Ekonomi China hanya tumbuh 6,2% di kuartal II-2019. Angka ini terendah sejak 1992.
Presiden AS Donald Trump melalui akun Twitternya mencuit bahwa penerapan tarif memberikan pengaruh pada ekonomi AS.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski ketegangan antar kedua negara sudah mereda, tarif sebesar US$ 250 miliar terhadap barang-barang China tetap diberlakukan dan menghantam sektor manufaktur dan pertanian. Beberapa perusahaan AS juga mengalihkan pemasoknya ke negara Asia lainnya seperti Vietnam, Taiwan, Korea Selatan dan Bangladesh.
Kembali soal perang dagang, ketegangan tersebut dinilai bukan menjadi masalah utama yang membuat ekonomi China loyo. Perlambatan ekonomi China lebih disebabkan oleh utang yang menumpuk dan daya beli masyarakat.
China telah berjuang selama bertahun-tahun untuk mengendalikan tingkat utang yang tinggi. Total utang China tercatat sebesar US$ 40 triliun yang terdiri dari utang pemerintah, swasta dan rumah tangga yang setara dengan 300% dari PDB China per Maret 2019.
Pemerintah China berupaya memperketat peraturan sistem keuangan, mengurangi pinjaman bank, dan menekan pinjaman yang tidak diatur. Namun, upaya China mengurangi ketergantungannya dari utang menyulitkan perusahaan untuk tumbuh.
Pukulan tambahan untuk pertumbuhan ekonomi China kali ini adalah masyarakat yang menahan belanjanya seiring bertambahnya utang. Selain itu, harga properti yang meningkat juga menekan daya beli mereka.
Sedangkan untuk penjualan ritel melemah yang hanya tumbuh 8,4% di semester I-2019 dari periode yang sama tahun lalu 9%. Penjualan produk Apple tercatat turun 21,5% di kuartal II-2019 dari periode yang sama tahun lalu. Padahal China menyumbang 18% dari total pendapatan Apple.
Kemudian dari sektor otomotif, Ford mengalami penurunan penjualan 22% di kuartal II-2019 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. General Motors juga demikian dengan penurunan 12%.
Perlu diketahui, perlambatan ekonomi China terjadi sebelum perang dagang dengan AS terjadi. Ekonomi China sempat menyentuh level tertingginya di 2007 dengan pertumbuhan 14,2% yang selanjutnya melemah.
Upaya China mengalihkan ekonominya daru manufaktur ke teknologi juga berkontribusi terhadap perlambatan. Beijing telah memangkas kapasitas produksi baja, semen, pembuatan kapal, dan mendorong perusahaan domestik untuk beralih ke produk yang memiliki nilai tambah lebih besar.