Tembusnya sambal Bu Djui ke pasar luar negeri diawali saat masa pandemi. Menurut Merlin, saat itu banyak WNI yang tidak bisa pulang ke Indonesia. Akhirnya beberapa orang inisiatif menjadi reseller dan memasarkan sambalnya ke luar negeri.
Memasarkan sambal ke luar negeri memberikan tantangan tersendiri. Sebab harus ada dokumen-dokumen yang dilengkapi seperti sertifikat BPOM dan lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, Merlin mengaku penjualan produk sambalnya ke luar negeri mulai berkurang. Penyebabnya adalah pembatasan yang mulai longgar sehingga WNI bisa kembali ke Indonesia dan membeli sambal di Indonesia.
Merlin juga menjelaskan tantangan terbesarnya dalam menjalankan bisnis sambal. Tantangan tersebut terletak pada harga bahan baku sambal yang fluktuatif.
"Itu memang tantangan paling gede (bahan baku) buat pebisnis sambal. Karena naiknya bukan sedikit dari Rp 30.000 per kg ke Rp 120.000 per kg," ungkapnya.
Merlin punya strategi khusus menghadapi harga bahan baku yang tidak stabil. Ia mengambil harga rata-rata terendah dan tertinggi dari bahan baku yang digunakan. Dari situ ia bisa mendapat patokan sehingga dapat meredam gejolak harga cabai dan bawang yang tidak stabil.
Dengan semakin besarnya sambal Bu Djui Merlin berencana melakukan ekspansi bisnis. Misalnya dengan berkolaborasi dengan sesama pebisnis kuliner. Ia menyebut inovasi diperlukan supaya bisnisnya terus berkembang.
Tantangan lainnya adalah terkait penyimpanan bahan baku dan pengiriman bahan baku dari supplier. Jika kualitas dan penyimpanan bahan baku jelek maka kualitas sambal pun jadi jelek. Padahal kualitas menjadi yang terpenting bagi konsumen.
Selain itu kini mulai bermunculan kompetitor sesama penjual sambal. Ia menghadapi tantangan ini dengan lebih kreatif dalam hal marketing.
"Kompetitor banyak, karena mudah dibikin dan bukan sesuatu yang rumit, siapa aja bisa bikin rumahan pun bisa bikin. Semakin bikin market cabai ini red ocean. Kita butuh marketing khusus yang bisa bikin sambal kita bisa stay, bisa tetap disukai, masyarakat," imbuhnya.
![]() |
Pemasaran sambal Bu Djui memang mengandalkan media sosial, seperti Instagram dan TikTok. Merlin mengaku mendapat dukungan cukup besar dari platform media sosial, khususnya TikTok.
"Kita mainnya lebih ke medsos kaya TikTok. kita di-support banyak sama tim TikTok, mereka lebih support UMKM berbasis food industri. Jadi banyak juga di-support oleh TikTok," katanya.
Penjualan sambal Bu Djui juga dilakukan di beberapa marketplace seperti Tokopedia, Shopee, hingga Lazada. Untuk pembuatan toko fisik sambal Bu Djui masih dalam tahap perencanaan.
Terkait modal awal menjalankan bisnis, Merlin mengaku tidak mengingatnya. Sebab ia menggunakan sistem PO dengan pembayaran di awal yang dilakukan oleh konsumen.
Kepada detikcom, Merlin memberikan beberapa saran bagi orang-orang yang tertarik menjalankan bisnis sambal. Meski punya prospek bagus dalam skala kecil, dia tidak menyarankan terjun ke bisnis ini jika hanya sekedar ikut-ikutan. Bisnis ini juga membutuhkan inovasi supaya bisa menjual sesuatu yang beda dan disukai konsumen.
(ara/ara)