Selama ini banyak viral gambar anak-anak bergelantungan di jembatan yang sudah rusak, bagaimana perasaan Anda melihatnya?
Dulu ada namanya rumah wakaf jembatan. Sebetulnya tidak sesederhana itu, saya punya uang, saya punya keahlian, desain, jadi. Karena dalam suatu masyarakat kita harus nungguin lah. Misalnya saya mau buat jembatan saya duduk di desa itu dan kita buat di situ enggak boleh ke mana-mana. Karena kalau enggak tidak akan jadi, sulit saya jelaskan. Artinya regulasinya tetap dari pemerintah. Kami si akan bantu all out, tapi setiap sumbang tentang jembatan saya selalu tanya ini desaunnya ada gak, mau saya bantu gak. Itu cita-cita saya, ke desa A nungguin 2-3 bulan jembatan jadi pindah.
Apakah Anda pernah mendesain jembatan kereta?
Heavy train saya sudah sering bantu di Ditjen KA kemenhub. Terakhir yang di medan dari kuala namu ke stasiun Medan ada 8 km jalannya di atas. Lagi-lagi saya menghargai Kemenhub. Di sana apa yang saya inginkan apa yang baru, difasilitasi. Di Medan itu saya bikin beton yang precast dengan sistem begini-begini, hal yang baru untuk kereta api, Alhamdulillah disetujui dan sudah jadi.
Dulu pertama kali bantu kereta api, membuat jembatan panjang, kan KA rata-rata cuma 40 m panjang jembatan. dulu di Purwokerto panjanganya 80 m, kalau enggak salah ada dana hibah dari Jepang. Orang Jepangnya bilang emang orang Indonesia bisa bikin begini, perempuan lagi. Apa hubungannya perempuan. Tapi Dirjen KA sangat bantu saya, dan disetujui juga. Itu pertama kali KA punya jembatan 80 m.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Enggak ada, ibu rumah tangga sebetulnya. Saya melihat ibu saya, betul-betul ibu rumah tangga ngurusin rumah dan anak. Dari pagi sampai sore bajunya cuma daster. Karena ibu saya istri tentara kita ditinggal kemudian saya ngurus adik. Pikiran saya harus sekolah sampai kuliah, karena itu sudah standar prosedurnya lah, setelah itu jadi ibu rumah tangga.
Waktu itu kan sempat dari Jakarta pindah ke Bandung enggak nyari kerjaan cuma lanjutin S2 aja, nganter anak. Di situ ketemu pak Jodi, kamu ngapain bantuin saya aja. Tapi Pak Jodi mmberikan kebebasan untuk mengatur waktu saya sendiri ya nganter anak urus rumah. Enggak pernah terpikir saya kerja fokus bangun jembatan, apa lagi lagi dalam satu minggu saya bisa pindah 2-3 pulau.
Suami saya kerja di bidang yang sama tapi sebagai PNS di PU Bandung. Dia teman kuliah sama-sama sipil jadi ngerti pekerjaan saya. Jadi point-nya pekerjaan saya ini memungkinkan saya mengatur waktu dan suami saya mengizinkan.
Katanya habis dijamu Pak Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Panjaitan?
Iya, Alhamdulillah diajak makan siang, bareng sama orang-orang yang biasa saya lihat di tv aja, eh ada satu meja. Menu-nya nasi kebuli. Beliau berbicara tentang sesuatu yang umum. Beliau juga memperkenalkan saya, kita punya tamu spesial, kata beliau. Saya disuruh menceritakan tentang jembatan saya dan kebetulan beliau cukup kenal dengan orang tua saya. Ayah saya kan tentara juga. Beliau bilang nanti orangtua diajak juga ya. Saya yang senang karena bisa ajak orang tua saya juga. Jadi bisa membahagiakan orang tua juga. Mungkin kalau materi orang tua saya Alhamdulillah sudah berkecukupan, tapi saya mau kasih apa lagi, nggak terpikir si, tapi setelah diundang begini ya beliau senang.
Ada doa khusus atau persiapan apa sebelum bangun jembatan?
Ya solat aja. Saya sering bilang bahwa setiap jembatan bagi saya seperti bayi saya. Karena saya harus mengandungnya dengan hati-hati, sehingga dia bisa lahir dengan sehat. Kalau jembatannya sudah mau nyambung misalnya itu seperti sudah bukaan 10, jadi itu seperti kondisi yang sudah kritis, mules banget, pas dia nyambung ya lahir lah bayinya, siap untuk diinjek-injek, dimanfaatkan. Jadi ya seperti kita hamil ya solat aja.
Dari sekian banyak jembatan ada yang paling berkesan?
Semuanya sama. Ya kaya punya bayi, mau punya anak sampai 100 ya anak pertama dan ke-100 ya sama.
Setelah LRT ada proyek yang akan diselesaikan?
Kebetulan ada stasiun Dukuh Atas dengan Adhi Karya juga LRT. Tapi yang masih dalam tahap awal, itu di Ibu Kota Negara Baru. Sebelumnya ada investor yang meminta saya mendesain jembatan untuk menghubungkan Balikpapan ke Penajam. Sekitar 5-7 km. Tapi di tengahnya nanti ada bentang jembatannya sampai 500 meter tanpa bentang di tengah, tapi lurus. Tipenya berbeda dengan yang ini. Jadi saat Pak Jokowi mengumumkan ibu kota pindah ke sana, itu tiba-tiba desain jembatan saya muncul. Saat itu baru sektsa untuk bantu investor menghitung investasinya. Kalau jembatan itu jadi Isha Allah akan menjadi masterpiece berikutnya.
Kan pernah ramai tentang Jembatan Selat Sunda, Anda pernah terlibat?
Iya, karena Pak Jodi itu pakar jembatan, jelas saya dari kuliah sampai saat ini mendampingi beliau terus aja seminar membicarakan itu. Dulu jembatan Honshu Shikoku yang ada di Jepang saja membutuhkan waktu 15 tahun untuk mendesainnya. Jadi kalau kita mau mendesain bukan tidak mungkin, tapi memang perlu waktu untuk belajar banyak lagi. Artinya banyak kendala alam yang Indonesua harus lebih hati-hati dan belajar, karena Jepang saja sangat berhati-hati. Bukan enggak mungkin tapi ada sesuatu yang harus dipelajari.
(zlf/zlf)