalnya.
Tonton juga Video: Polemik Tanah di Aruk: Lahan Warga Jadi HGU Perusahaan