Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa menjelaskan, penerimaan PLN tidak meningkat signifikan karena permintaan listrik hanya naik tipis sekitar 2% di semester I tahun ini.
Selain itu, harga energi primer untuk bahan bakar pembangkit mulai merangkak naik. Namun Tarif Dasar Listrik (TDL) tidak mengalami kenaikan hingga akhir tahun ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Utang PLN Membahayakan Keuangan Negara |
Selanjutnya, PLN juga memiliki kewajiban untuk melunasi utang jatuh tempo yang ikut membebani keuangan perseroan. Jika dibarengi dengan investasi program 35.000 MW, maka beban perseroan akan semakin berat.
"Itu akan menimbulkan beban terlalu besar bagi keuangan PLN yang tahun berjalan maupun tahun depan," tutur Fabby.
Fabby menyarankan, tambahan listrik 35.000 MW tidak lagi ditargetkan untuk 2019, melainkan beberapa tahun setelahnya. "Saya juga sudah berkali-kali menyampaikan, harusnya target 35.000 MW itu digeser saja, enggak lagi di 2019," ungkapnya.
Selain itu, jenis dan kapasitas pembangkit dari program 35.000 MW juga harus ditinjau ulang. Pasalnya, dari 35.000 MW pembangkit listrik. Jika proyek 35.000 MW terus dikebut maka dikhawatirkan terjadi over supply atau kelebihan pasokan listrik, khususnya di Pulau Jawa.
"Saya melihat, ada kemungkinan, dan kalau melihat dari RUPTL-nya PLN, akan terjadi over supply di Jawa itu, sampai dengan reserve marginnya 40% lebih, yang menurut saya itu enggak sehat," paparnya. (mkj/ang)