Antam dan PT Pembangunan Sulteng, perusahaan daerah (Perusda) yang dikelola Pemprov Sulteng tertarik mengelola tambang tersebut. Blok tambang tersebut merupakan wilayah pengelolaan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dengan status Kontrak Karya dalam periode 1968-2015.
Dirjen Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan nantinya penetapan wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) dilakukan setelah diperoleh Kompensasi Data dan Informasi (KDI). KDI sendiri masih dihitung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penawaran pengelolaan blok tambang, kata Bambang, juga belum bisa dilakukan sebelum hasil KDI didapatkan.
"Nggak bisa sebelum KDI dulu, sebelum WIUPK ditetapkan dengan KDInya belum bisa ditawarkan," ujar Bambang.
Proses KDI dilakukan secepatnya mengingat tak mudahnya mendapatkan data tersebut. Proses KDI juga membutuhkan dana yang tidak sedikit.
"Sesegera mungkin karena datanya susah dapatnya," kata Bambang.
Direktur Utama PT Pembangunan Sulteng Suaib Djafar mengatakan beberapa waktu lalu ada keanehan dalam proses tender. Pada Maret 2018 Perusda mendapatkan dokumen tender untuk WIUPK Produksi Bohodopi berikut nilai Kompensasi Data dan Informasi (KDI) WIUPK Produksi sebesar Rp 32 miliar.
Namun, pada Mei 2018 terjadi perubahan status menjadi WIUPK Eksplorasi dan juga kenaikan KDI menjadi Rp 184,8 miliar.
"Ini membingungkan perusda karena status WIUPK yang turun namun harga KDI menjadi hampir enam kali lipat harga sebelumnya," tambahnya.
Saksikan juga video 'Dirut Antam Ungkap Alasan di Balik Investasi Emas':
(ara/hns)