Warren Buffett: Beli Perusahaan Bangkrut hingga Jadi Investor Tercuan

Warren Buffett: Beli Perusahaan Bangkrut hingga Jadi Investor Tercuan

Vadhia Lidyana - detikFinance
Rabu, 11 Nov 2020 05:30 WIB
Warren Buffett suka fast food
Foto: Getty Images
Jakarta -

CEO Berkshire Hathaway Warren Buffett adalah sosok pengusaha sukses di dunia yang sangat cerdas. Ia punya julukan Oracle of Omaha, atau investor paling cerdas di dunia dalam melihat peluang menguntungkan dari sebuah saham.

Dilansir dari The Street, Rabu (11/11/2020), ia lahir di Omaha, Nebraska pada 30 Agustus 1930. Buffett lahir di keluarga pebisnis, di mana kakek dan neneknya memiliki usaha grosir, dan ayahnya adalah seorang spesialis investasi yang kemudian terpilih menjadi anggota Kongres Amerika Serikat (AS) pada tahun 1942.

Sifatnya yang jeli melihat peluang sebuah saham sudah muncul sejak kecil. Ia membeli saham Cities Service Preferred seharga US$ 38 per lembar saham di usia 11 tahun. Di usia 16 tahun, ia sudah mengumpulkan aset dan portofolio saham senilai US$ 53.000 atau sekitar Rp 744 juta jika dikonversikan ke rupiah dengan nilai tukar saat ini yakni Rp 14.053.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski terus mendapatkan cuan dari berinvestasi, Buffett tak berhenti belajar untuk menganalisis peluang saham. Ketika memilih saham untuk dibeli, ia mengaku keputusan yang dibuatnya tidaklah mudah. Sehingga, ketika ia menemukan saham yang bagus di Wall Street, ia akan mempertahankannya selama mungkin.

Hingga di usia ke-32 tahun, ia menemukan perusahaan tekstil bernama Berkshire Hathaway. Perusahaan itu didirikan pada tahun 1839 dengan nama Valley Falls Company, di negara bagian Rhode Island. Valley Falls yang mempunyai beberapa anak perusahaan tekstil di wilayah tersebut akhirnya bergabung dengan Hathaway Manufacturing Company pada tahun 1888.

ADVERTISEMENT

Kemudian, Hathaway Manufacturing bergabung dengan Berkshire Fine Spinning Associates pada tahun 1955 menjadi Berkshire-Hathaway. Perusahaan tersebut terus tumbuh hingga mempekerjakan 12.000 pekerja dan menghasilkan pendapatan tahunan lebih dari US$ 120 juta. Berkshire-Hathaway pun menjadi salah satu perusahaan tekstil paling sukses di AS.

Namun pada akhir 1950-an, industri tekstil AS jatuh ke dalam kehancuran, dan Berkshire-Hathaway terseret. Perusahaan itu kehilangan tujuh dari 15 pabrik di wilayah New England. Akhirnya, masa depan perusahaan yang sempat bersinar itu berubah menjadi kelabu.

Meski Berkshire-Hathaway tengah menghadapi kebangkrutan, Buffett hendak membelinya. Pada tahun 1962, dengan modal keyakinannya, Buffett mulai membeli saham Berkshire Hathaway dengan harga US$ 7,60 per lembar saham.

Selama 3 tahun berdiri setelah dibeli Buffett, Berkshire-Hathaway bekerja hanya dengan dua pabrik manufaktur dan sekitar 2.000 karyawan. Kondisi pun mulai membaik. Tetapi, di tahun 1967 Buffett membawa Berkshire-Hathaway ke bisnis yang sangat berbeda, yakni sektor asuransi dan investasi. Tak disangka, keputusan Buffet itu menjadi salah satu taruhan paling sukses dalam sejarah bisnis AS.

Saham pertama yang dibeli Berkshire-Hathaway adalah adalah National Indemnity Co pada tahun 1970. Beberapa tahun kemudian, Berkshire mengambil ancang-ancang lagi, membeli saham ekuitas di perusahaan asuransi untuk pegawai pemerintahan atau GEICO.

Selain tekstil dan asuransi, pada tahun 1970-an dan 1980-an Berkshire membeli saham di perusahaan-perusahaan dalam industri yang beragam seperti permen, perusahaan gas dan utilitas.

Bersama rekannya yang bernama Charlie Munger, mereka membawa Berkshire untuk membeli saham-saham yang berpeluang. Tapi, cara penilaian sahamnya tak seperti investor pada umumnya, yang berpatokan pada aset dan arus kas.

Hingga saat ini, Berkshire telah memiliki portofolio saham pada perusahaan-perusahaan kelas kakap dunia. Sebut saja Bank of America dengan porsi saham 11,9%, Kraft Heinz Co 26,6%, Coca Cola 9,3%, Apple 5,9%, Amazon 0,1%, General Motors Company 5,2%, dan 33 portofolio saham lainnya berdasarkan data yang diperoleh dari CNBC.

Baru semalam, Buffett mencetak keuntungan sebesar US$ 10 miliar atau sekitar Rp 140 triliun karena empat portofolio saham terbesarnya melonjak naik. Lonjakan itu dipicu oleh perusahaan farmasi Pfizer yang baru saja mengumumkan vaksin Corona (COVID-19) yang dikembangkannya efektif 90% untuk menyembuhkan pasien.

Dilansir dari Business Insider, saham Apple naik sebanyak 2,8%, meningkatkan nilai sekitar 981 juta lembar saham yang dimiliki Berkshire, dan mencapai nilai lebih dari US$ 3 miliar atau sekitar Rp 42,19 triliun. Sementara itu, saham Bank of America, naik sebanyak 12%, menghasilkan keuntungan kertas US$ 3 miliar lagi untuk Berkshire.

Begitu juga dengan saham Coca-Cola yang melonjak 8%, mengangkat nilai saham yang dimiliki Berkshire pada perusahaan minuman bersoda itu dari US$ 400 juta atau sekitar Rp 5,6 triliun, menjadi US$ 1,5 miliar atau sekitar Rp 21 triliun. Terakhir, American Express juga naik 20%, dan menambah US$ 3 miliar lagi untuk Berkshire.

Beberapa kepemilikan Berkshire lainnya juga naik nilainya. Misalnya, perusahaan memperoleh masing-masing sebanyak US$ 400 juta dan US$ 270 juta atau sekitar Rp 3,79 triliun atas saham Wells Fargo dan JPMorgan, karena kedua saham bank tersebut melonjak sekitar 10%. Saham Berkshire di Visa, Mastercard, Synchrony Financial, dan Suncor Energy juga melonjak nilainya.

Dengan sejumlah portofolio di perusahaannya, Warren Buffett tercatat memiliki kekayaan sebesar US$ 83,2 miliar atau sekitar Rp 1.169 triliun menurut data Forbes. Pria berusia 90 tahun itu masih menduduki posisi ke-4 sebagai orang terkaya di dunia. Kekayaannya naik 5,28% yakni sebesar US$ 4,2 miliar atau setara dengan Rp 59 triliun dalam semalam, tentunya dilatarbelakangi oleh saham-saham yang dimiliki Berkshire mengalami kenaikan nilai.



Simak Video "Video: BKPM Catat Investasi Rp 2 Ribu T Gagal Masuk RI di 2024, Kenapa?"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads