Bagaimana Simulasi Kredit Rumah Tanpa Uang Muka?

Bagaimana Simulasi Kredit Rumah Tanpa Uang Muka?

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Jumat, 06 Jul 2018 10:30 WIB
1.

Bagaimana Simulasi Kredit Rumah Tanpa Uang Muka?

Bagaimana Simulasi Kredit Rumah Tanpa Uang Muka?
Foto: Zaki Alfarabi/Tim Infografis
Jakarta - Memiliki hunian merupakan keinginan setiap orang. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mendapatkan rumah. Caranya bisa membangun sendiri, membeli secara cash hingga menggunakan skema cicilan melalui kredit pemilikan rumah (KPR).

Beberapa tahun terakhir, kredit properti sedang melambat di Indonesia. Perlambatan ini seiring dengan melambatnya pertumbuhan kredit nasional. Padahal properti merupakan salah satu sektor yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Demi mendorong kredit properti dan memudahkan masyarakat dalam memiliki hunian Bank Indonesia (BI) telah melakukan pelonggaran aturan loan to value (LTV) untuk kredit pemilikan rumah (KPR) pertama. Aturan ini akan berlaku pada 1 Agustus 2018 mendatang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan pelonggaran ini perbankan bisa saja memberikan kredit 100% kepada nasabah, artinya KPR rumah pertama bisa tanpa uang muka. Kira-kira bagaimana simulasi KPR jika tanpa uang muka?

Tulisan ini hanya simulasi dan estimasi harga kredit. Jadi bukan untuk dijadikan patokan dalam mengambil KPR di bank. Syarat dan ketentuan berlaku untuk setiap nasabah, jadi setiap nasabah memiliki syarat yang berbeda.

Jadi meskipun ada dua nasabah memiliki penghasilan yang sama, namun risiko kreditnya berbeda sehingga menyebabkan jumlah pembayaran cicilan berbeda.

Simulasi ini untuk rumah Rp 260 juta yang dibeli pegawai swasta dengan penghasilan sebesar Rp 5 juta per bulan. Kemudian bunga efektif sebesar 10% dan jangka waktu kredit selama 20 tahun atau 240 bulan.

Dengan bunga dan tenor tersebut maka angsuran yang harus dibayar sebesar Rp 2,5 juta setiap bulan.

Jika dijumlahkan, antara cicilan dan bunga yang dibayarkan selama 240 bulan. Maka total yang yang dibayarkan hingga lunas adalah Rp 600 juta.

Jangka waktu kredit juga harus disesuaikan dengan saat pelunasan. Jadi ketika lunas, usia maksimum calon nasabah harus 55 tahun untuk pegawai dan 60 tahun untuk profesional atau wiraswasta.

Dari kalkulator simulasi sejumlah bank, jika anda mengajukan KPR untuk rumah seharga Rp 260 juta saat anda pegawai swasta, maksimal anda mengajukan KPR ini pada usia 35 tahun.

Jadi, nantinya bank bisa memberikan kredit 100% atau tanpa uang muka ke nasabah.

Namun, ini disebut akan membuat cicilan lebih mahal karena tak ada uang muka yang disetorkan kepada bank. Kemudian, risiko kredit juga menjadi lebih besar.

Tulisan sebelumnya, sudah disimulasikan pengambilan KPR tanpa DP. Kali ini, dengan jumlah harga properti yang sama detikFinance akan mensimulasikan berapa jumlah cicilan dengan menggunakan uang muka.

Simulasi ini menggunakan harga properti Rp 260 juta, dengan tipe pinjaman pembelian rumah dengan uang muka sebesar 30% atau Rp 78 juta. Ini artinya total perkiraan jumlah pinjaman yang diberikan oleh bank adalah Rp 182 juta.

Kemudian bunga yang dikenakan sebesar 9% fix berlaku lima tahun. Jangka waktu yang digunakan yakni 20 tahun atau cicilan selama 240 bulan.

Dengan ketentuan tersebut angsuran atau cicilan yang harus dibayarkan setiap bulannya adalah Rp 1,63 juta. Jika ditotal maka jumlah angsuran yang dibayarkan hingga akhir pelunasan menjadi Rp 393,1 juta.

Dengan simulasi seperti ini terlihat jika membeli rumah tanpa DP maka cicilan yang disetorkan akan menjadi lebih mahal. Beda dengan pembelian rumah memakai DP, karena sebagian harganya sudah tertutupi oleh uang muka.

Biasanya untuk rumah hingga Rp 1 miliar akan dikenakan biaya administrasi sebesar Rp 500 ribu. Kemudian jika jangka waktu bunga fix habis maka yang berlaku adalah bunga floating, bunga ini akan ditinjau setiap 6 bulan sekali dan mengikuti bunga yang berlaku di pasaran.

Selain biaya-biaya tersebut, pengajuan KPR biasanya terdapat biaya appraisal, asuransi jiwa, asuransi kebakaran, notaris dan biaya lain. Kemudian estimasi total biaya tersebut bisa mencapai 6% dari plafon atau sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Direktur PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) Lani Darmawan menjelaskan bank bisa saja melonggarkan LTV untuk rumah pertama hingga 100%. Jika LTV bisa 100%, maka untuk KPR bisa diberlakukan uang muka 0%.

"Untuk fasilitas kredit pertama, kelonggaran LTV bisa sampai 100%. Ini bisa dimanfaatkan oleh bank," kata Lani saat dihubungi detikFinance, Kamis (5/7/2018).

Lani menjelaskan relaksasi tersebut bisa mendorong pembelian rumah melalui skema KPR. Menurut dia, biasanya pembeli rumah pertama terkendala dengan uang muka.

"Masalah first home owner itu adalah DP, dengan relaksasi LTV ini pasti bisa dorong. Tapi bank juga tetap mengimbangi dengan Prudential banking. Seperti pendapatan, jangka waktu kredit dan penilaian lain," ujar dia.

Direktur Bisnis Ritel PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Tambok P.S Simanjuntak menjelaskan bank bisa saja melonggarkan LTV KPR untuk rumah pertama. Ini untuk mendorong peluang penyaluran KPR yang saat ini sedang melambat.

"Kebijakan LTV ini membuka peluang KPR karena backlog rumah masih tinggi. Aturan ini diharapkan bisa menurunkan backlog. Kendala penyaluran KPR saat ini salah satunya adalah masalah uang muka yang dinilai terlalu tinggi," ujar dia.

Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk melakukan pelonggaran terhadap peraturan loan to value (LTV) atau financing to value (FTV) untuk kredit pemilikan rumah (KPR). Kebijakan ini diharapkan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi melalui kredit dan sektor perumahan.

Jadi, BI membebaskan jumlah rasio LTV bagi bank penyalur KPR. LTV adalah nilai kredit atau jumlah pembiayaan yang bisa diberikan bank kepada pemohon kredit dengan jaminan atau agunan berupa properti atau kendaraan. Sebelum relaksasi ini LTV tercatat 85% jadi nasabah KPR harus menyetor uang muka atau DP sebesar 15% dari total pinjaman.

Lembaga rating internasional, Fitch Ratings menilai keputusan BI terkait pelonggaran tersebut hanya akan menguntungkan pihak pengembang properti. Bank yang merupakan penyalur kredit akan mengalami peningkatan risiko kualitas asetnya. Selain itu, Fitch menilai bank skala kecil akan lebih agresif memanfaatkan kebijakan ini. Hal ini karena bank kecil harus merebut pasar yang selama ini dikuasi bank besar.

Bank kecil di Indonesia disebut Fitch memiliki standar underwriting dan manajemen risiko yang lebih lemah dibandingkan bank besar. Kemudian Fitch mengungkapkan bank bisa saja mengikuti pelonggaran karena saat ini pertumbuhan kredit masih sangat lambat yakni sekitar 8% sejak merosotnya harga komoditas pada 2014-2015 lalu. Leletnya pertumbuhan menyebabkan pertumbuhan keuntungan atau laba bank juga makin seret.

"Kami berharap bank-bank besar juga harus berhati-hati saat menawarkan fasilitas dengan uang muka kurang dari 15%, ini agar kualitas aset tetap terjaga," tulis keterangan Fitch Ratings dikutip, Kamis (5/7/2018).

Selain itu, ada juga risiko yang terkait dengan ketidakpastian tahun politik. Pada 2019 memang akan digelar pemilihan Presiden, ini juga dikhawatirkan akan menahan laju permintaan properti dan pertumbuhan kredit.

Fitch menilai, kebijakan ini memang dilakukan untuk mengimbangi dampak kebijakan suku bunga acuan yang telah dinaikkan sebesar 100 basis poin (bps). Padahal kenaikan bunga ini dilakukan bank sentral agar dapat mengurangi tekanan pada nilai tukar yang sangat tinggi beberapa waktu terakhir. Dengan relaksasi tersebut, memang akan memulihkan permintaan properti.

Namun permintaan tak akan sekencang tahun-tahun sebelumnya. Penjualan properti pada 2018-2019 masih landai dan Fitch memprediksi paling tinggi pertumbuhan sekitar 15%. Hal ini terjadi karena adanya kenaikan suku bunga yang lebih cepat dari perkiraan, ini akan menyebabkan menurunnya permintaan dan penundaan proyek.

Namun, BI juga membatasi peraturan. Jadi, bank yang bisa memanfaatkan aturan ini adalah bank yang memiliki rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) bersih dan NPL kotor untuk perumahan kurang dari 5%. Namun Fitch melihat sebagian besar bank di Indonesia sudah memenuhi persyaratan NPL ini.

Relaksasi aturan ini memang harus sangat diperhatikan oleh bank. Mulai dari risiko kualitas aset hingga kondisi pasar. Meskipun bank sentral telah menyiapkan sejumlah langkah makroprudensial untuk mengendalikan pertumbuhan kredit dan harga properti.

Lambatnya penjualan merupakan tantangan berat untuk sektor ini. Namun, dengan aturan yang akan berlaku 1 Agustus ini.

BI juga memberlakukan aturan untuk rumah inden. Di peraturan baru, bank akan mencairkan 30% dari pembayaran ketika penandatanganan atau akad kredit selesai, kemudian pembayaran 50% ketika fondasi telah selesai, lalu maksimal pencairan kumulatif hingga 90% dari plafon ketika tutup atap sudah selesai. Lalu maksimal pencairan kumulatif hingga 100% dari plafon ketika penandatanganan telah dilengkapi dengan akta jual beli (AJB) dan covernote.

Hide Ads