Dekan dan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Ari Kuncoro mengungkapkan bahwa hal ini fenomena baru di Indonesia. Masyarakat kelas menengah alias middle class cenderung ingin menonjolkan aktualisasi diri mereka lewat travelling atau jalan-jalan untuk menunjukan kehadiran atau eksistensi mereka di hadapan orang banyak.
"Ketika kebutuhan untuk menunjukkan aktualisasi kelas menengah timbul, sedangkan pendapatan tidak meningkat dia harus memilih apa yang saya beli, dan ternyata komoditi atau barang yang bisa menunjukkan eksistensinya mereka sebagai kelas menengah adalah jalan-jalan," kata Ari di sela Seminar dengan tema The Impact on the Digital Era on Business Strategy and Conducts di Pullman Hotel, Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (10/8/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan mengeluarkan uang untuk jalan-jalan dan mengabadikan foto, masyarakat kelas menengah kemudian memamerkan foto-foto hasil 'liburan' mereka lewat sosial media. Dengan memamerkan foto-foto tersebut, mereka mendapatkan kepuasan diri yang menunjukan bahwa dirinya termasuk kalangan mampu.
"Kita lihat sekarang bahwa kalau orang ketemu teman tidak menunjukkan HP-nya paling baru tapi menunjukkan fotonya jalan-jalan ke mana kemudian di-upload ke FB dan Twitter. Sehingga dia merasa saya kelas menengah karena saya jalan-jalan dan temannya juga merasa sama," kata Ari.
Eksistensi kelas menengah ini juga tidak hanya ditunjukan dengan bepergian ke tempat yang jauh. Dengan melancong ke pusat perbelanjaan atau mal dan mengunggah aktivitas 'mewah' juga bisa memberikan kepuasan dalam diri mereka. Namun, di sisi lain pengeluaran mereka hanya difokuskan untuk kebutuhan makanan dan kebutuhan pokok lainnya.
"Jadi menikmati masa luang, ini mau gaya pendapatan pas-pasan. Bukan middle income trap karena konteksnya negara, ini mungkin masih temporer. Ini jadi gaya hidup hedonis yang baru," kata Ari.
Ari menambahkan, fenomena baru ini harus bisa dibaca pemerintah lewat berbagai kebijakannya. Jika pola konsumsi ini berubah, maka pemerintah harus turun tangan untuk membuat tren tersebut menjadi lebih menguntungkan.
"Kalau berlanjut pemerintah harus mikir ini pola konsumsi berubah di mana intervensinya. Orang senang jalan-jalan, jadi kita kembangkan pariwisata, orang tidak tinggal di hotel tapi homestay, itu muter yang penting kreatif," ujar Ari.
(ara/mkj)