Produk ecoprint yang berkembang beberapa tahun terakhir menjadi peluang bisnis yang masih menjanjikan, bahkan di tengah pandemi COVID-19. Ecoprint yang merupakan teknik memberi pola pada bahan atau kain menggunakan bahan alami seperti daun, ini bisa mendatangkan omzet yang cukup besar.
Edita, wanita yang rutinitasnya berkerja di salah satu perusahaan swasta ini berkecimpung di bisnis ecoprint yang membuatnya berhasil memperoleh penghasilan tambahan lewat bisnis Edith House
Dia mulai tertarik dengan kerajinan sejak 2016 silam hingga lama-kelamaan dia juga terjun menjadi pengajar, membagikan ilmu di bidang kerajinan tangan yang telah dia pelajari beberapa tahun terakhir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sampai akhirnya pandemi kemarin di 2020 itu teman saya itu melihat tumpukan kain hasil karya saya itu banyak. terus dia bilang 'ini kenapa nggak dibuat sesuatu produk? coba deh'," ungkapnya bercerita kepada detikcom baru-baru ini.
Setelah dia pikir-pikir ada benarnya juga memanfaatkan tumpukan kain yang dia miliki untuk menghasilkan pundi-pundi rupiah. Akhirnya dia bergerak, mencari mesin jahit, pengrajin kulit, dan sebagainya.
Kemudian, setelah produk ecoprint buatannya rampung, dia iseng mengunggahnya ke media sosial. Tak disangka hasil karyanya itu diminati. Edita semakin menyadari bahwa itu bisa diseriusi sebagai bisnis.
"Apalagi pas pandemi itu kan pemerintah itu dukung banget hal-hal yang berkaitan dengan UMKM dan ilmu bertebaran dimana-mana berkaitan dengan gimana caranya membangun sebuah bisnis. Itu di tengah kesibukan saya sehari-hari saya juga belajar misalnya malam hari ikut webinar," tuturnya.
Setelah berkelana mencari ilmu, dia mulai membuat akun bisnis Instagram, WhatsApp bisnis dan hal lainnya untuk mendukung usaha ecoprint-nya.
"Waktu itu di awal karena ada proses persyaratan untuk bikin surat izin usaha segala macam waktu itu modal Rp 5 juta sampai Rp 10 juta. Tapi memang dalam perjalanannya memang harus ditambah karena butuh pembuatan produk yang lebih banyak," terangnya.
Bahan yang dia gunakan, seperti kain, kulit, kertas menggunakan bahan serat alami, bukan sintesis. Pewarna yang dia pakai pun berasal dari bahan alami, mulai dari daun hingga batang kayu.
"Untuk bicara limbah daun-daun yang sudah kita pakai itu kan jadi sampah, itu bisa kita rebus lagi, jadi pewarna juga bisa. Jadi kami selalu mengupayakan produk akhirnya bermanfaat juga. kalau udah berulang kita pakai ujungnya jadi kompos lah," terang Edita.
Dia menjelaskan produk ecoprint yang paling banyak diminati adalah tas, sepatu, dan kaos. Produk kaos dibanderol sekitar Rp 250 ribu, tas kulit dibanderol di atas Rp 750 ribu, dan sepatu di atas Rp 1 juta.
"Kalau omzet sekarang sih masih sekitar Rp 5 juta sampai Rp 10 juta," sebut Edita.
Bagi yang penasaran bisa langsung mengunjungi Instagram @edithhouse.gallery.
(toy/das)