5 Alasan Rokok Elektronik Harus Dilarang

5 Alasan Rokok Elektronik Harus Dilarang

Dana Aditiasari - detikFinance
Minggu, 17 Nov 2019 11:30 WIB
5 Alasan Rokok Elektronik Harus Dilarang
Ilustrasi Vape Foto: (iStock)
Jakarta - Larangan penggunaan rokok elektrik dan vape sudah lama disuarakan. Namun hal itu belum disampaikan Pemerintah ke publik dengan gencar. Sejauh ini Pemerintah baru menerapkan cukai sebagai langkah pengendalian konsumsinya.

Sekarang Pemerintah mengambil langkah lebih berani melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengusulkan pelarangan penggunaan rokok elektrik dan vape di Indonesia. Salah satu usulannya melalui revisi PP Nomor 109 Tahun 2012.

Melalui revisi itu diharapkan BPOM dapat kewenangan mengawasi sekaligus melarang penggunaan rokok elektrik dan vape yang belakangan ini banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Peneliti dari Universitas Muhammadiyah Prof DR Hamka, Mouhamad Bigwanto mengungkap, setidaknya ada 5 alasan mengapa rokok elektrik harus dilarang.

Buka halaman selanjutnya>>>


Pasal 3 ayat 2 UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa tujuan dari perlindungan konsumen adalah untuk mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.

"Jika dikaitkan dengan produk rokok elektronik yang belum terbukti aman, maka pelarangan adalah salah satu bentuk menghindarkan konsumen dari ekses negatif," kata Bigwanto.

Sampai saat ini WHO melaporkan sudah 32 negara melarang rokok elektronik, 4 di antaranya berada di Asia Tenggara yaitu Singapura, Thailand, Brunei dan Kamboja. Singapura termasuk negara yang melarang rokok elektronik atas dasar prinsip kehati-hatian.

Sikap tersebut adalah sikap antisipatif terhadap masalah krusial yang sedang dan akan dihadapi sehingga tidak menempatkan pengguna terutama remaja pada risiko. Sehingga pemerintah tidak perlu menunggu banyaknya korban berjatuhan untuk membuktikan bahwa produk tersebut memang berbahaya.

"Bukti sederhana bahwa industri rokok elektronik menyasar kelompok anak dan remaja adalah peningkatan penggunaan rokok elektronik pada kelompok remaja sebesar sepuluh kali lipat hanya dalam waktu 2 tahun," terang Bigwanto

Hal yang tidak terjadi pada kelompok usia 15 tahun ke atas yang hanya meningkat 0.7%. Baru-baru ini India mengumumkan melarang rokok elektronik yang termasuk larangan impor, produksi dan penjualan.

Kementerian Kesehatan India yang mengusulkan larangan tersebut mengatakan bahwa larangan diperlukan untuk memastikan rokok elektronik tidak menjadi epidemi di antara anak-anak dan pemuda.

Bahkan di San Francisco, tempat di mana Juul, perusahaan rokok elektronik terbesar di Amerika Serikat bermarkas dan mulai beroperasi, melarang sepenuhnya peredaran dan penjualan rokok elektronik dengan alasan melindungi anak-anak dari bahaya kecanduan nikotin dan dari bahan-bahan berbahaya lainnya dari rokok elektronik.

Dalam keterangan resminya, Walikota San Francisco mengatakan bahwa "ada begitu banyak yang kita tidak tahu tentang dampak kesehatan dari produk rokok elektronik, tetapi kita tahu bahwa perusahaan rokok elektronik menargetkan anak-anak kita dalam iklan mereka dan membuat mereka menjadi kecanduan produk nikotin".

Cairan rokok elektronik yang beredar di pasaran saat ini sangat beragam sekali dan belum ada data resmi yang dikeluarkan pemerintah mengenai jumlah dan jenis cairan rokok elektronik yang beredar.

Dikutip dari media, tahun 2018 data APVI menyebutkan bahwa jumlah produsen cairan nikotin saat itu sudah mencapai lebih dari 300 produsen dan untuk alat dan aksesori sudah lebih dari 100 produsen. Hal tersebut belum termasuk distributor dan importir yang sudah lebih dari 150 dan pengecer yang lebih dari 5.000.

Angka ini bukan angka kecil yang pastinya menghasilkan berbagai variasi produk yang masyarakat tidak pernah tahu apakah aman atau tidak. Selain itu, perkembangan rokok elektronik sejak tahun 2013 di Indonesia juga diikuti dengan temuan tentang banyaknya produk yang dicampur dengan narkoba.

BNN menyebutkan jenis-jenis narkotika yang dicampur dalam rokok elektronik salah satunya adalah synthetic cannabinoids yang dilaporkan tertinggi selama tahun 2015-2017 dan menjadi zat yang paling banyak dicampurkan ke dalam rokok elektronik.


Jika pemerintah memutuskan untuk membatasi peredaran, maka dengan variasi produk yang sangat beragam tersebut, pemerintah harus mampu memastikan bahwa SDM yang dimiliki mampu untuk melakukan pengawasan dan penegakan hukum terhadap berbagai pelanggaran.

Hal lain yang juga harus dipastikan adalah sarana pengawasan yang memadai, termasuk di antaranya peralatan khusus pemeriksaan kandungan uap yang tentunya akan membutuhkan biaya yang mahal dan akan menambah pekerjaan baru bagi pemerintah, yang sebetulnya saat ini sudah kewalahan untuk menurunkan prevalensi perokok.

Tambahan beban tersebut tentunya harus dipertimbangkan oleh pemerintah jika hanya membatasi peredaran. Hal yang berbeda akan terjadi jika pemerintah langsung memutuskan untuk melarang dan menyatakan rokok elektronik sebagai produk ilegal.

Tanpa pandang bulu maka segala bentuk produk rokok elektronik di pasaran harus dimusnahkan dan bisa melibatkan berbagai pihak untuk menegakkan aturan termasuk polisi.

Selain karena absennya regulasi, meningkatnya penggunaan rokok elektronik tidak lepas dari promosi yang selama ini di kampanyekan baik oleh pihak yang berkepentingan dalam bingkai pro kesehatan seperti 'bebas asap rokok', 'bebas tar', harm reduction, dan 'lebih aman'.

Strategi ini ternyata terbukti ampuh dan menghipnotis banyak pihak sehingga tingkat penerimaan produk baru tersebut cukup tinggi di masyarakat. Slogan lebih aman dan bebas tar dan tanpa asap tersebut yang sebenarnya harus pemerintah antisipasi jika tidak ingin terjebak dalam epidemi baru produk nikotin.

Semenjak industri rokok terlibat dalam bisnis produk rokok elektronik, kampanye 'bebas asap' tiba-tiba menjadi kampanye global industri rokok untuk merebut hati masyarakat salah satunya dengan mendirikan Yayasan untuk Dunia Bebas Asap atau 'Foundation for Smoke-Free World' yang dibiayai oleh Philip Morris Internasional.

Hide Ads