Hasilnya Kementerian Keuangan menilai hasil audit terhadap laporan keuangan Garuda Indonesia tidak sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku.
Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) juga memiliki pandangan yang sama. Laporan keuangan Garuda Indonesia 2018 perlu dirombak ulang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Audit Laporan Keuangan Garuda Tak Sesuai Standar
Foto: Ari Saputra
|
Adapun KAP yang dimaksud adalah Tanubrata Sutanto Brata Fahmi Bambang & Rakan Member of BDO Internasional.
"Kesimpulannya ada dugaan yang berkaitan dengan pelaksanaan audit itu belum sepenuhnya mengikuti standar akuntansi yang berlaku," kata Hadiyanto di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat (14/6/2019).
Hadiyanto bilang, hingga saat ini pihak Kementerian Keuangan tidak bisa memberikan sanksi secara langsung meskipun sudah ada kesimpulan yang menyebut audit tidak sesuai standar akuntansi. Pasalnya, Garuda Indonesia merupakan perusahaan terbuka yang sebagian sahamnya dimiliki oleh publik.
"Sehingga sanksi yang berkaitan dengan dugaan adanya kelalaian dalam pelaksanaan audit dan pemberian opini perlu secara bersama dengan OJK di-assest, sehingga apa sanksi yang akan diterapkan," ujar dia.
Meski demikian, Hadiyanto mengaku pihak Kementerian Keuangan sudah berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hanya saja, mengenai penetapan sanksinya belum diputuskan.
"Kita kordinasi, kita siap. Karena secara case kita sudah melaporkan ke bu menteri (Sri Mulyani) situasinya, tapi karena menyangkut emiten kita masih menunggu kordinasi final dari OJK," ungkap dia.
Kemenkeu Gandeng OJK Putuskan Sanksi Soal Kisruh Laporan Keuangan Garuda
Foto: Ari Saputra
|
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Keuangan Hadiyanto mengaku akan memberi sanksi kepada auditor. Hanya saja menunggu waktu yang tepat dan harus diselaraskan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Sehingga sanksi yang berkaitan dengan dugaan adanya kelalaian dalam pelaksanaan audit dan pemberian opini perlu secara bersama dengan OJK di-assest, sehingga apa sanksi yang akan diterapkan," kaya Hadiyanto di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (14/6/2019).
"Pemikiran kenapa dengan OJK karena Garuda adalah emiten, perusahaan publik," tambah dia.
Menurut Hadiyanto, pihak Kemenkeu bisa memberikan sanksi secara langsung jika status perusahaan yang diaudit KAP tidak melantai di bursa atau emiten.
Pasalnya, OJK harus mengkaji terlebih dahulu mengenai sanksi yang nantinya berdampak terhadap para pemegang saham Garuda Indonesia.
"Tapi kalau yang kegiatan KAP yang non emiten kita P2PK bisa langsung melakukan tindakan baik sanksi maupun peringatan maupun pembinaan," jelas dia.
Oleh karena itu, kata Hadiyanto, sanksi yang akan diberikan kepada KAP dan juga Garuda Indonesia masih menunggu waktu. Sebab, pihak Kementerian Keuangan dan OJK masih berkoordinasi.
"Keywords-nya adalah kita masih menunggu koordinasi final dengan OJK," jelas dia.
IAPI Dorong BEI Beri Sanksi ke Garuda Indonesia
Foto: Erna Mardiana/detikTravel
|
Ketua Umum IAPI Tarkosunaryo mengatakan, pihaknya dimintai masukan terkait dengan perlakuan akuntansi atas transaksi kerja sama Garuda Indonesia dengan PT Mahata Aero Terknologi. Kerjasama itu nilainya mencapai US$ 239,94 juta atau sekitar Rp 2,98 triliun.
Dana itu masih bersifat piutang tapi sudah diakui oleh Manajemen Garuda Indonesia sebagai pendapatan. Alhasil, pada 2018 secara mengejutkan BUMN maskapai itu meraih laba bersih US$ 809,85 ribu atau setara Rp 11,33 miliar (kurs Rp 14.000).
"Dari hal-hal teknis, karena Mahata bekerja di pesawatnya Garuda. Maka tidak mungkin Garuda akan lepas tangan terkait dengan kerja sama bisnis tersebut," ujarnya kepada detikFinance, Jumat (14/6/2019).
Menurut Tarko kerja sama yang diteken Desember 2018 itu terlalu dini diakui dalam laporan keuangan 2018. Menurutnya salah satu alasan Garuda Indonesia mengakui pendapatan US$ 239 juta karena dianggap tidak ada lagi kewajiban di kemudian hari atas hak tersebut atau sepenuhnya dianggap telah dialihkan ke Mahata.
"Namun penilaian bahwa Garuda tidak lagi menanggung kewajiban atas pengalihan hak tersebut kurang tepat. Karena Garuda masih akan terlibat dalam skema bisnis tersebut, masih akan terlibat dalam pelaksanaan layanan kepada penumpangnya," tambahnya.
Dia menerangkan, masih ada hal-hal krusial yang harus dilakukan Garuda dulu sebelum mengakui piutang itu sebagai pendapatan. Pertama alat koneksi internet itu harus sudah terpasang di pesawat Garuda.
"Kedua, izin dari Airbus dan Boeing harus keluar," tambah Tarko.
Ketiga, karena alat-alat dan layanan dari Mahata ditempatkan pada pesawat Garuda, maka masih banyak hal yang sifatnya kontinjensi. Kontinjensi adalah kondisi masih tidak adanya kepastian diperolehnya keuntungan.
Untuk itu, IAPI menyarankan agar BEI menjatuhkan sanksi kepada Garuda Indonesia sebagai perusahaan tercatat untuk merombak dan menyajikan kembali laporan keuangan 2018.
Tarko juga menekankan bahwa dalam kisruh ini, seharusnya yang terlebih dahulu dijatuhkan sanksi adalah manajemen Garuda Indonesia. Setelah itu baru auditornya, dalam hal ini KAP Tanubrata Sutanto Brata Fahmi Bambang & Rakan Member of BDO Internasional.
"Karena yang paling pokok itu adalah informasi keuangan, bukan mengenakan sanksi ke auditor. Jadi direksi perlu memperbaiki dulu laporan keuangannya dengan berkoordinasi dengan auditor. Termasuk mengikuti proses sesuai ketentuan yang ada, apalagi laporan keuangan 2018 itu sudah disahkan oleh RUPS," tutupnya.
Halaman 2 dari 4