Kementerian Keuangan mencatat jumlah utang Pemerintah sebanyak Rp 4.814,31 triliun per November 2019. Angka itu meningkat Rp 58,18 triliun dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai Rp 4.756,13 triliun.
Utang pemerintah tercatat meningkat Rp 418,34 triliun jika dibandingkan dengan November 2018. Tercatat bahwa jumlah utang Pemerintah di November 2018 sebesar Rp 4.395,97 triliun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Bhima, pemanfaatan utang lebih banyak ke belanja pegawai dan bukan sektor produktif. Hal ini menyebabkan laju pertumbuhan ekonomi nasional bertahan di level 5%. Seharusnya, utang pemerintah dimanfaatkan pada belanja modal.
"Ini kenapa utang naik tapi pertumbuhan ekonomi justru di 5%," ujar dia.
Realisasi belanja negara hingga akhir November 2019 tercatat Rp 1.293,2 triliun atau 79,1% dari APBN 2019. Dari pos belanja Kementerian/Lembaga (K/L), bantuan sosial mencatatkan realisasi tertinggi sebesar 108,9% terhadap pagu. Kemudian disusul belanja pegawai sebesar 99,7%, belanja barang 78%, dan paling rendah belanja modal baru sebesar 63%.
Tidak hanya itu, Bhima juga mengungkapkan peningkatan jumlah utang pemerintah juga berdampak pada keseimbangan primer. Tercatat sampai November tahun ini keseimbangan primer bengkak 503,79%. Sehingga pemerintah masih gali lubang tutup lubang.
Keseimbangan primer dalam APBN merupakan penerimaan dikurangi belanja negara, namun tidak memasukkan komponen pembayaran bunga utang. Artinya, bila keseimbangan primer bisa surplus, pemerintah tidak memerlukan utang baru untuk membayar pokok cicilan utang yang lama.
Sebaliknya, jika keseimbangan primer negatif maka pemerintah perlu menerbitkan utang baru untuk membayar pokok cicilan utang yang lama alias gali lubang tutup lubang.
"Iya akan pengaruh ke keseimbangan primer alias bayar utang dengan utang baru. Gali lubangnya makin dalam," ungkap dia.
(hek/eds)