Harus. Karena alatnya pun harus diupgrade. Alat di sekolah ini harus up to date dengan teknologi terbaru. Artinya jangan sampai di sekolah diajarkan seperti ini, kemudian di pekerjaannya teknologinya yang dia tidak mengerti.
Investasi harus tetap dilakukan. Pertama, soal peralatan. Sekolahnya mungkin masih perlu. Tapi yang penting itu guru. Guru itu harus diupgrade. Bisa dengan retrainingnya, atau gurunya dibiasakan juga magang secara teratur. Jadi jangan sampai guru itu pakai ilmu yang sama terus untuk mengajar sampai dia pensiun. Jadi alat, sekolah, gurunya, dan kita ingin dorong supaya guru di kelas; terutama yang SMK atau sekolah teknik, itu tidak harus orang yang sekolah guru. Kita akan dorong selain guru, instruktur. Misalkan pensiunan dari pabrik tekstil, bisa mengajarkan vokasi mengenai permesinan. Intinya kita akan lebih memberdayakan instruktur dan itu jadi bagian dari investasi pemerintah.
Tema acaranya kan Mission Possible: Memanfaatkan Peluang Pekerjaan Masa Depan untuk Mendorong Pertumbuhan Inklusif. Apakah ada kekhawatiran Indonesia tak bisa manfaatkan peluang pekerjaan di masa depan?
Saat ini dengan adanya revolusi industri 4.0, yang berkembang di publik adalah seolah-olah ini akan menghilangkan sekian lapangan pekerjaan karena digantikan oleh mesin. Sehingga orang menganggap ada mission impossible, bagaimana kita orang-orang yang sudah sekolah ini bisa tetap bekerja dan menurunkan pengangguran.
Sekarang ini pengangguran kita sekitar 5,34%, kita ingin pengangguran kita 2045 di level 2% misalkan. Jadi harus ada upaya menurunkan. Kita berusaha membuat ini possible dengan me-matching-kan antara apa yang dibutuhkan oleh dunia usaha dan bagaimana bentuk kurikulum atau sistem pendidikannya sehingga lulusannya bisa langsung masuk ke pasar kerja tanpa harus ada lagi uptraining, retraining dan segala macamnya.
Soal STEM tadi, apakah artinya pemerintah lebih konsen untuk penyediaan tenaga kerja dari jurusan ini?
Pemerintah harus mengubah paradigma pendidikannya. Kita itu terus terang kekurangan insinyur. Insinyur saja kurang padahal sudah ratusan ribu. Dari sekitar 600-700 ribu insinyur yang ada, yang benar-benar bekerja sebagai insinyur itu cuma 5 ribuan. Yang lain sudah di bidang lain. Padahal kita butuh orang-orang yang tetap di bidangnya, profesional di bidangnya, sehingga dia bisa menciptakan inovasi untuk kemajuan di sektor tersebut. Bukan hanya sekedar dapat gelar sarjana.
Intinya kita ingin mengarahkan agar orang-orang Indonesia itu mulai berpikir mengenai masa depan. Pertanyannya, bagaimana dengan orang-orang yang terlanjur bidangnya sudah di mana misalnya. Di dalam rencana pembangunan kita, kita akan mendorong yang namanya rescalling (dari tidak mengerti jadi mengerti), upscalling (ditingkatkan), satu lagi lebih ke refresh atau update. Ini membutuhkan kerja sama dari balai latihan kerja. Jadi institusi balai pelatihan vokasi itu juga harus didorong, tidak hanya pendidikan.
Terkait dengan kurikulum, orientasi kita untuk pendidikan vokasi nanti bukan hanya ijazah nya. Tapi kalau tanpa sertifikasi kompetensi, orang akan nanya bisanya apa, spesialisasinya apa. Kalau dijawab semua apa aja bisa, bagi pemberi kerja, bagi yang ngomong semua apa saja bisa, itu artinya orang itu nggak bisa apa-apa sebenarnya, karena terlalu general. Tapi kalau ada sertifikasi kompetensi selama sekolah, misalnya 3 atau 4, itu lebih gampang direkrut. Jadi ini paradigma yang harus kita ubah, menghilangkan kekhawatiran orang terhadap industri 4.0 yang nggak bisa ditahan lagi ini.
Dorong penciptaan lapangan kerja nggak lepas dengan masuknya investasi. Investasi asing termasuk yang sedang gencar kita genjot. Ada kekhawatiran masuknya TKA lebih banyak dibanding penyerapan dalam negeri, terutama tenaga ahli?
Kalau didominasi tidak, tapi untuk beberapa bidang mungkin awalnya akan asing dulu. Tapi yang penting asing ini hanya untuk yang benar-benar tenaga kerja Indonesia tidak bisa. Tidak akan mendominasi sampai ke bidang-bidang yang tidak butuh skill tertentu. Makanya kita harus cepat dengan pendidikan vokasi dan umum yang lebih terarah.
Karena ketika investor asing masuk dengan teknologi maju yang dia punya, ada dua kemungkinan. Pertama, dia bawa tenaga kerja dari negeri dia sendiri. Contohnya saja saat pertama kita ngundang investor migas, itu karena insinyur perminyakan masih sedikit di Indonesia, jadi banyakan orang asing yang masuk. Makanya kalau kompleks rumah perminyakan, itu pasti banyak yang gaya barat karena didominasi oleh mereka. Kedua, pakai robot atau automasi.
Ini yang harus kita antisipasi. Kita harus lihat dari supply nya yang datang dari dunia pendidikan atau balai pelatihan. Dan dibentuknya nggak bisa setahun, butuh bertahun-tahun untuk bisa menghasilkan yang benar-benar dibutuhkan oleh pasar.
Untuk automasi, skill orangnya harus kita angkat dari yang biasanya cuma operating mesin ke supervisornya. Karena bagaimanapun rumitnya mesin atau sistem yang dipakai, tetap harus ada yang ngawasin.
Kurikulum yang mau dirombak tadi apakah artinya porsi alokasi APBN untuk pendidikan akan ditambah?
Sebenarnya sudah terefleksi di APBN 2019 dan lebih terfleksi lagi nanti di APBN 2020. Di satu sisi kita ingin perubahan yang mendasar, tapi di satu sisi kita juga harus cepat concerningnya. Jadi anggaran bertambah, dilarikan untuk pengembangan vokasi yang lebih banyak. Baik melalui DAK untuk daerah, politeknik yang diperkuat baik negeri maupun swasta, dan perbanyak balai latihan kerja (BLK) atau training centre. Karena waktunya pendek, kita harus cari apa quick win yang bisa kita lakukan, termasuk penyediaan instruktur yang pengalaman.
Bahkan mulai dipikirkan juga, mungkin magang di Indonesia saja tidak cukup tempatnya dan tidak ngejar teknologinya mungkin. Kita juga mulai pikirkan magang luar negeri, baik bagi peserta yang lewat jalur training maupun education. Karena bagaimanapun mereka harus terekspos dengan teknologi baru.
Perubahan kurikulum apakah ada payung hukum baru nantinya?
Nanti akan di bawah Menteri Pendidikan, Pada intinya nanti akan ada Komite Nasional untuk pendidikan vokasi ini, dan berikan arahan bagaimana kurikulum ini disesuaikan. Yang penting kurikulum harus nyambung dengan kebutuhan pasar. Jadi memang Kementerian Pendidikan dan Ketenagakerjaan harus lebih sering-sering ngobrol supaya masing-masing dapat sense dari yang dibutuhkan dan disiapkan.
Implementasi sudah mulai ada soal kurikulum yang diinginkan tadi?
Sudah mulai. Kita juga arahkan agar SMK ini sesuai dengan bidang prioritas di daerahnya. Dan semua tidak hanya bidang industri, termasuk misalnya pariwisata. Pariwisata ini kan sekarang unggulan, tapi kalau kita bicara soal sekolahnya ternyata dulu cuma 1 yang ada, yaitu di Bandung, yang NHI itu. Sekarang sudah ada enam. Dan enam ini semuanya ada di daerah tujuan wisata. Itu contoh-contoh bahwa sekolah ini berdasarkan prioritas di daerahnya. Sekaligus kita mengurangi pengangguran di daerah dan mencoba mengajak warga daerah ikut investasi di bidang pariwisata.