Diancam Trump, Aturan Industri Wajib Serap Susu Lokal Dihapus

Diancam Trump, Aturan Industri Wajib Serap Susu Lokal Dihapus

Puti Aini Yasmin - detikFinance
Rabu, 15 Agu 2018 09:52 WIB
Diancam Trump, Aturan Industri Wajib Serap Susu Lokal Dihapus
Jakarta - Pemerintah mengubah aturan kewajiban pembelian susu sapi oleh importir. Hal ini membuat peternak khawatir hingga mengancam untuk ganti presiden.

Ketua Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia, Agus Warsito mengatakan langkah tersebut akan dilakukan oleh pihaknya bila pemerintah tidak mengindahkan evaluasi dari aturan tersebut.

"Kita sekarang wait and see lah. Mau konsolidasi sama Kementan biar dievaluasi lagi. Tapi kalau nggak ada langkah kongkret pemerintah ya solusinya 2019 ganti presiden," jelasnya kepada detikFinance.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagai mana, aturan tentang penyediaan dan pembelian susu awalnya diatur dalam Permentan Nomor 26 Tahun 2017 kemudian direvisi menjadi Permentan Nomor 30 Tahun 2018 dan menjadi Permentan Nomor 33 Tahun 2018.

Dalam Permentan Nomor 30 pembelian susu sapi tidak menggunakan kata-kata 'wajib' seperti dalam Permentan Nomor 26. Kemudian dalam Permentan Nomor 33 tidak ada lagi sanksi bagi importir yang tidak membeli susu sapi lokal.

Dirangkum detikFinance, Rabu (15/8/2018) begini cerita selengkapnya:
Ketua Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia, Agus Warsito menjelaskan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 26 Tahun 2017 dan direvisi menjadi Permentan Nomor 30 Tahun 2018 dan Permentan Nomor 33 Tahun 2018 tentang Penyediaan dan Pembelian Susu.

Dalam Permentan Nomor 30 pembelian susu sapi tidak menggunakan kata-kata 'wajib' seperti dalam Permentan Nomor 26. Kemudian dalam Permentan Nomor 33 tidak ada lagi sanksi bagi importir yang tidak membeli susu sapi lokal.

"Permentan 26 itu sudah naik lalu muncul Permentan 30 yang merevisi kata-kata mewajibkan beli. Lalu, keluar Permentan 33 juga revisi sanksi ancaman jadi tidak bisa itu kalau mereka nggak beli dikurangi izin impor atau dicabut badan usahanya," jelas dia kepada detiKFinance, Selasa (14/8/2018).

Agus pun menilai hal tersebut dapat mengancam bisnis peternak susu sapi lokal karena mesti bersaing dengan susu impor. Sehingga dapat menjatuhkan harga susu sapi lokal.

Selain itu saat ini harga susu dalam negeri pun masih dinilai rendah, yakni Rp 5.300 per liter dari perkiraan biaya produksi mencapai Rp 6.500 per liter.

"Jadi sekarang harga masih jauh kan Rp 5.300 per liter hari ini. Padahal biaya produksi itu RP 6.500 per liter, jadi sudah apa-apa dipotong lagi jadi ini jelas mengancam," tutupnya.

Aturan permentan tentang pembelian susu sapi dikarenakan ancaman Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menilai barang impor miliknya sulit masuk ke Indonesia.

Sehingga hal itu membuat neraca perdagangan AS dan Indonesia tidak seimbang.

"Jadi neraca perdagangan AS jomplang karena impor dibatasi jadi defisit luar biasa. Nah itu dipakai untuk nekan Indonesia (untuk ubah permentan)," ujar Ketua Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia, Agus Warsito kepada detikFinance, Selasa (14/8/2018).

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Ketut Diarmita, menjelaskan Permentan itu diubah karena Pemerintah AS keberatan dengan kebijakan Indonesia. Ketut menjelaskan penyusunan Permentan nomor 30/2018 merupakan revisi dari Permentan nomor 26/2017.

Dalam Permentan nomor 30/2018 prinsip dasarnya adalah menghilangkan kemitraan sebagai salah satu pertimbangan dalam penerbitan rekomendasi.

"Perubahan ini dilakukan karena ada keberatan dari AS dan ancaman akan menghilangkan program GSP terhadap komoditi ekspor kita, sehingga dikhawatirkan akan menyebabkan penurunan ekspor produk Indonesia ke AS," ujar Ketut kepada detikFinance.

GSP adalah Generalized System of Preferance, merupakan program pemotongan tarif bea masuk produk yang diberikan oleh AS kepada negara tertentu sehingga produk tersebut memiliki daya saing harga yang kompetitif.

Menurut Ketut, Dengan perubahan permentan tersebut, program kemitraan antara pelaku usaha persusuan nasional dan peternak tetap diatur dalam rangka peningktan populasi dan produksi susu segar dalam negeri ( SSDN).

"Pelaksanaan kemitraan ini tetap kita dorong untuk dilakukan oleh seluruh pelaku usaha persusuan nasional," kata Ketut.

Peternak mengaku akan mendeklarasi ganti presiden di pilpres 2019 bila pemerintah tidak mengubah kewajiban pembelian susu sapi oleh importir.

Agus Warsito mengatakan pihaknya saat ini sedang berusaha untuk berbicara dengan Kementerian Pertanian. Pihaknya berharap akan adanya evaluasi terkait aturan tersebut.

Namun, bila permintaan tersebut tidak diindahkan oleh Kementan pihaknya mengancam untuk mengganti presiden.

"Kita sekarang wait and see lah. Mau konsolidasi sama Kementan biar dievaluasi lagi. Tapi kalau nggak ada langkah kongkret pemerintah ya solusinya 2019 ganti presiden," kata dia kepada detikFinance, Selasa (14/8/2018).

Namun sebelum memutuskan sejauh itu, pihaknya berharap pemerintah mau memberikan solusi dari revisi permentan tersebut. Ia memberi contoh seperti pemberian subsidi harga pakan sapi ternak.

"Kita tanyakan apa yang diinginkan? Memberikan kita ruang untuk hidup atau mati dengan membredeli permentan nomor 26 ini? Ya mungkin bisa memberikan subsidi harga susu atau harga pakan atau menambah ternak sapi ternak agar skala sapi perah semakin besar kan bisa," jelasnya.

Agus mengaku dampak perubahan aturan membuat bisnis susu sapi perah makin terancam.

Pasalnya, dengan tidak adanya kewajiban tersebut harga susu sapi diperkirakan akan jatuh, namun hal itu baru berdampak pada empat hingga lima bulan ke depan.

"Hari ini belum terasa dampaknya, saya proyeksi dampak ke depan luar biasa, ya empat sampai lima bulan ke depan akan kelihatan. Harga bisa jatuh tapi belum dihitung berapa karena industri bisa memainkan harga," kata dia kepada detikFinance, Selasa (14/8/2018).

Apalagi, ditambah harga susu saat ini masih dinilai kurang karena belum menutupi biaya produksi sebesar Rp 6.500 per liter.

"Harga yang kami terima saat ini Rp 5.300 per liter. Tapi itu belum menutupi biaya produksi yang kalau dihitung itu harganya sampai Rp 6.500 per liter minimal. Jadi ini jelas mengancam," tegasnya.

Menurut Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Ketut Diarmita kebijakan tersebut dikeluarkan karena Amerika Serikat (AS) mengancam akan mencabut produk ekspor Indonesia dari Generalized System of Preferance (GSP) sehingga bisa menurunkan nilai ekspor Indonesia.

"Penyusunan Permentan No 30/2018 yang merupakan revisi dari Permentan No 26/2017. Dalam Permentan No 30/2018 prinsip dasarnya adalah menghilangkan kemitraan sebagai salah satu pertimbangan dalam penerbitan rekomendasi," jelas dia kepada detikFinance, Selasa (14/8/2018).

"Perubahan ini dilakukan karena ada keberatan dari AS dan ancaman akan menghilangkan program GSP terhadap komoditi ekspor kita, sehingga dikhawatirkan akan menyebabkan penurunan ekspor produk Indonesia ke AS," sambung dia.

Menurut Ketut, meski tak mewajibkan penyerapan susu lokal, Kementan tetap meminta industri mengutamakan susu dari peternak lokal.

Lebih lanjut, Ketut memaparkan pada dasarnya aturan tersebut tetap mendukung peningkatan produksi susu lokal walaupun tidak mewajibkan.

"Dengan perubahan Permentan tersebut, program kemitraan antara pelaku usaha persusuan nasional dan peternak tetap diatur dalam rangka peningkatan populasi dan produksi susu segar dalam negeri (SSDN). Pelaksanaan kemitraan ini tetap kita dorong untuk dilakukan oleh seluruh pelaku usaha persusuan nasional," tutup dia.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia, Agus Warstio mengaku hingga saat ini pihaknya belum berbicara secara formal terkait perubahan aturan tersebut.

"Kecewa nggak diajak musyawarah tiba-tiba permentan ini keluar. KIta pun belum dapat penjelasan secara formal baru dari direktorat," tutup dia.

Agus menjelaskan pada dasarnya kebutuhan susu saat ini mencapai 4 juta liter. Namun produksi dalam negeri baru mampu memenuhi 800 ribu liter.

Sehingga sampai dengan hari ini sisa kebutuhan masih dipenuhi dengan impor dari negara Amerika Serikat, Selandia Baru, dan Australia.

Apalagi, menurutnya importir lebih menyukai impor susu dibanding membeli susu lokal karena harga yang lebih terjangkau.

"Harganya itu kalau dikonversi ke liter di bawah Rp 4.000. Kalau susu sapi kita kan segar itu sekarang sudah Rp 5.300 per liter," jelas dia kepada detikFinance.

"Jadi dengan adanya perubahan itu pasti makin jor-joran lah (impor susu) bisa sampai 5% (meningkat)," imbuh dia.

Padahal, Agus memaparkan susu yang diimpor berbentuk bubuk sehingga memiliki kualitas yang kurang dari susu segar lokal.

"Itu impor susunya bubuk itu nutrisinya berkurang lho setiap dipanasin. Kalau kita kan susu sapi segar," jelas dia.

Hide Ads