Lika-liku Nasib Pos Indonesia Berkelit dari Kematian

Lika-liku Nasib Pos Indonesia Berkelit dari Kematian

Hendra Kusuma - detikFinance
Kamis, 21 Feb 2019 14:04 WIB
Lika-liku Nasib Pos Indonesia Berkelit dari Kematian
Foto: Grandyos Zafna/detik.com
Ketika ditawari ke Pos, langsung terima atau melakukan kajian-kajian dulu, karena ternyata ini yang masuki beda dengan perusahaan sebelumnya, ini hutan belantara betul?
Di dalam diskusi-diskusi awal dengan teman-teman Kemenerian BUMN, saya memang menyampaikan ini di luar area yang saya pahami, karena saya tidak dibesarkan di lingkungan BUMN, sehingga saya menghindar beberapa kali, dengan berbagai reason, tetapi pada akhirnya muncul semacam nurani, "hei terus apa yang anda berikan kepada bangsa ini, toh kamu lahir dari Indonesia, kamu anak yang dibesarkan oleh Indonesia, sekolah juga negeri, SMP, SMA, ITB juga negera, saya juga dibesarkan oleh negara, nah i think.

Jadi ini lebih menjadi tantangan?
Betul, ya jadi panggilan ya sudahlah bismillah saja, walaupun waktu itu istri saya di Jepang, saya dipanggil Bu Menteri menerima surat pengangkatan Dirut PT Pos. Saya telepon istri saya bilang inalillahi wainnailaihi, itu jawaban istri saya karena tahu dia akan kehilangan privilege yang biasanya private life kita menjadi hilang, masuk ke dunia public yang tentu dari sisi responsibility menjadi berbeda.

Kalau dilanjutkan pertanyaanya, apakah saya regret? no, karena Indonesia tetap butuh orang yang berpikir dan bekerja keras untuk mau memulihkan apapun yang dimiliki. Bangsa kita sudah terlalu jauh ketinggalan, dalam dunia Pos kita yang terbelakang, tetapi ini adalah satu represntasi keterbelakangan dari berbagai hal juga.

Dengan berbagai ketertinggalan ini, mengenai persoalan, apa prioritas yang harus dibenahi?
Menurut saya ada 3 hal dalam proses transformasi, pertama culture, karena skillset yang dimiliki Pos di masa lalu bebeda dengan kebutuhan industri sekarang, antara lain kalau bicara culture tidak hanya visi, value, tetapi juga skillset ini butuh perubahan signifikan. Kedua bisnis model, bisnis model kita sudah berbeda dengan masa lalu, di mana yang namanya Go-Jek, Grab bukan kurir tapi faktanya mereka memberikan layanan untuk kurir industri, mereka pemain logistik. Ketiga, tentunya bisnis prosesnya, infrastrukturnya, teknologinya, ini semua mengikuti. Jadi ada tiga poin besar yang memang harus dilakukan secara paralel. Masalahnya kita itu punya window yang sangat sempit, kalau kita punya uang untuk transformasi berapa lama mungkin persoalannya berbeda, windowsnya itu terlalu pendek jadi bagaimana transformasi dijalankan.

Makanya muculah hal-hal yang menjadi friksi, antara comfort zone dengan sesuatu atas dasar necesisitis harus berubah.

Berapa jumlah karyawan?
28.000 orang

Dari 28.000 mungkin tidak dilakukan riset tingkat kesadaran mereka bagaimana, ini sudah berubah, pesaing anda harus jungkir balik untuk mendapatkan kesejahteraan?
Gini, kalau kita memahami konteksnya psikologi masa, tidak semua orang tidak mau mengerti mungkin beberapa, oknum oknum atau apapun, tapi noise yang mereka bawa sangat vokal. Ahirnya munculah spekulasi-spekulasi, apakah kita mau istiqomah dengan stream transformasi sudah lah tidak dipusingkan gangguan, ya sudahlah bagaimana transformasi kita jalankan, sehingga cepat, atau kita pusing dengan hal yang mengganggu ini, akibatnya rencana proses transfomasi kita jalankan dalam waktu yang bisa selesai pendek jadi berkepajangan, itu juga menjadi pilihan yang sulit. Tapi menurut saya, teman-teman yang belum bisa menerima perubahan yang baru harusnya cukup lihat kepentingan teman yang lain, ada 28.000 yang ada di dalam kapal ini, yang tidak boleh kalau tenggelam bersama-sama.

Tingkat kesejahteraan Pak Pos dengan BUMN lain bagaimana?
Saya rasa kita masih dalam posisi bukan lah yang terbaik, karena BUMN yang sudah sehat, banking terutama, Telkom, Pertamina jauh lebih baik, tetapi kita bukan yang terburuk, saya bisa sampaikan bahwa among the view itu yang bayar gaji di depan itu hanya Pos, jadi kita membayar pegawai tetpa kita tanggal 1 untuk bulan yang berjalan.

Itu kebijakan sejak kapan?
Sejak transformasi PNS sampai sekarang kan, terkait forward saja.

Jadi wajar dong kalau kerja seenaknya, toh sudah digaji duluan, berbeda dengan kurir yang lain?
Betul, makanya tidak boleh menyerah kalau kita perlu berubah dan perlu bergerak cepat. Ini tidak boleh mundur semangat untuk mengubah ini harus dipertahankan tidak boleh kalah, tidak boleh menyerah, kalau kita menyerah maka kapal sebesar ini.

SDM yang terganggu ini apakah karena enggan mengubah gaya kerja, atau ada hal lain, yang mereka terusik dengan kehadiran direksi baru?
Kalau semata-mata mengubah ritme kerja itu gangguan ringan, tapi gangguan yang berat bagaimana permintaan saya membuat semua proses menjadi transparan itu agak sulit dipenuhi banyak orang, nah ini mungkin bisa menimbulkan gangguan-gangguan buat mereka yang selama ini nyaman-nyaman saja. tapi saya tidak menduga itu banyak, tidak banyak tapi cukup influencial gitu lha.

Ketidaktransparan ini dalam hal apa saja?
Saya mending tidak usah mengungkapkan itu, karena biarlah itu urusan.. Tapi hal yang ingin saya pandu adalah bagaimana Pos ini menjadi organisasi yang profesional, transparan, saat ini dengan proses yang kita miliki, anda membayangkan, kalau saya deliver lebih banyak dari yang saya colect, apa yang salah?Kalau saya meng-collect 10, tapi mendeliver ke kostumer 12 berarti ada uang yang tidak masuk ke saya, saya itu Pos maksudnya, itu contoh saja, Setransparannya dari sistem yang kita miliki, belum lagi soal berat, di dalam catata saya hanya 10 kg tetapo yang saya deliver itu bisa 15 kg bisa 17 kg , itu hal-hal yang membutuhkan perubahan, karena sudah berlangsung lama sekali.

Hide Ads