Dolar Betah di Rp 14.000, Wajar?

Dolar Betah di Rp 14.000, Wajar?

Danang Sugianto - detikFinance
Selasa, 22 Mei 2018 17:19 WIB
Foto: Selfie Miftahul Jannah
Jakarta - Mata uang dolar Amerika Serikat (AS) kemarin sempat tembus level Rp 14.200. Pemerintah tak khawatir lantaran percaya bahwa nilai tukar rupiah sudah menemukan titik keseimbangan yang baru.

Apakah aritnya nilai tukar dolar AS terhadap rupiah di kisaran Rp 14.000 ada level yang wajar?

Ekonom Bank Permata Josua Pardede memandang, menentukan titik keseimbangan nilai mata uang cenderung subjektif. Sebab yang diinginkan dunia usaha dan pelaku pasar adalah kestabilan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Keseimbangan baru itu subjektif dan kalau kita lihat bukan levelnya, yang penting rupiah ini stabil. Pada saat stabil sektor riil pun akan lebih confidence. Bukan berarti berharap balik lagi ke Rp 10 ribu," tuturnya kepada detikFinance, Selasa (22/5/2018).


Josua menerangkan, ada 3 faktor penyebab rupiah terus melemah. Pertama sentimen negatif global, bahwa The Fed akan menaikkan suku bunganya sehingga membuat dana asing keluar dari negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Kedua neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit sebesar US$ 1,63 miliar pada April 2018 dengan rincian ekspor US$ 14,47 miliar dan impor US$ 16,09 miliar.

Lalu terakhir ada sentimen musiman mengenai maraknya pembagian dividen dari para perusahaan. Hal itu meningkatkan permintaan dolar AS di dalam negeri untuk pembayaran dividen kepada investor asing.

Dengan mengacu pada 3 faktor tersebut, Josua percaya bahwa nilai tukar rupiah saat ini tidak mencerminkan fundamental ekonomi RI sesungguhnya. Itu artimya dia percaya seharusnya rupiah bisa lebih kuat dari posisi saat ini.

"Mungkin Pak Luhut menggambarkan bahwa masyarakat tidak perlu panik," tambah Josua.


Josua percaya, jika musim pembagian dividen sudah terlewatkan, dan sentimen global mulai mereda maka rupiah bisa kembali menguat. Dia yakin nilai rupiah sesungguhnya berada di bawah level Rp 14.000. (dna/dna)

Hide Ads