Buka-bukaan Bos Mandiri soal Predikat Tempat Kerja Terbaik Dunia

Wawancara Khusus Dirut Bank Mandiri

Buka-bukaan Bos Mandiri soal Predikat Tempat Kerja Terbaik Dunia

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Senin, 19 Nov 2018 09:31 WIB
Buka-bukaan Bos Mandiri soal Predikat Tempat Kerja Terbaik Dunia
Foto: Ari Saputra
Belum lama ini Bank Mandiri kan masuk ke urutan 11 world's best employers versi Forbes 2018 di usia Mandiri ke 20 tahun. Sebagai pimpinan di Bank Mandiri, bagaimana tanggapan bapak dengan peringkat ini?
Saya sudah satu tahun setengah ini berusaha untuk mengubah budaya kerja dan budaya bisnis di Bank Mandiri. Saya melakukan ini karena sektor perbankan sedang menghadapi tantangan tak hanya dari sisi digital. Di era volatility, uncertainty, complextity and ambiguity (VUCA) kan di berbagai area. Padahal tidak hanya digital, tapi kemudian dari sisi ekonomi juga kan sedang gila-gilaan volatilitasnya.

Misalnya kita membuat corporate plan biasanya ada yang untuk 5 tahun. Sekarang harus dipercepat misalnya setiap tahun harus kita ubah strateginya. Seperti strategi di UMKM, kalau sudah tumbuh ya kita masuk ke korporasi. Jadi kita juga harus pintar-pintar melihat perubahan cuaca ekonomi yang sangat cepat ini. Karena kalau salah kita bisa kalah, dulu Mandiri pernah terjebak di segmen komersial tiga tahun lalu, jebol dan NPL naik.

Kita harus punya visi ke depannya mau seperti apa? karena itu harus diubah. Memang jadi bankir di masa lalu itu hanya mengikuti SOP yang saklek dan berpikirnya lurus saja. Memang ada tipe-tipe orang tidak bisa menangkap sinyalemen-sinyalemen perubahan ini.

Jadi bankir di masa depan harus akrab dengan situasi VUCA di teknologi, ekonomi hingga politik. Kita harus mengubah pola pikir kita agar lebih fleksibel, apapun yang terjadi dengan kita, ya kita haru smenyesuaikan diri. Nah akarnya di situ harus benar-benar diperhatikan. Kami sebagai bank BUMN memang ingin mengubah mindset yang penuh kekakuan. Ini sangat penting agar bisa menghadapi perubahan zaman dan melewati tantangan itu.

Kemudian yang kedua yang saya tangkap, saat ini pegawai Bank Mandiri mayoritas adalah generasi milenial. Usia pegawai 60% - 70% itu di bawah 40 tahun. Jadi kalau dikumpulin mereka itu punya cara pandang yang sangat berbeda dengan generasi sebelumnya yang bekerja di tahun 80-an sampai 90-an.

Bagaimana cara mereka memandang pekerjaanya, cara mereka memandang bos-bosnya, cara mereka memaknai kesehariannya. Semuanya berbeda akan selalu ada perubahan, karena itu untuk mengakomodir milenial ini kami berupaya untuk membuat mereka tidak seperti menjadi kolonial karena bos-bosnya kaku.

Jadi saya bilang ke teman-teman direksi. Zaman sekarang milenial ini jumlahnya banyak. Kita yang harus menyesuaikan ke mereka, jangan dibalik mereka yang harus mengikuti kita. Saya katakan ke mereka dulu anak muda masuk ke Mandiri lama-lama berubah kayak orang tua, sekarang orang tua di Mandiri harus jadi seperti anak muda dan menyesuaikan. Karena dengan seperti itu kita justru menjadi lebih mudah dalam menyampaikan pesan-pesan apapun mulai dari pekerjaan hingga risk management produk.

Awal mula perubahan di Bank Mandiri seperti apa?
Saya mulai mengubah pola komunikasi dulu. Saya bicarakan dengan tim harus ada yang beda. Waktu itu 2016 saya membacakan result Bank Mandiri 2016 saya buat acara sesantai mungkin di halaman taman dekat lobby. Saya ngobrol soal strategi Bank Mandiri tahun depan, pakai video. Ya dibikin fun lah, ada main bolanya segala. Setelah selesai, videonya saya blast ke seluruh cabang di Indonesia, oh ternyata itu penerimaan mereka luar biasa, mereka senang sekali karena lebih efektif dan mereka merasa enjoy.

Daripada saya bacakan result sambil pidato di depan. Satu arah seperti monolog saya bacakan tahun ini kita mau seperti ini, tahun depan begini. Saya bosan seperti itu terus, kurang menarik bagi saya dan bagi mereka. Setelah dipelajari, cara penyampaian monolog tidak good response.

Akhirnya waktu lebaran saya bikin lagi, open house di rumah dinas saya terima milenial Mandiri. Sambil makan kita ngobrol-ngobrol dan mereka senang, ini harus dijadikan budaya nih kebiasaan.

Budaya apa saja yang ada di Bank Mandiri?
Pertama, Satu Hati Satu Mandiri kan banyak ya mulai dari sekuritas, syariah, multifinance, asuransi, produk mikro, konsumer dan lain-lain. Saya ingin komponen Mandiri ini benar-benar berfungsi dan berkontribusi maksimal dengan kolaborasi.

Kedua, ada Mandiri yang tangguh, artinya dengan perubahan apapun misalnya cuaca ekonomi makro seperti saat ini, Mandiri harus mampu menghadapinya. Atau contohnya nasabah diambil yang lain, ada kredit macet, ya sebagai bankir kan ada senang ada susah seperti nagih kredit. Ya harus tangguh, seperti dulu kita kena NPL di 2016 4% orang-orang di sini pada down. Saya yakinkan, siklusnya memang seperti itu, kadang bagus kadang nggak, kita harus tetap jadi Mandiri yang tangguh dan tumbuh sehat.

Ketiga, kita harus tumbuh sehat. Memang tidak mudah ini dulu kan kita dibiasakan pada fix mindset tidak bisa lihat kiri dan kanan. Tapi sekarang harus lebih baik. Misalnya mau bikin aplikasi yang cepat satu bulan harus jadi, tapi nanti kalau diluncurkan nggak bagus atau diretas dan datanya diambil orang kan harus seimbang. Harus nyaman untuk nasabah, tapi juga harus membuat sistem keamanan dan risk management yang baik.

Keempat, memenuhi kebutuhan pelanggan. Sekarang era digital disruption, jadi harus mengubah pola ke customer centric kalau dulu kita jualan produk kita menawarkan secara paksa ke nasabah 'pak kita ada produk ini beli ya pak, beli ya bu' sekarang nggak boleh kayak gitu lagi. Justru kita harus membuat nasabah nyaman dan tertarik dengan produk kita. Ini yang harus dibalik jangan tergantung kitanya.

Kelima, bersama membangun negeri. Ini yang saya rasakan memaknai fungsi agen pembangunan di bank BUMN. Itu secara lebih luas lagi bahwa bukan hanya CSR, tapi membangun infrastruktur kita dukung financial inclusion dengan membangun UMKM dan lebih luas. Dulu memang kan agen pembangunan hanya dilihat dari CSR nya, padahal kerja kita sehari-hari juga membangun negeri. Misalnya kita memberikan kredit ke Jasa Marga untuk membangun jalan tol, bisa dibilang bisnis tapikan ada juga kontribusi membangun negerinya. Oh ini jalan kita yang biayain ya, seneng juga dapat profit dapat fee tapi untuk negeri juga.

Lima budaya ini saya kemas dan saya terapkan di Bank Mandiri. Penerimaan pegawai Mandiri luar biasa sekali.

Hide Ads