-
Jika kita diminta memilih hal yang harus diberi prioritas tertinggi untuk ditangani di Indonesia, maka dengan tidak ragu yang harus ditangani adalah defisit yang sangat serius di bidang infrastruktur. Defisit infrastruktur menghambat pertumbuhan ekonomi dan pemerataan di tanah air.
Dari seluruh cabang infrastruktur, yang saat ini paling menghambat adalah defisit dalam infrastruktur transportasi. Dampaknya memengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat luas, mulai dari biaya hidup, biaya perusahaan, daya saing ekonomi, sampai ke pertumbuhan ekonomi dan pemerataan secara nasional.
Infrastruktur transportasi perkotaan jadi yang paling kritis untuk dibenahi, khususnya Jakarta. Menuntaskan permasalahan kemacetan di Ibu Kota tak ubahnya seperti pungguk merindukan bulan alias menginginkan sesuatu hal yang tidak mungkin dapat terwujud.
Usaha menuntaskan permasalahan kemacetan di Ibu Kota sendiri bukan tak dilakukan. Sekitar 30 tahun yang lalu, sebuah moda transportasi massal yang bisa mengangkut penumpang dengan jumlah banyak sudah didambakan oleh warga Jakarta. Keinginan tersebut dipicu oleh semakin padatnya Jakarta oleh kendaraan-kendaraan pribadi dan tak teraturnya sistem transportasi kala itu.
, setidaknya ada lebih dari 25 studi subjek umum dan khusus yang telah dilakukan terkait dengan kemungkinan dibangunnya sistem Mass Rapid Transit (MRT) di Jakarta. Namun hal itu tak kunjung kejadian.
Pemerintah kala itu lebih memilih membangun jalan layang dan tol dibanding sistem transportasi massal. Jumlah kendaraan pribadi pun kian membludak. Gaya hidup punya mobil tanda sudah mapan pun menjadi paradigma yang lekat pada masyarakat, khususnya di perkotaan.
Budaya menggunakan transportasi umum menjadi kian sulit digalakkan. Berbagai kampanye dan kebijakan yang dibuat pemerintah tak mampu melawan gempuran penjualan kendaraan roda dua dan empat yang terus meningkat. Jakarta pun menjadi sangat kental dengan predikat kota super macet.
Namun kini predikat tersebut diharapkan bisa terkikis seiring dengan semakin dekat terwujudnya mimpi yang didambakan sejak puluhan tahun lalu itu. Sebuah moda transportasi massal berwujud kereta MRT akhirnya akan segera beroperasi di Ibu Kota.
Perubahan gaya hidup yang lebih baik digadang-gadang dengan beroperasinya MRT Jakarta. Berikut ulasannya:
Dalam waktu kurang dari 140 hari lagi, kereta MRT yang diidam-idamkan sebagai langkah awal mengubah Jakarta tersebut segera bisa digunakan.
Direktur Utama PT MRT Jakarta William Sabandar mengatakan kehadiran kereta MRT akan mengubah gaya hidup masyarakat dalam bertransportasi. Aman, nyaman dan andal menjadi tiga hal yang diusung untuk menarik masyarakat menggunakan moda ini.
"Akhirnya kita bisa naik kelas. Tujuannya bukan hanya sebagai sarana transoortasi publik tapi juga bagaimana bisa mengubah gaya hidup," kata William di kantornya, Jakarta, Senin (10/10/2018).
 Dirut MRT Jakarta William Sabandar Foto: Eduardo Simorangkir |
William mengatakan Jakarta bakal naik kelas menjadi kota modern yang sejajar dengan kota di negara-negara maju seperti Tokyo, Singapura dan Hong Kong. MRT Jakarta akan mengajarkan masyarakat untuk disiplin terhadap waktu.
"Kalau intervensi penggunaan transportasi publik nggak dilakukan, di 2020 Jakarta akan gridlock alias nggak bisa jalan lagi," ujar William.
Kehadiran MRT Jakarta juga akan membawa sumber pertumbuhan ekonomi baru di wilayah-wilayah yang dilaluinya. Stasiun-stasiun MRT Jakarta yang ada akan dikembangkan sebagai kawasan berorientasi transit atau transit oriented development (TOD) untuk memadukan fungsi transit dengan manusia, kegiatan, bangunan dan ruang publik di perkotaan.
Kawasan berorientasi transit tersebut akan menciptakan pembangunan berbasis mix used seperti di kota-kota besar. Perumahan, perkantoran hingga mal akan menjadi saling terhubung sehingga gaya hidup menggunakan transportasi umum semakin dipilih.
Dengan demikian penggunaan kendaraan pribadi akan semakin berkurang. PT MRT Jakarta sendiri akan mengandalkan TOD sebagai sumber lain pemasukan perseroan.
Pembangunan MRT Jakarta sendiri dibagi atas tiga fase, yakni koridor Selatan ke Utara (2 fase) dan koridor Timur ke Barat (fase 3).
Fase I sendiri telah dimulai pembangunannya sejak 2013 lalu. Sedangkan fase II dimulai pada akhir 2018 dan fase III direncanakan dimulai pada tahun 2020.
William mengatakan saat ini pembangunan fase I telah mencapai 96,53%. Rinciannya 95,63% untuk jalur layang yang membentang dari Lebak Bulus hingga Senayan sepanjang 10 km dan 97,91% untuk jalur bawah tanah yang membentang sepanjang 6 km dari Senayan hingga Bundaran Hotel Indonesia (HI).
Jelang beroperasi pada Maret 2019 mendatang, MRT Jakarta fase I telah melakukan System Acceptance Test (SAT) sejak Agustus 2018 lalu. Hal itu dilakukan untuk menguji sistem persinyalan kereta, telekomunikasi, dan Overhead Catenary System (OCS).
Kereta juga telah memulai tes pergerakan kereta kesatu di jalur utama sejak pertengahan September lalu. Sedangkan kereta kedua hingga ke-16 akan memulai tes pergerakan di jalur utama pada Desember 2018 mendatang.
Setelah itu, kereta akan memulai uji coba sistem operasi secara parsial dan penuh sebelum akhirnya digunakan komersial pada akhir Maret 2019.
 MRT Jakarta Mulai Uji Coba Persinyalan Foto: Istimewa/MRT Jakarta |
Pada fase satu ini, sebanyak 16 set kereta akan dioperasikan dari jam 5 pagi hingga 12 malam. Setiap harinya, diperkirakan jumlah penumpang yang bisa diangkut mencapai 173.400 penumpang.
William memastikan, dengan menggunakan MRT Jakarta waktu tempuh dari Lebak Bulus hingga Bundaran HI bisa ditempuh dalam 30 menit dengan jarak antarkereta 5 menit sekali. Kepastian ini tentu menjadi daya tarik yang dapat diandalkan.
"Jadi semua tepat waktu. Kalau kita berangkat jam 6.05 WIB dari Lebak Bulus, dipastikan sampai jam 6.35. Selama ini kan kita berebutan karena tidak ada kepastian," ungkapnya.
Dengan demikian, William yakin misi MRT Jakarta membangun jaringan transportasi publik yang aman, terpercaya, dan nyaman dapat tercapai.
Untuk memastikan misi tersebut tercapai, pembangunan fase II tengah disiapkan pada akhir tahun ini. Setelah dari bundaran HI, fase II akan dilanjutkan hingga ke Kampung Bandan dengan panjang 8 km.
Fase II akan melewati delapan stasiun yang semua jalurnya dibangun di bawah tanah. Di antaranya Sarinah, Monas, Harmoni, Sawah Besar, Mangga Besar, Glodok, Kota dan Kampung Bandan.
Depo kedua juga akan dibangun di Kampung Bandan untuk melengkapi tempat peristirahatan kereta MRT yang nantinya secara total akan berjumlah 31 set kereta.
"Headway harus dibuat 3 menit saat fase II beroperasi, sehingga butuh tambahan 15 keret lagi. Makanya harus ada depo baru," ujar William.
Pembangunan MRT fase II membutuhkan dana sekitar Rp 22,5 triliun, dengan penambahan anggaran fase I Rp 2,6 triliun, sehingga total anggaran yang akan digelontorkan mencapai 25,1 triliun. Japan Internasional Coorperation Agency (JICA) juga akan memberikan pinjaman dana seperti fase I.
William mengatakan saat ini pembahasan mengenai tarif MRT Jakarta masih terus dibicarakan. Tarif nantinya akan diputuskan oleh Gubernur dan segera diumumkan dalam waktu dekat.
PT MRT Jakarta sendiri telah mengusulkan tarif kepada Pemprov DKI sebesar Rp 8.500 setiap 10 km. Tarif dipatok berdasarkan jarak yang ditempuh pengguna.
Angka tersebut sesuai dengan survei ridership yang telah dilakukan PT MRT Jakarta baru-baru ini terhadap 10.000 responden. William bilang, survei tersebut menyatakan bahwa kemampuan membayar rata-rata responden berkisar Rp 8.500 per 10 km.
Adapun formula rumus tersebut berasal dari Rp 1.500 (biaya tetap atau fixed cost) ditambah Rp 700/km nya. Sehingga setiap 10 km, pengguna akan dipatok biaya Rp 8.500.
"Jadi tarifnya by distance. Kalau setiap 1 km itu berarti tarifnya Rp 2.200. Kalau 2 km, Rp 1.500 ditambah 1.400 (Rp 700/km) jadi Rp 2.900," jelas William.