Sejak 2014-2017, pertumbuhan ekonomi rata-rata stagnan di 5%. Jika dilihat lebih dalam angka target setiap tahunnya justru tidak ada satu pun yang tercapai.
Lantas, apakah masih ada peluang bagi Jokowi-JK merealisasikan ekonomi 7% di sisa waktu kepemimpinannya?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Badan Pusat Statistik (BPS) menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh lebih tinggi dari level 5%. Ekonomi nasional tumbuh 5,07% sepanjang 2017.
Hal itu menjadi tanda bahwa semakin jauhnya pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) yang pernah menargetkan tumbuh di level 7%.
Kepalan BPS Suhariyanto mengatakan, ekonomi nasional sepanjang 2017 masih terkendala pada sektor konsumsi rumah tangga yang mengalami perlambatan. Pasalnya, konsumsi merupakan salah satu komponen yang berkontribusi besar terhadap ekonomi, disusul oleh investasi dan ekspor.
"Sekarang kita harus lihat untuk menggerakkannya, kuncinya adalah pada komponen yang mempunyai kontribusi tinggi, kalau saya lihat dari pengeluaran tentu adalah konsumsi rumah tangga, investasi, konsumsi pemerintah, ekspor dan impor," kata Suhariyanto di Kantor BPS, Jakarta, Senin (5/2/2018).
Berdasarkan sektor pengeluaran, pertumbuhan ekonomi masih ditopang oleh kontribusi rumah tangga sebesar 56,13%, namun pertumbuhannya hanya di level 4,95% atau melambat dibanding pada 2016 yang sebesar 5,01%.
Lalu PMTB atau investasi kontribusinya 32,16% dengan total pertumbuhan 6,15%, untuk ekspor kontribusinya 20,37% dengan pertumbuhannya 9,09%, konsumsi pemerintah kontribusinya 9,1% dengan pertumbuhan 2,14%, dan konsumsi LNPRT kontribusinya 1,18%, dan pertumbuhannya 6,91%.
Menurut Kecuk, jika pemerintah ingin pertumbuhan ekonomi di level 6% ke atas. Salah satu yang harus dilakukan adalah memastikan tiga komponen yang berkontribusi besar harus benar-benar tumbuh tinggi.
Dia mengungkapkan, salah satu instruksi Presiden Jokowi kepada seluruh jajaran menteri kabinet kerja adalah menjaga situasi politik dan keamanan NKRI.
Untuk investasi, perlu dilakukan deregulasi kebijakan-kebijakan khususnya yang selama in menghambat arus dana masuk ke Indonesia.
Sedangkan untuk ekspor, kata Kecuk, perlu ditingkatkan kepada produk yang memiliki nilai tambah, dan melebarkan sayap ke negara-negara non tradisional.
"Jadi kalau bisa enggak kita 6%, bisa, tapi ada syarat tadi," jelas dia.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun sepakat, beberapa faktor yang bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional meliputi konsumsi, investasi, hingga ekspor.
"Di dalam APBN kita tetap melihat sumber-sumber pertumbuhan ekonomi yang memungkinkan untuk dicapai dan menjadi acuan bagi perhitungan dari APBN tahun 2019," ujar dia di DPR Jakarta, Selasa (28/8/2018).
Baca juga: Ekonomi Stagnan, Kritik pun Datang |