Itu alternatif, kan harus terkoneksi sama kawasan ini kan. Di Paris itu reklamasi, di Korea reklamasi, di Shanghai juga reklamasi, Beijing pun sama reklamasi. Pertimbangan lahan hampir sama seperti Soetta 1 sekitar 2.000 hektare rencananya, meskipun bertahap.
120 juta penumpang perkiraan di tahun berapa?
Sekitar 2025-2030 mungkin kita maksimalkan 2025-2027 itu akan tembus, anggap saja 2028 kan cepat 10 tahun dari sekarang lah. 10 tahun itu nggak kerasa belum lagi kita disibukan sama yang eksisting ini yang sambil jalan juga kan. Nah ini yang suka dilupakan pengembangannya Bandara Soetta ini kalo benar revitalisasi nggak sekarang mas harusnya dari kapan tahu, masa nunggu jadi 24 juta dulu baru revitalisasi kan.
Target tahun berapa?
kita kan sekarang feasibility study selesai tahun depan, belum ngurus izin kan kita butuh waktu, paling cepat kalo izinnya cepat tahun 2022 itu bisa lah konstruksi. Kisarannya nggak akan kurang dari Rp 100 triliun kalau dilakukan pakai reklamasi dan itu kan program masterpiece negara bukan lagi program AP II, sudah harus jadi kebanggaan negara. Negara lain juga reklamasi, Kansai itu reklamasi, Maldives itu negara kecil aja reklamasi mau bangun runway pake reklamasi. Soetta I dan II dengan alternatif transportasi yang dijelaskan tadi, kita rencananya ya 15-20 km jauhnya, dan itu ideal banget buat terkoneksi, bisa pakai LRT atau people movement. Yang sudah selesai itu pra-FS, kalo FS itu sudah mempertimbangkan yang teknis, kalo pra-FS kan masih umum, beda sama Terminal 4 yang sudah mau masuk ke desain, Terminal 4 di dalam di Soewarna lapangan golf.
Prospek untuk penerbangan internasional?
Saya rasa kalau internasional kita lihat AP II ini sudah biasa bawa populasi besar di negara berkembang. Kita juga berpengalaman selama 34 tahun lebih kelola bandara, capex kita finansialnya bagus, peluang kita saya rasa sama saja karna standarnya global sama saja seperti yang kita terapkan di sini.
Internasional ekspansi itu kita bisa milih pendekatannya dengan B to B, kalo di dalam negeri kan kita gak banyak milih belum lagi kalau penugasan. Jadi ada tiga pertimbangan kita bisnis follow the trafic, network, dan people. Kita lihat peluangnya, misal Filipina traffic-nya bagus nggak, peluangnya banyak nggak orang Indonesia di sana. Jadi maksud saya apa kita mungkin pengelola bandara di Afrika gitu, ya kita liat lagi ada network nggak, traffic, people, kalo ternyata tidak ke situ ya jangan yaudah jangan dipaksakan.
Prospek tahun depan bagaimana dan berapa belanja modal yang disiapkan?
Tahun depan Rp 12 triliun, kalau tahun lalu Rp 16 triliun itu kan Rp 4 triliunnya PMN, domestic bond aja kita kan series dari tahun 2018 kita dua tahun Rp 3 triliun, jadi setengah yang baru kita serap. Ya kita liat nanti kebutuhan bagaimana project-nya seperti apa, ya kita juga kan ada tiga bandara sudah menunggu, Lampung, Bengkulu, sekarang kan Palangkaraya tugas pertama yang mesti dipercepat sebelum triwulan I selesai operasi terminal Palangkaraya harus sudah realisasi karena Presiden (Jokowi) mau meresmikan. Kita belum optimalkan global bond karena kita sumber pendadaan dalam negri masih bgaus, kita juga peghasilan kan rupiah ya nggak valas. Jadi kita lebih baik di-support commercial loan dan domestic bond sudah cukup memadai.
Pendapatan tahun ini berapa?
Kita sedang fight lah kan belum selesai, mungkin lebih relevan kalo bicara EBITDA. Kita lagi invest nih paling heavy 10 tahun lalu, nah kita sekarang ini lagi harvest-nya panennya. Nah setelah mereka tidak sebanyak lagi seperti di awal, nah tiga tahun lalu kita invest lagi untuk 5-10 tahun lagi. Nah itu makanya awal saya bilang kita mau sustainable competitive growth, tumbuh kompetitif berkelanjutan, jangan sampai aset tidak memadai untuk generate revenue baru, aset sudah tua revenue generation turun, banyak yang terjebak di situ.
Udah terjadi kaya gitu ini aja Soetta terminal baru jadi. Bahasanya itu dieksploiasi habis habisan puluhan tahun lalu. ternyata sadar kecepatan pertumbuhan sangat tinggi, backlog 20 juta. Jadi sebenernya kalo dihitung Terminal 4 itu cuma buat penuhi backlog, runway 3 juga. backlog kita ini banyak di udara iya, di terminal juga iya.
Smart airport?
Jadi kita ini mau masuk ke soft infrastruktur, kan kala bandara didominasi hard infra runway, taxiway, segala macam, dia hard effort di hard infra. Soft infra ini bisa lebih cepat dan lebih murah, nah kita bikin smart airport. Kita memahami bahwa ini butuh capex butuh waktu juga butuh kompetensi. Ini kita masuk ke 1.0, 2020 slesai ke 2.0. Smart dan connected, smart itu semua hal yang di otomasi, nah kalo connected itu multi stake holder colaboration.
Contoh ada pesawat dari Jakarta ke Surabaya, kalau tersambung maka bandara lawannya itu punya data semua, berapa orang di situ, berapa bagasinya. Nah kalau pakai smart airport di bandara sudah terhubung jadi akan efektif, nanti di garbaratanya ada sensor ke detected di cctv. (ara/ang)