Kebijakan Ekonomi Nggak Nendang, Investasi Triwulan III Turun 1,6%

Kebijakan Ekonomi Nggak Nendang, Investasi Triwulan III Turun 1,6%

Danang Sugianto - detikFinance
Rabu, 31 Okt 2018 09:41 WIB
Kebijakan Ekonomi Nggak Nendang, Investasi Triwulan III Turun 1,6%
Foto: Ilustrasi: Luthfi Syahban
Jakarta - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat adanya penurunan realisasi investasi pada periode Juli-September 2018 dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.

Selama kuartal III-2018 realisasi investasi yang terdiri dari penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebesar Rp 173,8 triliun. Angka itu turun 1,6% dibanding kuartal III-2017 sebesar Rp 176,6 triliun.

Realisasi PMDN Juli-September 2018 Rp 84,7 triliun naik 30,5% dari Juli-September 2017 Rp 64,9 triliun. Sedangkan realisasi PMA turun 20,2% dari Rp 111,7 triliun jadi Rp 89,1 triliun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kepala BKPM Thomas Lembong menilai penurunan realisasi investasi ini lantaran kebijakan ekonomi yang kurang nendang. Meskipun jika dilihat secara year to date Januari-September 2018 realisasi investasi naik 4,3 dari Rp 513,2 triliun (Januari-September 2017) menjadi Rp 535,4 triliun.

Berikut ulasan selengkapnya:
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengatakan, penurunan realisasi investasi di kuartal III-2018 lebih disebabkan faktor internal. Meskipun ekonomi RI juga tengah dibayangi kondisi eksternal yang kurang menggembirakan seperti perang dagang dan melemahnya mata uang.

"Saya pribadi tetap menempatkan tanggung jawab pada faktor internal. Jadi menurut saya eksekusi implementasi dari kebijakan yang pro investasi masih kurang. Faktor eksternal itu di luar kendali kita. Kita jangan berlebihan menyalahkan faktor eksternal," tuturnya di Gedung BKPM, Jakarta.

Menurut Thomas, realisasi investasi merupakan buah panen dari apa yang ditanamkan 1 tahun sebelumnya. Menurutnya pada 2017 tidak ada kebijakan pro investasi yang kuat.

Kondisi ekonomi global yang tidak menentu seharusnya bisa diantisipasi jika ada kebijakan yang mampu menggenjot investasi. Sayangnya Thomas memandang tidak ada kebijakan yang benar-benar berhasil diterapkan.

"Secara manajerial kita harus fokus ke dalam. Kita harus sikapinya dengan dewasa dan mengakui bahwa mohon maaf tapi menurut saya eksekusi visi dari Presiden masih kurang," tambahnya.

Thomas mencontohkan salah satu kebijakan yang dianggapnya kurang 'nendang' adalah insentif tax holiday atau libur bayar pajak untuk wajib pajak badan selama 5-20 tahun. Menurutnya kebijakan itu kurang mendapatkan antusias dari para investor.

"Kita sudah keluarkan tax holiday 20 tahun tapi sepi peminat. Saya kira tidak lebih dari 10 investor yang melamar. Kebijakan ini hanya mencakup 3% dalam subsektor ekonomi. Jadi kriterianya terlalu sempit tidak nendang," imbuhnya.

Kini, kata Thomas, Presiden Joko Widodo meminta untuk Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk mengkaji perpanjangan batas waktu libur bayar pajak atau tax holiday menjadi 50 tahun.

Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) periode Januari-Sepetember 2018 mencapai Rp 293,7 triliun. Angka itu turun dari periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar Rp 318,5 triliun.

Penurunan realisasi PMA itu terjadi lantaran negara asal investasi terbesar RI juga melakukan pengereman. Bahkan 5 negara asal investor terbesar RI juga ikut menahan realisasi investasinya.

"Itu bukan karena proyeknya batal tapi karena proyek yang ditunda. Jadi ada proyek yang diwacanakan beberapa waktu lalu tapi karena eksekusi kebijakan, eksekusi pengawalan tidak optimal masih belum bisa terealisasi di triwulan I, II atau 3 tahun ini. Mungkin bisa terealisasi di triwulan IV. Paling lambat bisa terealisasi triwulan I-2019," kata Thomas.

Melansir data BKPM, realisasi investasi dari Tiongkok pada periode Januari-September 2017 mencapai US$ 2,7 miliar. Namun pada periode yang sama tahun ini realisasi investasi Tiongkok hanya mencapai US$ 1,8 miliar atau turun 33,33%

Penurunan realisasi investasi paling besar terjadi dari Tiongkok. Banyak memang proyek yang berasal dari Tiongkok tengah terkendala, salah satunya proyek Meikarta yang sebagian besar investor pendanaannya dari Tiongkok.

Untuk realisasi investasi PMA dari awal tahun paling besar berasal dari Singapura yang mencapai US$ 6,7 miliar atau setara 30,6%. Singapura investasi di RI di 4.381 proyek

Di posisi kedua ada Jepang 17,4% sebesar US$ 3,8 miliar. Investor Jepang menanamkan modalnya di 2.731 proyek.

Kemudian Tiongkok 8,2% sebesar US$ 1,8 miliar dari 1.265 proyek. Lalu keempat ada Hong Kong 7,3% sebesar US$ 1,6 miliar atas 1.000 proyek, dan Korea Selatan 6,4% sebesar US$ 1,4 miliar dengan 2.160 proyek.

Sementara di posisi ke 6 hingga 10 ada Malaysia 1.132 proyek senilai US$ 1,18 miliar, Amerika Serikat 512 proyek senilai US$ 1 miliar, British Virgin Island 749 proyek senilai US$ 786 juta, Belanda 724 proyek senilai US$ 776 juta dan Australia 532 proyek senilai US$ 344 juta.

Realisasi investasi (PMA dan PMDN) paling banyak ada di Jawa Barat senilai Rp 88,4 triliun. Nomor dua di DKI Jakarta Rp 85,0 triliun, diikuti Banten Rp 46,1 triliun, Jawa Tengah Rp 41,9 triliun, dan Jawa Timur Rp 36,1 triliun.

Sementara jika dilihat dari PMA saja, investor asing paling senang menanamkan modalnya juga di Jawa Barat senilai US$ 4,6 miliar. Diikuti DKI Jakarta US$ 3,5 miliar, Banten US$ 2,3 miliar, Banten US$ 2,3 miliar, Jawa Tengah US$ 1,6 miliar dan Sumatera Selatan US$ 0,9 miliar.

Sedangkan untuk PMDN paling banyak menanamkan modalnya di DKI Jakarta senilai US$ 37,9 triliun. Diikuti Jawa Barat Rp 27,6 triliun, Jawa Timur Rp 23,8 triliun, Jawa Tengah Rp 20,5 triliun dan Kalimantan Timur Rp 20,2 triliun.

Realisasi investasi selama Januari-September 2018 yang sebesar Rp 535,4 triliun itu juga tercatat naik 4,3% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 513,2 triliun.

Namun jika dilihat secara kuartalan, realisasi investasi periode Juli-September 2018 sebesar Rp 173,8 triliun. Angka itu turun 1,6% dibanding triwulan III-2017 Rp 176,6 triliun.

Hide Ads