Daftar Terkini Fintech Abal-abal hingga Gadai Ilegal, Hati-hati!

Round-Up 5 Berita Terpopuler

Daftar Terkini Fintech Abal-abal hingga Gadai Ilegal, Hati-hati!

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Jumat, 06 Sep 2019 21:00 WIB
Daftar Terkini Fintech Abal-abal hingga Gadai Ilegal, Hati-hati!
Ilustrasi Fintech/Foto: istimewa
Jakarta - Berita terpopuler detikFinance Jumat (6/9/2019) adalah daftar terkini lembaga pinjaman online (Fintech) hingga gadai ilegal alias tak berizin. Daftar tersebut dirilis Satgas Waspada Investasi.

Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Tobing mengatakan keberadaan fintech lending ilegal masih sangat mengkhawatirkan karena jumlah yang beredar di internet dan aplikasi telepon genggam tetap banyak, meski Satgas sudah meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk langsung memblokirnya.

Selain fintech ilegal, Satgas Waspada Investasi juga merilis daftar 30 gadai ilegal. Mau tahu informasi selengkapnya? Baca 5 berita terpopuler detikFinance berikut ini:
Satgas Waspada Investasi dalam penindakannya kembali menemukan 123 fintech lending ilegal dan 30 usaha gadai yang tidak terdaftar di OJK serta 49 entitas penawaran investasi yang tidak berizin.

Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Tobing mengatakan keberadaan fintech lending ilegal masih sangat mengkhawatirkan karena jumlah yang beredar di internet dan aplikasi telepon genggam tetap banyak, meski Satgas sudah meminta Kementerian Kominfo untuk langsung memblokirnya.

"Jadi kami mengharapkan masyarakat dapat lebih jeli sebelum memutuskan untuk melakukan pinjaman secara online dengan melihat apakah fintech lending tersebut telah terdaftar di OJK atau belum," kata Tongam dalam keterangan tertulis, Jumat (6/9/2019).

Baca selengkapnya di sini: Daftar Terbaru Fintech Ilegal dan Investasi Bodong, Waspadalah!

Satgas waspada investasi menemukan 30 usaha gadai liar atau tempat gadai yang usahanya tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing menjelaskan dari 30 usaha gadai itu ada 57 outlet yang belum mendaftar dan mengajukan izin ke OJK.

"Tapi mereka telah melakukan kegiatan usaha sehingga kegiatan yang dilakukan dikategorikan ilegal," kata Tongam dalam siaran pers, Jumat (6/9/2019).

Berdasarkan ketentuan di POJK 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian yang mengatur seluruh kegiatan usaha pergadaian swasta diwajibkan untuk mendaftarkan diri kepada OJK dalam tenggat batas waktu 2 tahun sejak POJK tersebut terbit yaitu batas akhir Juli 2019.

Satgas Waspada Investasi telah melakukan pemanggilan terhadap 30 kegiatan usaha gadai swasta tersebut untuk menghentikan kegiatan usahanya karena tidak terdaftar dan berizin dari OJK, Satgas Waspada Investasi juga meminta kepada masyarakat untuk tidak bertransaksi dengan usaha gadai swasta yang ilegal tersebut.

Berikut daftar gadai ilegal yang usahanya tidak terdaftar di OJK: Waspada! Ini Daftar 30 Gadai Liar Terbaru

Materi presentasi Bank Dunia ke pemerintah beberapa hari lalu menyebutkan jika pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terus menurun akibat produktivitas yang lemah. Kemudian kondisi current account deficit (CAD) juga disebut semakin terpuruk, hal-hal ini dinilai akan mempengaruhi aliran modal asing yang masuk dan keluar dari Indonesia.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan seluruh dunia saat ini memang sedang mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Meski begitu, dia optimis jika dana asing tak akan keluar dari Indonesia. Hal tersebut karena pemerintah berupaya penuh untuk mengeluarkan kebijakan agar Indonesia tetap menarik di mata internasional.

"Kita akan perbaiki kebijakan ini untuk menyampaikan jika kondisi perekonomian Indonesia yang masih tumbuh di atas 5%, inflasi terjaga, perbaikan di sektor bangunan, kemiskinan, pertumbuhan kelas menengah, infrastruktur yang mulai terbangun dan ini jadi destinasi yang baik dari investasi," kata Sri Mulyani di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (6/9/2019). Baca selengkapnya di sini: Bank Dunia 'Warning' Ekonomi RI, Sri Mulyani: Akan Kita Perbaiki

Pertumbuhan ekonomi global disebut-sebut akan mempengaruhi perekonomian Indonesia. Hal ini disampaikan oleh World Bank dalam materi presentasi kepada pemerintah, seperti dikutip detikcom, Jumat (6/9/2019).

Dalam materi tersebut, World Bank menyebutkan jika perekonomian Indonesia akan terus turun akibat masih lemahnya produktivitas dan melambatnya pertumbuhan tenaga kerja.

Kemudian, harga komoditas juga disebut akan menekan perekonomian domestik.

"Jika pertumbuhan ekonomi di China turun 1%, maka ekonomi Indonesia juga akan berdampak turun 0,3%," tulis presentasi tersebut, dikutip detikcom, Jumat (6/9/2019).

Bank Dunia juga mencontohkan pada 2009, perekonomian global merosot akibat harga komoditas yang terus turun. Dia mengungkapkan, saat itu pertumbuhan ekonomi Indonesia juga melambat 1,7%.

Baca selengkapnya di sini: Bank Dunia Sebut Ekonomi RI Akan Menurun

Pengamat ekonomi Fuad Bawazier berpendapat soal Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang kesal karena 33 perusahaan China yang memindahkan pabriknya mayoritas tidak masuk Indonesia.

Kata Fuad, hal tersebut menjadi bukti bahwa Indonesia tidak lagi diminati investor. Ujungnya, target-target perbaikan ekonomi pemerintah tidak tercapai.

"Indonesia jelas tidak lagi dilirik dan cenderung ditinggalkan investor. Pantesan target-target yang dicanangkan pemerintah seperti investasi, pertumbuhan ekonomi, pariwisata dan lainnya tidak tercapai, kecuali inflasi yang masih terjaga," ungkap mantan Menteri Keuangan Orde Baru ini, dalam keterangannya, Jumat (6/9/2019).

Bersamaan dengan itu, Fuad mengatakan, Bank Dunia pun menerbitkan laporan tentang seriusnya hambatan birokrasi dan regulasi di Indonesia. Katanya, dalam laporan itu menyatakan Indonesia tidak ramah investasi, ada sorotan 6.300 aturan yang disebut menghambat investasi.

"Selama tiga tahun masa pemerintahan Jokowi, 2015-2018, telah diterbitkan sekitar 6.300 aturan baru yang umumnya menghambat perizinan dan tidak bersahabat dengan investor. Menurut laporan Bank Dunia itu, itulah sebabnya hanya sedikit perusahaan yang cabut dari China yang pindah ke Indonesia. Umumnya pindah ke Vietnam yang lebih kompetitif," kata Fuad.

Baca selengkapnya di sini: Investor Lebih Pilih Vietnam, Menkeu Era Orba: RI Jelas Tak Lagi Dilirik!

Hide Ads