Jakarta -
Menteri Kelautan dan Perikanan
Susi Pudjiastuti kembali mendapat serangan terkait aksinya menenggelamkan kapal-kapal maling ikan. Setelah sebelumnya politikus Gerindra,
Fadli Zon menyinggung soal kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), kali ini giliran Wakil Ketua DPR
Fahri Hamzah mengkritisi kinerja Susi. Keduanya sama-sama dilakukan lewat media sosial Twitter.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengkritik kinerja Susi yang menyebut baru melakukan langkah awal selama memimpin Kementerian Kelautan dan Perikanan. Menurutnya, langkah Susi memberantas illegal fishing belum mampu memperbaiki kondisi dunia perikanan dan laut Indonesia.
"Teori ibu tentang bertambahnya jumlah ikan setelah pertunjukan 'ngebom' itu bohong. Nggak usah hitung kepala ikan di laut yang luasnya 75% bumi dan 75% nusantara. Hitung jumlah kepala orang miskin saja kita nggak sanggup. Poros maritim Jokowi jadi nggak jelas. Di laut kita binasa," ujar Fahri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Susi sendiri memberantas illegal fishing sebagai langkah awal penyelesaian persoalan perikanan di Indonesia. Dalam mewujudkan sektor kelautan dan perikanan Indonesia yang mandiri, maju dan kuat, pemerintah memulainya dengan membangun kedaulatan terlebih dahulu, yakni dengan menjadikan laut Indonesia dikuasai sebesar-besarnya oleh rakyat Indonesia.
Berikut fakta-fakta mengenai kiprah Susi dalam memberantas illegal fishing, yang dirangkum
detikFinance, Kamis (12/7/2018):
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil mengusir hingga 10.000 kapal eks asing. Hal itu terjadi setelah Susi mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 56/2014 soal moratorium kapal eks asing. Sementara angka 10.000 kapal eks asing didapat dari kegiatan duplikasi (cetak ulang izin) yang diterbitkan KKP dari 1.132 izin kapal eks asing yang sudah diterbitkan.
"Kita sudah mengusir 7.000 sampai 10.000 kapal eks asing. Sementara ada 300-500 kapal yang saat ini masih docking karena menunggu moratorium," tutur Susi saat rapat kerja dengan Komisi IV DPR, di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Rabu (1/04/2015) lalu.
Saat itu, Susi mengatakan 99% dari 1.132 kapal eks asing bermasalah. Salah satu alasannya adalah 70% dari jumlah kapal eks asing tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), sementara 40% perusahaan yang memiliki kapal eks asing tidak terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM.
"99% kapal eks asing adalah vehicle IUU Fishing termasuk kasus di Benjina. Lalu ada PT Dwikarya yang ada di Wanam (Papua) kapal mereka yang memiliki SIPI (Surat Izin Penangkap Ikan) dan SIKPI (Surat Izin Usaha Kapal Pengangkut Ikan) mempunyai 67 kapal tetapi kapal mereka ada 300. Begitu juga ada di Benjina dan Avona," tuturnya.
Belum lagi berbagai tindakan nakal lainnya yang dilakukan kapal eks asing, selain menangkap ikan secara ilegal seperti menyelundupkan bahan makanan impor hingga minuman keras (miras).
"Kita mendapatkan informasi, kapal-kapal eks asing ini membawa tanduk rusa, bahan pokok, juga miras dan ada indikasi mereka bawa obat-obatan. Tetapi ini masih diinvestigasi," katanya.
Susi ingin peran kapal-kapal eks asing diganti dengan operasional kapal-kapal nelayan lokal. KKP juga akan berperan di tahun ini yaitu dengan membantu menyiapkan serta membagikan kapal penangkap ikan ramah lingkungan kepada nelayan di seluruh Indonesia.
"Di dalam program, kami akan menyediakan kapal di atas 30 GT (Gross Ton) sebanyak 35 unit serta 100 unit di bawah 30 GT," jelas Susi.
Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Kelautan dan Perikanan, Nilanto Perbowo ada sebanyak 363 kapal yang ditenggelamkan selama 2014-2017. Kapal-kapal tersebut berasal dari berbagai macam negara.
"Total penenggelaman 2014-2017 ada 363 kapal," kata Nilanto beberapa waktu lalu.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, kapal yang paling banyak ditenggelamkan berasal dari negara Vietnam. Selanjutnya berasal dari Filipina, diikuti Malaysia dan seterusnya.
Rinciannya adalah Vietnam sebanyak 188 kapal, Filipina 77 kapal, Malaysia 52 kapal, Thailand 22 kapal, Indonesia 19 kapal, Papua Nugini 2 kapal, China 1 kapal, Laos 1 kapal dan negara lainnya 1 kapal.
Susi menegaskan penangkapan ikan secara ilegal ini tidak hanya merugikan Indonesia tapi juga dunia. Ini menurutnya dapat menyebabkan minimnya ketersediaan spesies ikan tertentu (sustainability).
Menurut Susi, tidak dapat diprediksi secara pasti kerugian dari penangkapan ikan secara ilegal. Ini terjadi karena IUU fishing tidak hanya dapat dihitung dari jumlah kapal yang berhasil ditenggelamkan tapi juga berdasarkan ukurannya dan modus operandi pelaku.
"Illegal fishing tidak hanya dilakukan oleh kapal asing saja, sekarang ini banyak indikasi kapal-kapal berbendara Indonesia yang melakukan penangkapan ikan di perairan Indonesia tetapi dibawa ke high seas kemudian melakukan trans-shipment ke kapal asing," ujar Susi dalam keterangan tertulis, Selasa (11/7/2017).
Susi juga menyampaikan bahwa kesalahan manajemen selama berpuluh-puluh tahun terutama dua dekade terakhir menjadikan banyaknya ribuan kapal-kapal asing mencuri ikan. Ini berdampak pada menurunnya stok ikan menjadi 6,5 juta ton dalam dua dekade terakhir.
Dengan aksi penenggelaman kapal memberikan dampak positif terhadap peningkatan stok ikan menjadi 12,5 juta ton.
"Apabila kita menghitung satu kilogram ikan seharga US$ 1 , berarti nilai stok ikan kita naik menjadi US$ 6,5 miliar," terang Susi.
Sementara itu angka impor ikan Indonesia menurun sebesar 80 persen. Ini menjelaskan bahwa adanya peningkatan hasil tangkapan nelayan atau pengusaha kapal Indonesia.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menerima penghargaan maritim tertinggi dunia yakni Peter Benchley Ocean Awards atas visi dan kebijakan pembangunan ekonomi dan konservasi laut di Indonesia.
Penghargaan dalam kategori kepemimpinan tersebut diterima Susi pada Kamis malam 11 Mei 2017 di Smithsonian, Washington DC.
Hal itu tidak terlepas dari kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam menerapkan berbagai kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan Indonesia yang meliputi pilar kedaulatan, keberlanjutan dan kesejahteraan.
Beberapa di antaranya, kebijakan pemberantasan penangkapan ikan secara ilegal, kebijakan yang melarang penangkapan lobster/kepiting dan rajungan ukuran tertentu, kebijakan yang melarang penggunaan alat penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, dan lainnya.
Kebijakan-kebijakan tersebut dinilai telah berhasil memulihkan kondisi perikanan Indonesia menjadi lebih baik.
Dalam sambutannya, Susi mengatakan penganugerahan ini tidak terlepas dari peran kunci yang diembannya sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Susi menilai, penghargaan ini merupakan anugerah yang semakin meyakinkan dirinya, bahwa yang dilakukan Indonesia selama ini sudah benar.
"Saya yakin bahwa apa yang kita lakukan sudah benar. Apalagi secara parameter ekonomi kan juga sangat luar biasa. Jadi kita melihat bahwa perang melawan illegal fishing ini adalah perang yang menguntungkan. Tidak ada perang yang menguntungkan selain perang melawan illegal fishing," kata Susi dalam keterangan tertulis, Jumat (12/5/2017).
Susi juga menuturkan, beberapa kebijakan yang diterbitkan telah ditelaah secara mendalam dan perhitungan secara matang.
"Kebijakan itu dibuat bukan tanpa pemikiran mendalam dan target. Buktinya hasil yang dicapai memang luar biasa," tambahnya.
Peter Benchley Ocean Awards merupakan penghargaan maritim tertinggi di dunia yang bersifat unik. Hal ini dikarenakan tidak saja mengakui pembuat kebijakan publik dan prestasi yang dicapai, tetapi juga warga masyarakat dalam menyelamatkan laut.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyebutkan langkahnya memerangi pencurian ikan atau Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing belum selesai. Masih ada beberapa titik yang belum bebas dari pencurian ikan.
Susi menyebutkan, modus pencurian ikan di laut Indonesia bermacam-macam, di Sulawesi Utara misalnya, para pencuri ikan menggunakan kapal dalam negeri tapi nelayannya bukan Warga Negara Indonesia (WNI).
"Tidak bisa dibilang sukses berantas illegal fishing karena masih ada pencurian ikan dan kesuksesan tidak didapat karena ada saja modusnya. Di Sulawesi Utara modusnya pakai kapal dalam negeri tapi nelayannya asing, pakai KTP Indonesia, Natuna masih berjejer banyak, di Arafuru juga," jelas Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti dalam jumpa pers di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta Pusat, Jumat (16/6/2017).
Menko Maritim, Luhut Binsar Panjaitan juga sempat mengusulkan agar kebijakan penenggelaman kapal dihentikan dan Susi fokus ke langkah selanjutnya. Susi menyebut, aksi penenggelaman kapal pencuri ikan dan pelarangan anak buah kapal (ABK) asing sudah diatur Undang-Undang.
"Mohon disosialisasikan mungkin masih banyak yang belum tahu Penenggelaman kapal pencuri & pelarangan ABK asing itu ada diatur dalam UU Perikanan NKRI," kata Susi.
Susi mengatakan, selama ikan berada di zona laut Indonesia, maka itu menjadi hak tangkap Indonesia.
"Jadi kalau ikan berada di laut kita di bawah EEZ kita itu hak milik kita," tutur Susi.
Halaman Selanjutnya
Halaman