Rekomendasi tersebut bermula didapatkannya temuan soal pelaporan pemerintah pada belanja subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). BPK meminta laporan keuangannya untuk seluruh pengeluaran belanja pemerintah untuk subsidi, meskipun pengerjaannya masih ada yang belum terealisasi.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, selama ini yang dilakukan pemerintah dalam mengelola APBN berdasarkan pengeluaran yang tercatat, sesuai amanat UU APBN.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Katakanlah ada mandat harga harus dinaikkan karena subsidi ditetapkan berdasarkan per liter. Katakanlah seliter Rp 500. Namun ternyata harga di pasar kan bergerak, sehingga de facto subsidi lebih besar dari yang dianggarkan," jelasnya.
Baca juga: BPK Ingatkan Pemerintah Soal Utang |
Jika dari basis kas menjadi akrual, kata Sri Mulyani, maka perhitungan subsidi yang harus dilaporkan tidak boleh hanya sebesar yang telah dibayar, namun sebesar tagihan kepada pemerintah.
Lanjut Sri Mulyani, jika skema ini diterapkan maka dampaknya pada pengetatan defisit fiskal yang sebelumnya telah dirumuskan pemerintah dalam UU APBN.
Mantan Direktur Bank Dunia itu pun menyebutkan, UU APBN merupakan kesepakatan DPR dengan pemerintah bahwa subsidi dengan volume dan nilai tertentu harus dilaksanakan.
"Karena kalau tidak dilaksanakan maka akan berimplikasi kepada penganggaran subsidi lebih besar. Dan kalau penganggaran subsidi lebih besar, meskipun belum kita bayar maka BPK akan menghitung jumlah defisit termasuk yang belum kita bayar," tambahnya.
Lanjut Sri Mulyani, konsep defisit fiskal maksimum 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) akan menjadi perhatian khusus jika pemerintah mengubah pelaporan belanja berbasis akrual.
"Tadi disampaikan kepada Menko (Darmin Nasution) dan BPK implikasi terhadap stand dari fiskal defisit yang cenderung akan lebih kecl karena kita harus berikan buffer yang lebih besar kalau terjadi hal-hal yang sifatnya di luar kesepakatan di UU APBN," jelasnya.
Selama ini, lanjut Sri Mulyani, defisit dihitung berdasarkan basis kas, jadi apa yang telah dibayarkan pemerintah masuk dalam perhitungan postur realisasi APBN yang masa administasinya disampaikan pada Desember.
"BPK diharapkan sekarang ini pesan yang paling penting dalam pengelolaan APBN, bahwa seluruh tagihan-tagihan ini kalau de facto sudah ada harusnya sudah dimasukkan dalam perhitungan pengeluaran pemerintah meskipun belum dibayar," jelasnya.
Dengan demikian, Sri Mulyani memastikan akan melakukan pembicaraan terlebih dahulu dengan BPK mengenai pengubahan skema dari basis kas menjadi akrual. Salah satu yang perlu dibahas mengenai dampak dari sisi posisi kebijakan fiskal.
"Kalau itu dimasukkan kemungkinan besar APBN kita akan ketat karena kita tidak mungkin lakukan sesuatu di luar itu, Saya rasa kami akan terus bahas mengenai bagaimana kita pertimbangkan dan perhitungan hal-hal tersebut," tukasnya. (mkj/mkj)