Penjelasan Haru itu seiring dengan pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam acara Road to G20-Securitization Summit 2022, di Jakarta, Rabu (6/7/2022).
Dalam momen tersebut, Sri Mulyani mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk membangun "Policy Framework" atau kerangka kebijakan dan mengembangkan aturan hingga instrumen dalam membangun ekosistem pembiayaan perumahan di Indonesia. Salah satunya adalah melalui pengembangan sekuritisasi aset KPR di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai tambahan informasi, sekuritisasi pada dasarnya adalah bagaimana sebuah aset KPR yang berjangka panjang 15 tahun, dapat menjadi underlying asset yang bisa menjadi sebuah surat berharga baru yang kemudian dijual di secondary market yang disebut Efek Beragun Aset (EBA). Yang saat ini beredar di "market" dapat berbentuk Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA) dan Efek Beragun Aset Surat Partisipasi (EBA-SP)
Sementara itu, menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada 2020, backlog perumahan di tanah air saat ini telah mencapai 12,75 juta per tahun. Instrumen sekuritisasi sendiri dipandang dapat menjadi sebuah skema "creative financing" dan menjadi sumber pendanaan yang berkelanjutan, untuk kepentingan pembiayaan di sektor perumahan. Sehingga, angka backlog pun bisa mengalami penurunan.
(dna/dna)