Curhat Nelayan: Risiko Kerja Tinggi, Jaminan Sosial Tak Maksimal

Curhat Nelayan: Risiko Kerja Tinggi, Jaminan Sosial Tak Maksimal

Dana Aditiasari - detikFinance
Selasa, 06 Mar 2018 16:32 WIB
Foto: Istimewa
Jakarta - Kalangan nelayan di bilangan Manggar, Belitung Timur, menganggap bahwa jaminan sosial buat mereka belum maksimal. Ada beberapa poin yang membuat mereka jengah, utamanya terkait nilai manfaat yang akan didapatkan.

Menurut salah satu nelayan setempat, Mentak, saat ini pemerintah menyediakan asuransi khusus nelayan. Namun, premi yang disubsidi pemerintah hanya setahun pertama, dan selanjutnya tetap dibayar mandiri.

"Premi per tahunnya Rp 175 ribu. Seandainya subsidi bisa diberikan seumur hidup, kami akan senang sekali. Meski tidak penuh, paling tidak separuhnya lah," ujar Mentak dalam keterangan tertulis, Selasa (6/3/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Selain itu, lanjut Mentak, diharapkan nilai manfaat jaminan sosial bisa dinaikkan. Misalnya untuk yang meninggal karena kecelakaan di laut, dari Rp 175 juta menjadi Rp 200 juta.

"Nah, untuk nelayan yang meninggal di darat, jangan hanya 10% dong. Kami benar-benar tidak habis pikir, masa bedanya jauh sekali? Padahal, nilai preminya sama," ucapnya lagi.

Sementara itu, dalam kesempatan terpisah, Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Belitung Timur, Sarjano, membenarkan bahwa ada dua program asuransi untuk nelayan. Yakni, program asuransi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan asuransi mandiri.

"Preminya sama yakni Rp 175ribu/tahun. Bedanya, nilai pertanggungan program bantuan kecelakaan KKP lebih besar karena ada subsidi," kata Sarjano.

Ia menjelaskan, program asuransi dari KKP untuk mengakomodasi kecelakaan laut atau cacat. Nilai manfaatnya kalau meninggal dalam kecelakaan laut masih mendapat Rp 200 juta, meninggal alami Rp 160 juta, dan kalau cacat tergantung kecacatannya. Misalnya ada tangan putus, telinga hilang, itu ada hitungannya, maksimal Rp 100 juta," tuturnya.

Hanya saja, yang perlu diketahui para nelayan, bantuan asuransi kecelakaan melalui program KKP berlaku satu kali saja untuk satu nelayan. Jika habis masa berlakunya, maka nelayan bisa memperpanjang asuransi dengan status mandiri.

"Misalnya, nelayan menerima program tahun 2017, maka seiring pergantian tahun sudah habis, dan bisa melanjutkan dengan program asuransi mandiri," ucapnya.


Kalau program mandiri yang benar-benar murni mendapat prioritas utama selama bisa menunjukkan identitas sebagai nelayan, bisa ikut program tersebut. Hanya saja manfaatnya beda.

"Jadi, kalau meninggal di laut manfaatnya Rp175 juta saja. Tapi kalau meninggal di darat itu cuma dapat 10 persen dapatnya. Memang agak jauh karena mandiri. Preminya tetap sama, Rp175 ribu satu kali bayar per tahun," kata Sarjano.

Program asuransi kecelakaan mandiri sejauh ini sedang disosialisasikan oleh Pemda bersama Jasindo sebagai pelaksana.

Jumah kepersertaan asuransi kecelakaan nelayan mandiri belum begitu signifikan dan memerlukan kesadaran nelayan melindungi diri dengan asuransi.

Hingga saat ini, jumlah nelayan se-Beltim lebih kurang ada 6.000 orang, sedangkan yang memiliki asuransi dari KKP mencapai 1.400 orang.

"Khusus jaminan kesehatan, nelayan masih bergantung pada BPJS umum. Nelayan bisa menggunakan BPJS Kesehatan," ucapnya. (dna/dna)

Hide Ads