Hati-hati Banyak Pengembang Nakal! Nih Tips buat Menghindarinya

Hati-hati Banyak Pengembang Nakal! Nih Tips buat Menghindarinya

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Kamis, 23 Feb 2023 09:05 WIB
Suasana proyek hunian apartemen Meikarta District 1 milik Grup Lippo di Cikarang Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (13/12/2022).
Foto: (CNN Indonesia/Mohammad Safir Makki)
Jakarta -

Beberapa waktu belakangan, media hebohkan dengan berbagai kasus protes terhadap para pengembang properti akibat mangkraknya pengerjaan proyek. Kasus ini utamanya terjadi pada proyek hunian vertikal seperti apartemen hingga rumah susun.

Kasus hunian mangkrak memang cukup banyak terjadi di tanah air, terutama pasca pandemi COVID-19 melanda. Salah satu kasus yang paling heboh ialah proyek Apartemen Meikarta, yang sejak 2017 masalahnya tak kunjung selesai bahkan hingga saat ini.

Berdasarkan data yang diperoleh detikcom dari Kabid Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Rio Priambodo, tercatat sektor perumahan menempati posisi tertinggi keempat aduan konsumen individu sepanjang 2022, dengan persentase mencapai 7,3%.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Persentase ini menunjukkan, sebanyak 64 individu dari total 882 pelapor YLKI mengeluhkan masalah perumahan. Secara rinci masalah-masalah pada sektor perumahan ini antara lain refund atau pengembalian dana sebesar 27%, pembangunan mangkrak 21%, dokumen yang tidak terpenuhi 15%, dan lain sebagainya.

"Dalam 5 tahun terakhir jumlah aduan konsumen perumahan selalu masuk 5 besar. Terjadi pergeseran trend aduan konsumen perumahan dari hunian horizontal (rumah tapak) ke hunian vertikal (apartemen/rumah susun)," ujar YLKI, dikutip Rabu (22/2/2023).

ADVERTISEMENT

Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) Panangian Simanungkalit mengatakan, Meikarta bukan satu-satunya kasus yang ada di tahun ini. Banyak kasus yang terjadi, hanya saja tidak terangkat ke publik lantaran skalanya lebih kecil.

Ia mengatakan, secara umum industri properti sudah bangkit sejak 2022. Hanya saja memang fenomena berbeda terjadi untuk apartemen. Masyarakat Indonesia sendiri masih belum memiliki gaya hidup tinggal di apartemen dan masih lebih memilih rumah tapak.

Menurutnya, salah satu kekurangannya ialah pemerintah kurang memberikan daya tarik kepada masyarakat agar mereka mau bertempat tinggal di hunian vertikal, seperti pemberian insentif. Karena itulah, jumlah permintaan pun tidak dapat menutupi jumlah unit yang tersedia.

"Kalau sampai mangkrak, itu kan artinya pembelinya tidak ada. Artinya back to basic, lakukan lagi riset. Apakah di daerah itu memang ada demand? Tapi kalau udah mangkrak, lalu demand-nya nggak ada atau kebanyakan investor, jangan harap. Karena kan properti itu lokasi," katanya, saat dihubungi detikcom, Rabu (22/2/2023).

Hal senada juga disampaikan oleh Wakil Ketua Real Estate Indonesia (REI) Bambang Ekajaya. Ia mengatakan, minat beli masyarakat untuk hunian vertikal agak berkurang. Kendati demikian, pasar untuk hunian vertikal seperti apartemen masih tetap ada sepanjang lokasinya strategis.

"Ya memang saat ini pasar properti yang non landed agak berkurang. Dan beberapa developer juga karena penjualan menurun, pembangunan fisiknya jadi terhambat," katanya saat dihubungi terpisah.

Tips Menghindari Para Pengembang 'Nakal'

Lebih lanjut Bambang mengatakan, ada 3 aspek penting yang perlu diperhatikan sebelum membeli properti. Pertama, aspek legalitas.

"Sebagai calon pembeli berhak dan harus mengecek status properti yang diminati, sertifikat kepemilikan lahan yang akan dijual, perizinan pembangunan properti tersebut, serta jika masih ragu bisa cek status PT perusahaan tersebut," katanya.

Berikutnya, reputasi developer. Menurutnya, penting untuk memeriksa proyek apa saja yang pernah ditangani pengembang dan bagaimana hasil kerjanya. Apabila pengembang ini baru pertama kali membangun, ia menyarankan agar konsumen periksa lebih teliti menyangkut status lahan tempat proyek digarap.

Apa lagi tips selanjutnya? Buka halaman selanjutnya.

Simak juga Video: Kontraktor Penyuap Bupati Mamberamo Tengah Ditahan KPK!

[Gambas:Video 20detik]




Kemudian yang terakhir yaitu jangan terlalu percaya dengan promo yang diobral pihak pengembang. Apalagi, bila promo yang ditawarkan terlalu berlebihan dan hampir tidak masuk akal.

"Seperti discount yang terlalu besar, hadiah yang berlebihan, atau yang bisa membuat kita jadi kaki tangan seperti konsep multi level marketing dengan iming-iming insentif besar untuk cari calon pembeli lain misalnya. Jadi intinya property adalah barang real, jadi semua harus jelas, tidak boleh tergiur harga terlalu murah dan lain-lain yang bisa menjebak kita membeli properti bodong," terangnya.

Sedikit berbeda dengan Bambang, Pengamat dan Ahli Properti, Steve Sudijanto, mengusulkan agar konsumen sebaiknya membeli hunian yang konstruksinya sudah 80% demi terhindar dari pengembang yang tidak bertanggung jawab.

"Saya mengusulkan membeli apartemen atau hunian yang sudah sudah 80% selesai konstruksinya, dan mencari Bank untuk memberikan KPR atau KPA agar pihak Bank dapat membantu proses due diligence sebelum PPJB dan AJB," katanya saat dihubungi terpisah.

Tidak hanya itu, menurutnya penting untuk konsumen mencari lokasi properti yang bisa dijual cepat atau disewakan. Hal ini dikarenakan, pada saat pembeli membutuhkan dana, properti tersebut bisa menjadi sumber dana alternatif di kemudian hari.

Namun apabila masyarakat telah terlanjur membeli proyek yang berujung mangkrak, Steve menyarankan, sebaiknya konsumen kembali melihat kembali kontrak perjanjian jual beli dan minta pendapat konsultan hukum.

"Pada saat konsumen terlanjur membeli proyek mangkrak, sebaiknya melakukan tindakan preventif. Me-review kontrak perjanjian jual beli. Minta pendapat konsultan hukum. Saya rasa memperkecil resiko adalah tindakan paling utama," katanya.

Menurutnya, konsultan hukum merupakan sarana yang tepat untuk memberikan saran dan masukan kepada pihak konsumen. Konsultan tersebut diharapkan juga dapat menjalin komunikasi yang baik dengan pihak pengembang demi menghasilkan solusi yang tepat.

"Terburuknya apabila pengembang sudah wanprestasi atau default maka pihak pembeli bisa minta refund melalui konsultan hukum," ujar Steve.

"Semua tergantung itikad pihak Pengembang untuk memberikan solusi kepada pihak pembeli yang berniat membatalkan dengan ketentuan yang ada di perjanjian jual beli," tambahnya.

Bersambung ke halaman selanjutnya.

Disarankan Sontek Aturan Properti Australia-Singapura

Menurut Steve, pemerintah Indonesia bisa mencontoh kebijakan yang diterapkan Australia dalam mengatur penjualan properti. Salah satunya yakni semua pembangunan yang masih off the plan alias beli gambar dan indent, hanya diwajibkan membayar uang muka atau deposit sekitar 5-20%.

"Pada saat pembangunan sudah selesai baru pelunasan dilakukan. Jadi resiko konsumen hanya sejumlah deposit saja. Hal ini dapat memperkecil resiko konsumen," katanya.

Senada dengan Steve, Panangian Simanungkalit juga menyarankan agar pemerintah RI meniru skema yang dilakukan Australia itu. Ia juga turut menyoroti aturan ketat yang diterapkan oleh pemerintah Singapura. Saking ketatnya, menurutnya para pengembang di sana hampir tidak mungkin melakukan aksi penipuan.

"Bahkan uang kamu tuh kalau pengembangnya memang nggak bisa menyelesaikan akan dikembalikan. Nggak langsung disetor ke pengembangnya. tapi ditempatkan di escrow account (rekening penampungan) yang kamu bisa ambil kalau memang kamu keberatan," katanya.

Sementara di Indonesia sendiri, menurutnya campur tangan pemerintah dalam urusan properti terbilang masih kurang, apalagi yang menyangkut perlindungan konsumen. Alhasil, posisi konsumen lemah di mata hukum.

"Posisi hukum antara pengembang dengan konsumen tidak diatur sedemikian di Indonesia. Sehingga kalau membeli properti dengan gambar (belum jadi), udah nggak mungkin menang. Karena hukumnya tidak melindungi kepentingan kamu sebagai pembeli," katanya.

"Ada kekosongan hukum di bidang perumahan, ada kekosongan lembaga. Itu yang membuat persoalan perumahan dalam 8 tahun ini sangat kacau. Persoalannya sangat basic. Kalau UU tidak dieksekusi, dan tidak buat orang masuk penjara, ya tidak akan ada yang patuh. Tidak bisa membuat orang takut," sambungnya.


Hide Ads