Cerita di Balik Long Span Terpanjang Dunia di LRT Jabodebek

Wawancara Khusus Arsitek Long Span LRT Jabodebek

Cerita di Balik Long Span Terpanjang Dunia di LRT Jabodebek

Danang Sugianto - detikFinance
Selasa, 19 Nov 2019 14:10 WIB
1.

Cerita di Balik Long Span Terpanjang Dunia di LRT Jabodebek

Cerita di Balik Long Span Terpanjang Dunia di LRT Jabodebek
Foto: Johan 20detik
Jakarta - Jembatan lengkung bentang panjang (long span) di Kuningan pada proyek LRT Jabodebek telah selesai pengerjaan pengecoran dan sepenuhnya tersambung. Long span terpanjang di dunia ini menuai pujian.

Pujian sendiri utarakan oleh Presiden Joko Widodo. Melalui akun instagramnya, Jokowi berbagi cerita akan kebanggaannya terhadap proyek ini.

Jokowi kagum dengan konstruksi long span yang melayang di atas flyover dengan bentuk melengkung sepanjang 148 meter dengan radius lengkung 115 meter.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Orang nomor 1 di RI itu memuji habis-habisan insinyur yang merancang long span tersebut. Dia adalah seorang wanita yang bernama Arvila Delitriana.

Tak hanya itu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono bahkan rela memberikan Dana Operasional Menteri (DOM) untuknya sebagai bentuk apresiasi. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan juga mengundangnya untuk makan siang.

detikcom pun berkesempatan untuk mewawancarai lebih dalam sosok wanita yang akrab disapa Dina itu. Dia bercerita mulai dari sempat diremehkan pihak asing hingga rahasia dibalik suksesnya dia membangun puluhan jembatan. Berikut wawancara lengkapnya:
Presiden Jokowi posting karya Anda, bagaimana rasanya?
Alhamdulillah, saya cuma bisa bilang begitu. Karena sebetulnya kalau dilihat dari pencapaian saya saat ini, ya Alhamdulillah saya juga sangat bersyukur. Saya bisa menyelesaikan jembatan ini dengan tahapan-tahapan yang tidak mudah. Tapi sebelumnya pun sudah banyak jembatan saya yang saya desain juga tidak mudah. Cuma mungkin momentnya saja, dan lokasinya terlalu jauh, ada di pelosok Riau, kemarin Kalikuto yang di Semarang juga Pak Jokowi meresmikan. Ya tapi mungkin saat ini karena memang di Jakarta.

Semua orang bilang yang lewat jalan (di bawah jembatan) situ takut, takut jatuh. Tantangannya justru di situ, saat belum nyambung. Jadi sebetulnya kalau dibilang saya yang bisaan, ya menurut saya yang bisaan ya para kontraktor, para sub kontraktor yang bisa menerjemahkan saya maunya begini, harus begini, begitu. Mereka bisa mengikuti itu.

Jadi ada tahapan-tahapan yang harus dilalui, dan setiap tahapan dia maju ada itungannya, maju lagi ada itungannya. Semuanya ada hitungannya.

Kabarnya sebelumnya ada 3 desain dan dibuat oleh orang asing, bagaimana ceritanya hingga Anda terpilih?
Jadi saya ini konsultan di Bandung PT Cipta Graha Abadi, senior masternya Pak Jodi Firmansyah. Mungkin semua jembatan di Indonesia yang bagus-bagus awalnya dari beliau. Beliau adalah orang kepercayaannya Pak Habibie dulu waktu bangun jembatan di Batam. Jadi orang lihat oh anaknya Pak Jodi ya enggak heran. Saya mungkin titisan pertamanya beliau, jadi semua ilmunya jatuh ke saya.

Nah Adhi Karya sudah sering bekerja sama dengan kami di beberapa proyek jembatan tol. Jadi dari 3 desain tadi dipilih sudah satu, tapi dengan tiang di tengah. Nah karena perlu bantuan jadi Adhi Karya minta bantuan saya bisa nggak bantuin yang ada di tengah. Saya bilang kalau pier jembatan di tengah saya tidak rekomendasi dan saya tjdak mau kerjakan. Karena pondasinya sulit ada jalan dan ada jembatan di atasnya. Jadi mengerjakan pondasinya setelah saya diskusikan dengan teman-teman di Geo Teknik harus menggunakan teknologi yang canggih pondasinya. Kalau tidak salah yang sanggup teknologinya kontraktor dari Jepang. Mungkin biayanya akan mahal.

Saya bilang saya mau bantu tapi tidak ada pier di tengah, melengkung. Di situlah terjadi pertentangan. Mereka menentang saya, tapi saya mah keukeuh. Bahwa itu harusnya bisa. Karena pertimbangan saya pertama jembatan seperti itu pernah dikerjakan, tapi tidak sepanjang itu. Hanya itu saja.

Contohnya di Adam Malik, ada jalan layang Bus Way itu sama, di antara jalan layang dan melengkung juga tapi cuma 128 meter. Ini kan 148 meter. Jadi kalau kata para pengawas dari Jepang, Korea mereka bilang bagaimana bisa nyambung, ini kan melengkung. Saya bilang saya yakin bahwa itu bisa. Mereka tidak percaya engineer Indonesia bisa dan tidak percaya kontraktornya bisa.

Waktu saya datang pertama kali seperti jualan obat datang sendirian, ditanya 'bisa desain jembatan?' kata si Perancisnya. Euleuh meni nggak terkenal gini saya. Datanglah salah satu direksi Adhi Karya bilang loh justru kita menunggu-nunggu bisa bekerjasama kembali dengan Ibu Dina. Di situ saya tunjukin slide-slide jembatan saya di situlah dari Systra (konsultan perencana LRT) percaya saya bisa desain jembatan. Tapi belum setuju karena agak lama pertentangan, akhirnya Adhi Karya percaya desain saya bisa dilakukan dan Adhi Karya bisa melakukan. Alhamdulillah terjadi.

Sebetulnya ada tidak long span melengkung yang lebih panjang dari itu?
Konon enggak ada. Kalau saya sendiri belum pernah mengerjakan. Tapi kalau bentang terpanjang lurus saya pernah sampai 180 meter dengan tipe seperti ini di Perawang, Riau. Itu 180 meter tapi lurus. Ini kan panjang melengkung.

Jadi yang dari Jepang bilang ini pertama kali di dunia kamu nggak bisa nyontoh. Ya ngapain nyontek. Tapi saya yakin bisa. Karena prinsip dasarnya ada, tapi ini panjang, memang tingkat risikonya yang akan lebih lama dan lebih besar.

Mungkin yang berbahaya juga tidak boleh ada satu pun benda jatuh, karena di bawahnya kan jalan tol dengan kecepatan tinggi, satu baut jatuh pun bisa menganggetkan pengemudi. Artinya pelaksanaannya harus betul, itu juga saya apresiasi dengan timnya Adhi Karya alhamdulillah sampai saat ini 1 butir baut pun tidak jatuh ke jalan.

Prosesnya berapa lama sampai akhirnya desain Anda dipakai?
Mungkin sekitar hampir 2 tahun. karena kami harus melalui proses satu lagi ke Komite Jembatan. Jadi jembatan khususnya dengan bentang di atas 100 m, harus KKJTJ (Komite Keselamatan Jembatan dan Terowongan Jalan). Di situ diuji lagi, justru lebih susah.

Kalau sama Jepang Perancis dan segala macam mungkin mereka nggak paham bahasa saya dan saya nggak paham bahasa mereka. Kalau KKJTJ ini para pakar dari berbagai universitas, dari UI, ITB, UNDIP, UGM dan mereka tahu persis. Jadi pondasinya ditanyain, sampai akhrinya keluar sertifikasi layak desain dari KKJTJ. Barulah desain ini bisa dilakukan.

Jadi proses-proses penyesuaian sampai selesai itu yang memakan waktu lama, dan jembatannya gak bisa ngecor jadi semua, maju satu ada umurnya 3-4 hari baru boleh. saya bilang mah dijahit, nunggu kokoh dulu baru ditarik, baru dia maju, tarik dia maju.

Apakah long span LRT ini akan dipatenkan?
Tidak. Saya selalu bilang saya dikasih ilmunya juga gratis sama pak Jodi, sama pengalaman dan kesempatan. Kenapa saya enggak berikan kesempatan yang sama dengan yang lain. Siapapun yang mau nanya soal jembatan itu atau jembatan apapun kita akan jawab.

Ada pengalaman unik ada kasus sampai kami diperiksa polisi. Jadi ada seseorang menanyakan jembatan kepada saya dijadikan statement, menjadi keputusan proyek padahal saya enggak tandatangan. Terus polisinya nanya kenapa ibu jawab? ya dia nanya. Ibu ketemu orang nggak kenal terus nanya soal jembatan dijawab? Ya dijawab. Kok mau? Kenapa enggak mau. Kalau ilmu ada yang nanya ya jawab aja.

Apa Anda tidak takut jembatannya diklaim?
Karena prinsip dasarnya menghitung. Toh gambar saya sudah tersebar kemana-mana. Ke OCG sebagai pengawas, Systra sebagai checker, ke PU sebagai komite. Jadi energi saya tidak perlu dibuang untuk mematenkan itu. Karena sebetulnya memang tidak ada yang perlu saya tutup-tutupi.

Ketika peresmian lengkung Menteri PUPR bilang akan menghibahkan Dana Operasional Menteri, sudah terima?
Alhamdulillah sudah.

Long span LRT ini karya jembatan ke berapa?
Lupa. Saya bantu pak Jodi pertama kali namanya Tukat Bangkung di Bali. Itu bagus sekali, lokasinya bagus. dia punya tiang tingginya 70 meter. Itu tahun 2001 kira-kira. Tapi ada beberapa engineer yang bantu. Karena sebenarnya awalnya saya ini lebih ke bidang gedung. jadi lulus saya kerja 5 tahun di Jakarta bidangnya gedung. Terus pindah ke Bandung ketemu Pak Jodi bidangnya berubah jadi jembatan. Tukat Bangkung itu pertama kali saya mengenal bagaimana mendesain jembatan, baru belajar lah.

Apakah ada nilai tersendiri yang tidak didapat dalam mendesain gedung daripada di jembatan?
Iya ada beberapa hal. Karena saya structure engineer, kalau di gedung ngikutin arsitek, kalau arsitek bentuknya bunder saya harus bunderin. Kalau jembatan apapun bentuknya itulah bentuknya struktur. Jadi kita sebagai engineer sipil di situ kepuasan batin dan yang lebih menyenangkan saya.

Waktu 2002 membuat jembatan cable stay namanya Siak Sri Indrapura di Riau. Datang pertama kali pakai feri, liat anak sekolah pakai sampan, itu bisa terguling-guling kena arus. Begitu jembatan jadi, nyambung, orang bisa nyeberang lebih mudah. Tidak takut arus, tidak takut gelap. Ada kepuasanya menyambungkan orang. Kalau Nokia dulu tagline connecting people, tapi saya bilang bridge is the real connecting people. sejak saat itu saya bilanh saya konsen di jembatan. Bahkan saya ingin kalau anak buah saya sudah pada pinter-pinter, saya akan jalan ke yang jauh-jauh yang kecil-kecil aja syaa bikinin. Resep juga jalan jauh-jauh.

Selama ini banyak viral gambar anak-anak bergelantungan di jembatan yang sudah rusak, bagaimana perasaan Anda melihatnya?
Dulu ada namanya rumah wakaf jembatan. Sebetulnya tidak sesederhana itu, saya punya uang, saya punya keahlian, desain, jadi. Karena dalam suatu masyarakat kita harus nungguin lah. Misalnya saya mau buat jembatan saya duduk di desa itu dan kita buat di situ enggak boleh ke mana-mana. Karena kalau enggak tidak akan jadi, sulit saya jelaskan. Artinya regulasinya tetap dari pemerintah. Kami si akan bantu all out, tapi setiap sumbang tentang jembatan saya selalu tanya ini desaunnya ada gak, mau saya bantu gak. Itu cita-cita saya, ke desa A nungguin 2-3 bulan jembatan jadi pindah.

Apakah Anda pernah mendesain jembatan kereta?
Heavy train saya sudah sering bantu di Ditjen KA kemenhub. Terakhir yang di medan dari kuala namu ke stasiun Medan ada 8 km jalannya di atas. Lagi-lagi saya menghargai Kemenhub. Di sana apa yang saya inginkan apa yang baru, difasilitasi. Di Medan itu saya bikin beton yang precast dengan sistem begini-begini, hal yang baru untuk kereta api, Alhamdulillah disetujui dan sudah jadi.

Dulu pertama kali bantu kereta api, membuat jembatan panjang, kan KA rata-rata cuma 40 m panjang jembatan. dulu di Purwokerto panjanganya 80 m, kalau enggak salah ada dana hibah dari Jepang. Orang Jepangnya bilang emang orang Indonesia bisa bikin begini, perempuan lagi. Apa hubungannya perempuan. Tapi Dirjen KA sangat bantu saya, dan disetujui juga. Itu pertama kali KA punya jembatan 80 m.

Waktu kecil cita-citanya jadi apa?
Enggak ada, ibu rumah tangga sebetulnya. Saya melihat ibu saya, betul-betul ibu rumah tangga ngurusin rumah dan anak. Dari pagi sampai sore bajunya cuma daster. Karena ibu saya istri tentara kita ditinggal kemudian saya ngurus adik. Pikiran saya harus sekolah sampai kuliah, karena itu sudah standar prosedurnya lah, setelah itu jadi ibu rumah tangga.

Waktu itu kan sempat dari Jakarta pindah ke Bandung enggak nyari kerjaan cuma lanjutin S2 aja, nganter anak. Di situ ketemu pak Jodi, kamu ngapain bantuin saya aja. Tapi Pak Jodi mmberikan kebebasan untuk mengatur waktu saya sendiri ya nganter anak urus rumah. Enggak pernah terpikir saya kerja fokus bangun jembatan, apa lagi lagi dalam satu minggu saya bisa pindah 2-3 pulau.

Suami saya kerja di bidang yang sama tapi sebagai PNS di PU Bandung. Dia teman kuliah sama-sama sipil jadi ngerti pekerjaan saya. Jadi point-nya pekerjaan saya ini memungkinkan saya mengatur waktu dan suami saya mengizinkan.

Katanya habis dijamu Pak Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Panjaitan?
Iya, Alhamdulillah diajak makan siang, bareng sama orang-orang yang biasa saya lihat di tv aja, eh ada satu meja. Menu-nya nasi kebuli. Beliau berbicara tentang sesuatu yang umum. Beliau juga memperkenalkan saya, kita punya tamu spesial, kata beliau. Saya disuruh menceritakan tentang jembatan saya dan kebetulan beliau cukup kenal dengan orang tua saya. Ayah saya kan tentara juga. Beliau bilang nanti orangtua diajak juga ya. Saya yang senang karena bisa ajak orang tua saya juga. Jadi bisa membahagiakan orang tua juga. Mungkin kalau materi orang tua saya Alhamdulillah sudah berkecukupan, tapi saya mau kasih apa lagi, nggak terpikir si, tapi setelah diundang begini ya beliau senang.

Ada doa khusus atau persiapan apa sebelum bangun jembatan?
Ya solat aja. Saya sering bilang bahwa setiap jembatan bagi saya seperti bayi saya. Karena saya harus mengandungnya dengan hati-hati, sehingga dia bisa lahir dengan sehat. Kalau jembatannya sudah mau nyambung misalnya itu seperti sudah bukaan 10, jadi itu seperti kondisi yang sudah kritis, mules banget, pas dia nyambung ya lahir lah bayinya, siap untuk diinjek-injek, dimanfaatkan. Jadi ya seperti kita hamil ya solat aja.

Dari sekian banyak jembatan ada yang paling berkesan?
Semuanya sama. Ya kaya punya bayi, mau punya anak sampai 100 ya anak pertama dan ke-100 ya sama.

Setelah LRT ada proyek yang akan diselesaikan?
Kebetulan ada stasiun Dukuh Atas dengan Adhi Karya juga LRT. Tapi yang masih dalam tahap awal, itu di Ibu Kota Negara Baru. Sebelumnya ada investor yang meminta saya mendesain jembatan untuk menghubungkan Balikpapan ke Penajam. Sekitar 5-7 km. Tapi di tengahnya nanti ada bentang jembatannya sampai 500 meter tanpa bentang di tengah, tapi lurus. Tipenya berbeda dengan yang ini. Jadi saat Pak Jokowi mengumumkan ibu kota pindah ke sana, itu tiba-tiba desain jembatan saya muncul. Saat itu baru sektsa untuk bantu investor menghitung investasinya. Kalau jembatan itu jadi Isha Allah akan menjadi masterpiece berikutnya.

Kan pernah ramai tentang Jembatan Selat Sunda, Anda pernah terlibat?
Iya, karena Pak Jodi itu pakar jembatan, jelas saya dari kuliah sampai saat ini mendampingi beliau terus aja seminar membicarakan itu. Dulu jembatan Honshu Shikoku yang ada di Jepang saja membutuhkan waktu 15 tahun untuk mendesainnya. Jadi kalau kita mau mendesain bukan tidak mungkin, tapi memang perlu waktu untuk belajar banyak lagi. Artinya banyak kendala alam yang Indonesua harus lebih hati-hati dan belajar, karena Jepang saja sangat berhati-hati. Bukan enggak mungkin tapi ada sesuatu yang harus dipelajari.




Hide Ads