Impor Naik, Neraca Dagang RI Masih Surplus

Impor Naik, Neraca Dagang RI Masih Surplus

Eduardo Simorangkir - detikFinance
Selasa, 16 Apr 2019 08:25 WIB
1.

Impor Naik, Neraca Dagang RI Masih Surplus

Impor Naik, Neraca Dagang RI Masih Surplus
Foto: agung pambudhy
Jakarta - Neraca dagang Indonesia pada bulan Maret 2019 kembali mencatatkan surplus. Setelah pada bulan sebelumnya berhasil mencetak angka positif US$ 330 juta, Maret 2019 neraca dagang pada Maret 2019 surplus lebih tinggi lagi yakni sebesar US$ 540 juta.

Torehan ini meleset dari prediksi para ekonom yang memproyeksi neraca dagang pada Maret 2019 akan kembali negatif. Laju ekspor yang terkontraksi dan impor yang meningkat dipercaya menjadi faktor tekor neraca perdagangan Maret 2019.

Faktanya Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor pada Maret 2019 berhasil naik 11,71% dibanding bulan sebelumnya meski impor juga ikut naik 10,31% menjadi US$ 13,49 miliar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Digabung ekspor dan impor maka neraca dagang pada bulan Maret surplus US$ 0,54 miliar," kata Kepala BPS Suhariyanto di kantornya, Jakarta, Senin (15/4) kemarin.

Meski mengalami surplus pada Maret 2019, namun bila ditarik sejak awal tahun atau pada periode Januari-Maret, Indonesia masih mengalami defisit neraca perdagangan. Berikut informasi selengkapnya mengenai perkembangan neraca dagang Indonesia pada Maret 2019:

BPS mencatat ekspor Maret 2019 naik 11,71% secara bulanan (month on month/mtm) dengan nilai US$ 14,03 miliar. Namun jika dibandingkan pada tahun sebelumnya (year on year/yoy), ekspor Maret 2019 turun 10,01% dibandingkan Maret 2018.

"Peningkatan ekspor Maret 2019 dipicu kenaikan ekspor non migas yang naik 13%. Sementara ekspor migas turun 15,7%. Karena ekspor minyak mentahnya turun sementara nilai ekspor gasnya naik," kata Kepala BPS Suhariyanto.

Berdasarkan sektornya, hampir seluruh sektor meningkat kecuali migas. Pertanian tumbuh 15,91% dari posisi bulan lalu menjadi US$ 270 juta. Peningkatan bulanan ditopang oleh ekspor tanaman obat, rumput laut, mutiara dan hasil hutan bukan kayu.

Dari industri pengolaha, ekspornya meningkat 9,48% dibandingkan bulan sebelumnya menjadi US$ 10,31 miliar. Peningkatan didorong oleh ekspor besi baja, logam mulia, tembaga dan kimia dasar organik.

Sedangkan dari sektor pertambangan, terjadi peningkatan ekspor sebesar 31,08% pada Maret 2019 dari bulan sebelumnya menjadi US$ 2,36 miliar. Akan tetapi, realisasi tahunannya turun 15,37% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kenaikan ekspor tambang secara bulanan ditopang oleh kenaikan ekspor batubara, lignite dan tembaga.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan hampir semua golongan impor mengalami kenaikan. Total impor Indonesia sepanjang Maret 2019 tercatat naik 10,31% dibanding Februari 2019 menjadi US$ 13,49 miliar.

Naiknya impor ditopang oleh peningkatan pada nilai impor non migas sebesar 12,24% yang sebesar US$ 1,3 miliar. Sedangkan impor migas tercatat turun US$ 42,8 juta (-2,7%).

Meski impor naik, neraca dagang Indonesia pada Maret 2019 masih tertolong oleh ekspor yang tembus US$ 14,03 miliar. Hasilnya, neraca dagang kembali mencatatkan surplus, kali ini jumlahnya US$ 540 juta.

Jika dilihat dari golongan barangnya, nilai impor non migas naik disumbang signifikan oleh beberapa jenis barang. Peningkatan terbesar dialami oleh golongan mesin dan peralatan listrik sebesar US$ 211,2 juta, diikuti golongan mesin/pesawat mekanik US$ 124 juta, besi dan baja US$ 123,1 juta, serealia US$ 112,5 juta serta perhiasan/permata sebesar US$ 98 juta.

Sedangkan nilai impor menurut penggunaan barang, baik barang konsumsi, bahan baku atau penolong dan barang modal selama Maret 2019 naik dibanding bulan sebelumnya. Impor barang konsumsi naik 13,49%, bahan baku/penolong naik 12,34% dan barang modal naik 0,47%.

"Barang konsumsi yang naik di antaranya impor mesin AC, anggur fresh dari Australia. Lalu impor jeruk mandarin, dan karena dekat Ramadan ada impor kurma umumnya dari Tunisia," kata Suhariyanto.

"Untuk bahan baku barangnya yang naik itu ada gold, gasoline, mobile telephone tanpa baterai. Dan barang modal itu ada water heater, laptop, barang elektronik dan beberapa jenis kendaraan truk," tambahnya.


China masih menjadi negara yang paling banyak melakukan impor ke Indonesia pada Maret 2019.

Tiga negara pemasok barang impor non migas terbesar selama Januari-Maret 2019 diisi oleh China dengan nilai US$ 10,42 miliar, Jepang US$ 3,97 miliar dan Thailand US$ 2,42 miliar. Dengan demikian China menjadi negara asal impor terbesar dengan peran 29,01%.

"Jadi pangsa impor non migas terbesar adalah china. Kemudian Jepang dan disusul Thailand," kata Kepala BPS Suhariyanto.

Dilihat dari agregat neraca dagang, Indonesia juga masih kalah dibanding China, Thailand dan Australia. Sementara negara yang berhasil diungguli adalah AS, India dan Belanda.

"Defisit neraca dagang kita dengan China agak dalam sebesar US$ 5,18 miliar," kata pria yang akrab disapa Kecuk ini.

Sementara jika dibandingkan periode yang sama (Januari-Maret) tahun lalu, impor dari 13 negara utama turun 5,5%. Penurunan ini terutama disumbang oleh Singapura US$ 682,4 juta, Jepang US$ 361,1 juta, dan Amerika Serikat (AS) US$ 183,2 juta.

Sedangkan dari sisi peranan terhadap total impor non migas Januari-Maret 2019, kelompok negara ASEAN merupakan penyumbang terbesar yaitu 19,21%, diikuti oleh Uni Eropa sebesar 8,37%.


Nilai ekspor Indonesia pada Maret 2019 tercatat sebesar US$ 14,03 miliar atau naik 11,71% dibanding ekspor pada Februari 2019. Namun jika dibandingkan Maret 2018, nilai ini tercatat menurun 10,01%.

Situasi pertumbuhan ekonomi global yang bergejolak membuat ekspor Indonesia agak susah 'berlari kencang'. Harga komoditas yang masih fluktuatif juga mempengaruhi nilai ekspor Indonesia.

"Tahun 2019 bukan tahun yang mudah. Pertumbuhan ekonomi global diproyeksi akan melambat. Perlu perhatian ke negara-negara tujuan ekspor seperti China, Jepang, India dan Singapura," kata Suhariyanto.

Suhariyanto bilang, ke depan komoditas-komoditas ekspor utama Indonesia perlu jadi perhatian khusus. Pasalnya komoditas tersebut mengalami volatilitas harga yang cukup tinggi.

"Kita perlu waspadai harga komoditas ekspor utama kita seperti kelapa sawit, karet dan batu bara," ujarnya.


Hide Ads