-
Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan menegaskan pembangunan light rail transit (LRT) Palembang di Sumatera Selatan bukan proyek yang bikin boros uang negara.
Pembangunan kereta ringan pertama di Sumsel ini justru lebih murah dibanding LRT yang berada di Malaysia dan Manila.
Proyek yang memiliki panjang kurang lebih 23 kilometer (km) ini menelan biaya Rp 10,9 triliun. Angka investasi ini lebih rendah dari penetapan kontrak pertama yang sebesar Rp 12,5 triliun.
Pengoperasian LRT Palembang direncanakan pada tanggal 15 Juli 2018, orang yang meresmikannya pun langsung Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Proyek yang dianggap boros ini juga justru lebih banyak memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar dan perekonomian.
Berikut fakta-fakta LRT Palembang yang dituding sebagai pemborosan negara:
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) LRT Sumsel Kementerian Perhubungan Suranto menampik bahwa proyek kereta ringan pertama di Sumatera Selatan ini bukan pemborosan meskipun menggunakan uang negara.
Dia bilang, penggunaan dana APBN merupakan amanat dari Perpres Nomor 116 Tahun 2015 dan Perpres 55 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 116 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Kereta Api Ringan/Light Rail Transit di Provinsi Sumatera Selatan. LRT Palembang juga dibangun sebagai infrastruktur transportasi penunjang gelaran akbar Asian Games.
"Karena Perpres dasarnya untuk penggunaan APBN dan mendukung kegiatan Asian Games sama halnya seperti LRT Jabodebek," kata Suranto saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Kamis (5/7/2018).
Proyek yang memiliki panjang kurang lebih 23 kilometer (km) dengan investasi Rp 10,9 triliun juga dilengkapi dengan 13 stasiun, 1 depo, dan 9 gardu listrik sudah dilakukan pengujian sarana dan prasarana. Bahkan, pada 15 Juli 2018 direncanakan bakal diresmikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Lebih lanjut Suranto mengatakan, pernyataan yang menilai pembangunan LRT Palembang sebagai tindakan pemborosan uang negara pun kurang tepat.
Oleh karena itu, dia menganggap proyek kereta ringan LRT Palembang bukan hal pemborosan uang negara. Apalagi, nilai investasinya turun menjadi Rp 10,9 triliun dari sebelumnya Rp 12,5 triliun.
"Kalau dari kami bukan pemborosan, karena manfaat secara ekonomi bagi masyarakatnya besar," tutup dia.
Suranto mengatakan nilai investasi LRT Palembang sebesar Rp 10,9 triliun. Angka ini justru menurun dari penetapan awal yang sebesar Rp 12,5 triliun.
"Total nilai investasi sebesar Rp 10,9 triliun, dan pure APBN murni," kata Suranto saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Kamis (5/7/2018).
Pembangunan proyek ini ditugaskan kepada PT Waskita Karya (Persero) Tbk dan sebagai pelaksana pembangunan pra sarana LRT. Lalu sebagai operator LRT Palembang adalah PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI.
Adapun, pekerjaan pembangunan LRT Palembang dengan nilai investasi Rp 10,9 triliun ini memiliki panjang kurang lebih 23 kilometer (km) dilengkapi 13 stasiun, 1 depo, dan 9 gardu listrik dengan menggunakan lebar jalur rel 1.067 milimeter (mm) dan third rail electricity 750 VCD yang dimulai sejak Oktober 2015.
"Nilai investasi menurun itu karena ada review oleh konsultan supervisi LRT Sumsel ini," jelas dia.
Suranto mengatakan pemenuhan nilai investasi LRT Palembang dengan APBN tertuang pada aturan dasarnya. Yakni Perpres Nomor 116 Tahun 2015 dan Perpres 55 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 116 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Kereta Api Ringan/Light Rail Transit di Provinsi Sumatera Selatan.
"Karena Perpres dasarnya untuk penggunaan APBN," kata Suranto saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Kamis (5/7/2018).
Selain itu, penggunaan dana APBN juga sebagai bentuk dukungan perhelatan akbar Asian Games 2018 yang berlangsung di Jakarta-Palembang.
Suranto mengatakan banyak manfaat yang bisa dirasakan oleh masyarakat maupun perekonomian. Salah satunya adalah terbebas dari kemacetan.
"Kalau dari kami bukan pemborosan karena manfaat ekonomi bagi masyarakatnya besar, dari mulai pengurangan kemacetan," kata Suranto saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Kamis (5/7/2018).
Suranto menjelaskan, manfaat ekonomi dari pengurangan kemacetan buat masyarakat Sumatera Selatan bisa menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) lebih sedikit.
"Pengurangan pemborosan BBM akibat kemacetan, ramah lingkungan, waktu tempuh jadi lebih singkat," jelas dia.
Tidak hanya itu, pembangungan LRT Palembang juga bisa menurunkan angka kecelakaan di jalan raya. Selanjutnya, kereta ringan ini merupakan karya anak bangsa yang bisa dibanggakan.
"Masih banyak lagi keuntungan yang dapat dirasakan masyarakat," papar dia.
Suranto mengatakan, kereta ringan pertama di Sumatera Selatan ini bisa menyelesaikan satu kali perjalanan sepanjang 23 km kurang dari 50 menit. Satu kali perjalanan, yaitu dari Stasiun Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II menuju Jakabaring.
"Sekitar 30-45 menit (waktu tempuh 23 km)," kata Suranto saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Kamis (5/7/2018).
Kepala Proyek LRT Palembang Mashudi Jauhar dikonfirmasi terpisah mengatakan waktu tempuh dari Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II ke Jakabaring menggunakan kendaraan biasa membutuhkan waktu 1,5 jam. Dengan adanya LRT, maka waktu tempuh jauh lebih cepat.
"Saat ini naik kendaraan bisa 1,5 jam ke Jakabaring," kata Mashudi.
Proyek LRT Palembang dianggap sebagai pemborosan uang negara karena nilai investasinya Rp 10,9 triliun dan menggunakan APBN murni.
Namun jika dibandingkan dengan pembangunan LRT di Malaysia dan Filipina, kereta ringan pertama di Sumatera Selatan ini ternyata lebih murah.
"Di Malaysia biaya untuk pembangunan LRT Kelana Jaya Line diketahui sebesar Rp 817 miliar/km sedangkan untuk biaya pembangunan LRT di Manila sebesar Rp 907 miliar/km," kata Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) LRT Sumsel Kementerian Perhubungan Suranto saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Kamis (5/7/2018).
Nilai investasi LRT Palembang awalnya sebesar Rp 12,5 triliun dan turun menjadi Rp 10,9 triliun, dengan panjang kurang lebih 23 kilometer (km) maka biaya pembangunannya sekitar Rp 473,9 miliar/km.
Suranto menjelaskan, yang membuat LRT Palembang lebih murah karena jenis pekerjaan ini sangat bervariasi mulai dari pekerjaan konstruksi, stasiun, sarana, depo yang luas, penanganan tanah dengan karakteristik yang berbeda serta pekerjaan yang memerlukan penguasaan teknologi tinggi.
Secara keseluruhan LRT Palembang berupa konstruksi layang (elevated track) dengan dilengkapi third rail untuk power supply serta menggunakan teknologi slab track (tanpa ballast) pada jalur rel dan menggunakan system persinyalan fixed block.
Hal ini juga berbeda dengan LRT Jabodebek yang menggunakan U-shaped Girder, LRT Jakarta menggunakan Box Girder, sedangkan LRT Sumsel menggunakan I Girder. Lebar spoor LRT Sumsel adalah 1.067 mm sedangkan LRT Jabodebek dan LRT Jakarta lebar spoor-nya adalah 1.435 mm.
Menurut dia, perbedaan karakteristik jenis konstruksi di atas mengakibatkan adanya variasi biaya konstruksi masing-masing LRT. Namun biaya konstruksi ini diyakini telah sesuai dengan harga pasar. Dengan demikian, nilai investasi secara keseluruhan dalam pembangunan LRT Sumsel ini merupakan total biaya sarana dan prasarana LRT yang tidak dapat terpisahkan.