Bukan karena pembangunan itu tidak baik, namun lebih pada risiko pembangunan infrastruktur yang bisa menggerus keuangan BUMN Karya yang mendapat penugasan melakukan pembangunan infrastruktur.
Sekretaris Kementerian BUMN periode 2005-2010, Said Didu mengungkapkan, saat ini BUMN Karya memang masih mencetak laba.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penilaian Said Didu tampaknya tak berlebihan. Karena, meski BUMN karya masih mencetak laba, rasio utang terhadap ekuitas alias debt to equity ratio (DER) BUMN-BUMN karya semakin bengkak.
Makin tinggi DER maka makin tinggi beban utang yang harus ditanggung perusahaan, dan bisa menurunkan kemampuan perusahaan untuk melunasi utangnya.
Di sisi lain, aset-aset yang dibangun belum bisa diandalkan untuk memberikan pemasukan pada keuangan perusahaan sehingga membuat BUMN-BUMN Karya atau BUMN Konstruksi mulai megap-megap melakukan pembangunan mulai berdarah-darah.
Hal itu tercermin dari laporan keuangan masing-masing BUMN yang dikutip detikFinance dari keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia.
PTPP
PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP) mengantongi laba bersih Rp 989,9 miliar, naik 74,7% dari Rp 566 miliar. Pendapatan usaha juga naik 27,4% dari Rp 10,8 triliun menjadi Rp 13,76 triliun.
Namun, arus kas bersih dari aktivitas operasi masih minus Rp 1,52 triliun. Hal itu lantaran pembayaran kas kepada pemasok dan subkontraktor lebih besar yakni Rp 11,8 triliun dibanding penerimaan kas dari pelanggan sebesar Rp 11,7 triliun.
Rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity ratio/DER) PTPP juga saat ini sebesar 1,8 kali, dengan jumlah liabilitas Rp 22,8 triliun dan jumlah ekuitas Rp 12,49 triliun.
Wijaya Karya
PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), laba bersihnya naik 46,66% dari Rp 465,46 miliar jadi Rp 682,64 miliar. Penjualan bersih juga naik 69,99% jadi Rp 15,88 triliun dari Rp 9,34 triliun.
Arus kas bersih untuk aktivitas operasi WIKA juga masih minus Rp 2,69 triliun. Penerimaan kas dari pelanggan hanya Rp 9,8 triliun namun pembayaran kepada pemasok sebesar Rp 11,5 triliun.
DER WIKA saat ini 2 kali dengan jumlah liabilitas sebesar Rp 26,87 triliun dan jumlah ekuitas sebesar Rp 13,17 triliun.
Waskita Karya
PT Waskita Karya Tbk (WSKT) berhasil mengantongi laba bersih Rp 2,57 triliun, naik 137,9% dari Rp 1,08 triliun. Pendapatan usaha Rp 28,5 triliun, naik 50% dari Rp 14 triliun.
WSKT yang arus kas bersih untuk aktivitas operasinya minus Rp 5 triliun. Penerimaan kas dari pelanggan Rp 14,24 triliun sedangkan pengeluaran kas pada pemasok sebesar Rp 16,55 triliun.
Adhi Karya
Sedangkan PT Adhi Karya Tbk (ADHI) memperoleh laba bersih Rp 205,07 miliar, naik 78% dari Rp 115,18 miliar. Pendapatan usaha juga naik 53% jadi Rp 8,7 triliun dari Rp 5,69 triliun.
Sementara total arus kas untuk aktivitas operasi ADHI minus Rp 3 triliun. Total arus kas penerimaan Rp 6,87 triliun sementara total arus kas pengeluaran lebih besar yakni Rp 9,9 triliun.
DER ADHI juga cukup tinggi yakni 3,4 kali. Adapun jumlah liabilitasnya sebesar Rp 18,8 triliun dan jumlah ekuitasnya Rp 5,55 triliun.
Bila fenomena ini tak diwaspadai sejak dini, menurut prediksi Said Didu, BUMN-BUMN tersebut bisa gulung tikar dalam 4 tahun ke depan.
"Kalau saya melihat ini akan kelihatan nanti 3-4 tahun kemudian," tandas dia. (dna/dna)