Dibayangi Perang AS-China, Ekonomi RI Masih 'Lampu Kuning' di 2020

Dibayangi Perang AS-China, Ekonomi RI Masih 'Lampu Kuning' di 2020

Eduardo Simorangkir - detikFinance
Rabu, 25 Sep 2019 11:53 WIB
Country Director ADB Winfried F. Wicklein/Foto: Eduardo Simorangkir/detikcom
Jakarta - Asian Development Bank (ADB) dalam laporannya pada Asian Development Outlook (ADO) mencatat, memburuk dan meluasnya konflik perdagangan antara China dengan Amerika Serikat (AS) akan menimbulkan perubahan rantai pasokan di kawasan regional. Indonesia sebagai salah satu negara akan terdampak dari tak kunjung meredanya konflik kedua negara besar tersebut.

"Kami melihat pertumbuhan ekonomi tahun ini melambat berdasarkan konsumsi global yang ada. Investasi dan ekspor juga masih melambat," kata Country Director ADB Winfried F. Wicklein dalam paparannya di The Plaza Office Tower, Jakarta, Rabu (25/9/2019).

Dia bilang, pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia sendiri masih cukup kuat. Namun, prospeknya kini meredup dan risiko terhadap ekonomi di kawasan ini terus naik seiring melemahnya perdagangan dan investasi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Konflik perdagangan antara China dan AS sangat mungkin akan berlanjut hingga 2020, sedangkan sejumlah perekonomian utama di dunia diperkirakan akan mengalami kesulitan Iebih besar daripada yang diantisipasi saat ini," katanya.


Dalam laporannya, ADB memproyeksi pertumbuhan ekonomi 45 negara kawasan Asia yang sedang berkembang sebesar 5,4% tahun ini. Lalu akan naik tipis ke 5,5% pada tahun 2020.

Perkiraan baru yang Iebih rendah tersebut mencerminkan turunnya prospek perdagangan internasional yang didukung oleh memburuknya ketegangan perdagangan antara China dengan AS.

"Serta melambatnya pertumbuhan ekonomi di sejumlah perekonomian negara maju dan besar di kawasan Asia yang sedang berkembang, termasuk China, India, Korea Selatan, dan Thailand," kata Winfried.


Sejauh ini sudah tampak adanya peralihan perdagangan dari China menuju perekonomian yang Iain di kawasan Asia yang sedang berkembang, seperti Vietnam dan Bangladesh. Untuk itu Indonesia masih harus terus berbenah agar bisa ikut merebut investasi yang berubah haluan.

"Diperlukan investasi yang Iebih kuat untuk mendorong pertumbuhan, dengan fokus pada daya saing dan pengembangan sumber daya manusia sebagai kuncinya." katanya.


(eds/ara)

Hide Ads