Ibu Kota Baru Dikebut, Masalah Kemiskinan-Pengangguran Apa Kabar?

Ibu Kota Baru Dikebut, Masalah Kemiskinan-Pengangguran Apa Kabar?

Trio Hamdani - detikFinance
Selasa, 18 Jan 2022 21:30 WIB
Suasana pembangunan tanggul laut di kawasan Muara Baru, Jakarta Utara, Selasa (11/11). Pemprov DKI Jakarta yang berkolaborasi dengan Kementerian PUPR dan Pemprov Jawa Barat telah menyelesaikan pembangunan tanggul laut sepanjang 12,6 kilometer dari target prioritas sepanjang 46 kilometer untuk mengantisipasi banjir rob di pesisir utara ibu kota.
Ilustrasi/Foto: Pradita Utama
Jakarta -

Para ekonom mengkritisi pemerintah dalam membangun Nusantara, ibu kota negara (IKN) di Kalimantan Timur (Kaltim). Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang IKN pun telah disahkan untuk menjadi UU di Rapat Paripurna hari ini (18/1).

Peneliti dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy mengkritisi langkah pemerintah mendirikan ibu kota negara di Kaltim karena porsi APBN di dalamnya bertambah besar. Padahal menurutnya anggaran negara bisa dialokasikan untuk program prioritas lainnya seperti perlindungan sosial.

"Saya kira memang itu poin kritisnya karena seharusnya itu bisa disalurkan ke pos-pos lain yang sifatnya relatif lebih penting dan bisa memberikan efek multiplier kepada perekonomian secara lebih langsung seperti misalnya anggaran untuk perlindungan sosial," katanya kepada detikcom, Selasa (18/1/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya anggaran perlindungan sosial tahun ini berpotensi lebih rendah dibandingkan tahun lalu. Dia berpendapat hal itu tidak terlepas dari ambisi pemerintah membangun IKN.

"Padahal di sisi lain kita tahu ada target-target seperti sosial ekonomi yang harus dicapai oleh pemerintah seperti misalnya penurunan tingkat kemiskinan, pengangguran, ini kan tidak selaras ya. Artinya target sosial ekonominya mau dicapai tapi anggaran perlindungan sosialnya mau dikurangi. Saya kira ini tidak terlepas juga dari anggaran untuk IKN karena harusnya bisa dialihkan untuk pos belanja yang relatif lebih urgent untuk saat ini," jelasnya.

ADVERTISEMENT

Lanjut Rendy, sebenarnya dia tak mempersoalkan pemerintah membangun ibu kota baru Indonesia. Tapi hal itu jangan sampai mengorbankan program-program yang berhubungan dengan kesejahteraan masyarakat.

"Artinya (anggarannya) setidaknya sama atau mungkin lebih tinggi di tahun ini. Tapi kan posisinya kejadiannya tidak seperti itu. Artinya ada anggaran IKN kemudian di saat yang bersamaan anggaran untuk sosial ekonomi berkurang. Jadi kalau saya sebenarnya nggak masalah kalau pemerintah mau tetap menjalankan IKN tetapi dana perlindungan sosialnya tidak boleh terlupakan, jangan dikorbankan," tambah Rendy.

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai pengesahan RUU IKN oleh pemerintah bersama DPR RI terkesan dipaksakan dan terburu-buru.

"Tidak pas dengan situasi kita masih COVID, kemudian kemungkinan akan ada perubahan untuk refocusing (anggaran) terutama untuk ibu kota baru karena dengan ini disahkan otomatis menjadi dasar untuk pengeluaran APBN untuk ibu kota baru. Tentu saja ini akan sangat menyakitkan sebagian masyarakat di tengah situasi kita masih berhadapan dengan pandemi, tapi pemerintah memutuskan pembangunan ibu kota baru lebih cepat dari apa yang diperkirakan," tuturnya.

Dia juga mengkritisi meningkatnya porsi APBN dalam pembangunan IKN. Tauhid juga menilai ada beberapa faktor yang dapat membuat porsi APBN dalam pembangunan IKN terus membengkak. Sebab, alternatif pembiayaan IKN bersumber dari APBN, kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU), BUMN, serta pendanaan swasta.

"Yang benar-benar riil tidak turut campur tangan (pemerintah) adalah swasta, sementara BUMN dan KPBU itu masih ada turut andil pemerintah. Nah, khawatir bahwa sebenarnya mayoritas nanti di kemudian hari anggaran pembangunan ibu kota baru itu adalah sumbernya dari APBN," ujar Tauhid.

Dia mengkhawatirkan jika hal itu terjadi bisa menyebabkan program prioritas lainnya terabaikan, misalnya saja pembangunan di daerah lain.

Lebih lanjut dia jelaskan, porsi swasta dalam pembangunan IKN pun bisa jadi sangat kecil karena proyek tersebut dianggap tidak terlalu menguntungkan. Sebab, IKN sebagai pusat pemerintahan memiliki fungsi ekonomi yang relatif kecil.

Kawasan yang berada di sekitar IKN juga menurutnya kurang menarik untuk industri padat karya lantaran upah buruhnya sudah kemahalan. Jika peran swasta kecil untuk mendanai IKN maka kebutuhan APBN akan meningkat.

"Nah program-program lain akhirnya yang sudah diusulkan oleh daerah-daerah lain di luar Kaltim atau ibu kota baru dia akan gigit jari karena mereka kan nggak dapat apa-apa. Prioritas nasional yang ada di wilayah lainnya bisa tertunda," jelas Tauhid.

"Apalagi sekarang kondisinya adalah kita sudah nggak nambah defisit sampai 2030 sampai 3% (terhadap PDB), sudah tidak dimungkinkan nambah utang lagi lebih besar. Ketika tidak nambah utang ya gimana duitnya (untuk membangun IKN) akhirnya realokasi anggaran pemerintah termasuk bagi daerah," tambahnya.


Hide Ads