Jadi ada yang dari PMN, ada juga mencari pinjaman dana dari market atau perbankan. Nah yang dari Perbankan itu karena di sana LHR (lalulintas harian rata-rata) nya masih kecil, jadi tidak selalu komposisinya 30% ekuitas dan 70% pinjaman. Bahkan ada yang ekuitasnya lebih besar, jadi terbalik. Ekuitasnya 60%, pinjaman 40%.
Jadi totalnya 40% ekuitas, 60% nya pinjaman karena LHR nya masih kecil. Kemudian juga ada yang namanya dukungan konstruksi, yaitu VGF (Viability Gap Funding).
LHR ruas mana yang kecil?
Banyakan yang kecil. Kalau yang bagusnya Medan-Binjai. Sekarang sudah di atas 11.000 kendaraan per hari. Lalu satu lagi Palembang-Indralaya. Karena sudah mulai tersambung, orang kalau mau ke Palembang, orang cari yang lebih singkat waktunya.
Pendanaan sudah closed?
Sudah closed. Dari PMN total sekitar Rp 17 triliun, dari bantuan konstruksi VGF tadi Rp 36 triliun. Jadi total Rp 53 triliun. Lalu pinjaman perbankan sekian.
Itu sudah closed semua?
Sudah. Kalau nggak, kita nggak selesai-selesai.
Apa yang menjamin bank mau minjamin buat bangun tol yang katanya kurang visible secara bisnis?
Karena pinjaman itu kan kita ada penugasan dari Presiden. Dengan penugasan itu, pinjaman yang dilakukan HK untuk membangun tol Trans Sumatera mendapat penjaminan dari pemerintah.
Total investasi yang dibutuhkan jadinya berapa?
Karena 2.270 km, kira-kira investasinya bisa sampai Rp 280 triliun. Ekuitasnya nanti Rp 170 triliun, sumbernya macam-macam, dari VGF dan lain-lain. Kemudian kekurangan ekuitas dipenuhi dari pinjaman ada Rp 121 triliun.
Jadi yang dari VGF sudah Rp 36 triliun, yang dari PMN Rp 5,6 sama 10,5 triliun. Sejauh ini bertahap sudah seperti itu.
Apakah HK masih butuh bantuan pendanaan lagi dari pemerintah?
Kalau untuk menuntaskan sampai selesai kan tetap harus ada. Tapi imbangannya kan nanti kalau ini sudah mulai menghasilkan, kan PMN berkurang, porsi pinjaman yang ditingkatkan. Itu bisa diatur penjaminannya ini, LHR sudah bagus. Jadi di-switching.
Untuk prospek, tol Trans Sumatera juga menarik bisa ditawarkan ke investor? Mungkin melepaskan kepemilikan saham?
Iya bisa. Setelah nyambung nanti ya. Sekarang orang kan nggak mau karena baru sepotong-sepotong.
Sudah masuk dalam pipeline rencana itu?
Kita sedang merencanakan bersama-sama dengan departemen keuangan. Karena kan ini konsesi yang nggak bisa dilepas begitu saja. Kami minta direktur keuangan berkonsultasi dengan biro hukum di Kementerian Keuangan supaya tidak ada yang menyalahi aturan.
Dirkeu sudah melakukan beberapa kepada calon investor yang nanti kalau sudah dibuka misalnya sampai Palembang, kan sudah kelihatan lalulintasnya.
Tapi tol ini kurang diminati oleh investor kabarnya?
Memang kan semula tol ini juga sudah ditenderkan sampai beberapa kali. Tapi orang tidak tertarik karena dari segi bisnisnya kurang. Karena tidak mau, maka keluarlah penugasan dari pemerintah untuk diselesaikan. Karena penugasan, harus kepada BUMN yang sharenya masih 100% dimiliki pemerintah. Jadi tidak menariknya karena LHR nya rendah. Tapi karena HK yang dimiliki 100% pemerintah, maka pemerintah secara UU boleh menjamin utangnya untuk bangun ini.
Investor sudah menunjukkan ketertarikan?
Mereka sekarang masih mau lihat selesai dulu jalannya buat lihat LHR nya. Sekarang realita yang Medan-Binjai sudah mendekati FS nya, ternyata cepat. Itu pasti banyak yang tertarik.
Siapa saja investornya?
Mereka sudah mulai tanya-tanya. Ada dari China, Korea.
Biaya investasi mana lebih mahal dibanding Jawa?
Hampir sama. Rata-rata per kilometer itu Rp 100 miliar buat yang on grid. Tapi kalau yang elevated bisa 2 kalinya. Di Palembang itu ada yang 30 atau 40 km nya elevated. Untuk ruas-ruas tertentu memang ada yang mahal biayanya, terutama nanti Padang-Pekanbaru. Itu kan lewat bukit barisan, jadi bikin terowongan. Itu nanti ada yang sudah dipastikan dana itu dari JICA. Biayanya sampai Rp 1 triliun per kilometer.
Panjangnya?
16 km kayaknya. Tapi parsial. Karena medannya memang begitu.
Tarif tol bagaimana?
Tarif itu ditentukan oleh Kementerian PUPR. Tarif yang diizinkan maksimum Rp 940/km, ada juga yang Rp 700. Itu paling mahal tidak boleh lebih besar dari Rp 1.000/km. Jadi kalau nanti investasinya mahal, ya kita mohon diperpanjang konsesinya. Itu saja.
Pokoknya yang belum ada tarifnya nanti, dihitung harus di bawah Rp 1.000/km.
Perpanjangan konsesi tidak masalah?
Nggak apa-apa. Kan kita kasih hitungannya ke pemerintah yang ikut menentukan tarifnya.
(eds/zlf)