Perkembangan fintech ilegal ini kenapa makin marak, kita tutup satu muncul yang baru, ganti nama itu tidak lepas dari tiga hal utama. Pertama dengan kemajuan teknologi informasi saat ini yang memudahkan semua orang untuk membuat situs aplikasi, menawarkan melalui media sosial itu memang sangat tidak bisa dipungkiri. Kita lihat penawaran-penawaran saat ini merambah ke media sosial, sms, Instagram, Whatsapp, Facebook nah ini digunakan oleh orang-orang ini untuk kegiatan fintech lending ilegal ini.
Kalau dulu masih web based dan aplikasi yang ada di playstore. Nah kemudian teknologi informasi ini sudah kita respon bersama Kominfo dan Polri untuk deteksi secara dini aplikasi baru. Sehingga kita blokir melalui kominfo. Bagi kita memang satgas waspada investasi sangat sulit untuk memberantas fintech ilegal ini, kita sudah panggil Google Indonesia untuk membantu satgas mendeteksi secara dini apabila ada orang yang mau membuat aplikasi, web untuk fintech lending agar tidak dibolehkan kalau tidak ada tanda tangan OJK.
Tapi Google sendiri bilang sangat sulit karena mereka dukung inovasi dan open source, siapapun bisa bikin aplikasi dan apapun. Atas dasar itu yang bisa kita lakukan adalah melakukan penanganan secara dini. Jadi begitu muncul kita injak, begitu muncul kita blokir itu yang pertama.
Yang kedua literasi harus ditingkatkan untuk masyarakat jangan pinjam pada fintech ilegal, pinjamlah pada fintech yang terdaftar di OJK, kita edukasi masyarakat. Kemudian dalam edukasi ini kita sampaikan tips kepada masyarakat yang pertama gunakan fintech lending yang terdaftar di OJK, daftarnya ada di website ojk.go.id dan contact center 157, jangan gunakan yang ilegal.
Yang kedua masyarakat hendaknya cerdas meminjam, jadi sesuaikan kemampuan bayar. Artinya kalau kemampuan bayar kita tak mampu lunasi pinjaman jangan pinjam, ini nasehat juga. Jangan melakukan pinjaman baru untuk menutupi pinjaman lama, gali lubang tutup lubang yang kita lihat saat ini cukup banyak.
Yang ketiga memang fintech ilegal ini dalam konteks undang-undang ini belum ada yang atur kalau fintech ilegal adalah tindak pidana. Jadi penyelenggaraan tanpa izin sebagai tindak pidana, masyarakat juga seperti itu. Maka fintech lending ilegal ini belum ada UU yang mengatur, tiga hal ini paling utama sebabkan bahwa fintech lending ilegal masih muncul di lapangan. Tetapi dari sisi fintech ilegal ini meski penanganan sangat sulit bagi kita.
Ada 3 hal yang dilakukan satgas pertama kita umumkan kepada masyarakat, kemudian kedua kita blokir lewat kominfo. Kemudian kita sampaikan informasi kepada bareskrim untuk penanganan diduga tindak pidana di sana. Kondisi-kondisi ini memang kalau dari sisi fintechnya sulit untuk kita pengaruhi.
Yang bisa kita pengaruhi itu adalah dari masyarakatnya. Edukasi ke masyarakat, makanya strategi kita adalah meningkatkan edukasi ke masyarakat, sosialisasi sehingga yang kita respon adalah dari sisi permintaanya. Dengan harapan bahwa makin tinggi literasi masyarakat, semakin tinggi pengetahuannya terhadap pinjaman online dan dia akan beralih ke fintech yang legal. Lambat laun fintech ilegal ini akan berkurang dan bisa tidak beroperasi, jadi ini kita pengaruhi sisi masyarakat kita dari sisi fintechnya sulit jadi dari informasi dan kita pengaruhi dari edukasi.
Caranya?
Kami melakukan edukasi kepada masyarakat, satgas waspada investasi ada program di 6 daerah tahun ini, kami juga punya tim kerja satgas di 40 daerah di Indonesia. Kami juga bekerja sama dengan media massa, media sosial dan jalur-jalur lain. Berbagai macam sarana kita lakukan untuk mencapai akses masyarakat untuk dapat informasi dan bagaimana risiko dari fintech ilegal itu. Ketiga itu adalah kalau meminjam pahami ketentuan, kewajiban, syarat dan risikonya. Supaya masyarakat pahami dulu risikonya, jangan sampai sudah pinjam menyesal.
Kalau muncul diinjak-muncul diinjak, memang setiap hari ada berapa banyak yang muncul?
Ya ada saja yang muncul, ya ada jumlahnya nggak tentu kadang nggak ada juga. Kemungkinan ada dan ini kita rangkum semua data dari Kominfo dan secara proaktif cari datanya. Ya yang blokir inikan kewenangan kominfo atas dasar permintaan satgas waspada investasi yang termasuk anggotanya Kominfo. Dari analisis kami, kami sampaikan permintaan secara reguler. Kewenangan ada di kominfo.
Terakhir ada berapa banyak yang sudah diblokir?
Ada 1.230 yang sudah diblokir
Masih data Bareskrim?
Iya masih, memang banyak sekali. Yang bisa kita lakukan itu tadi, kalau dilihat fintech ilegal ini menyusahkan masyarakat kenapa jadi masalah kenapa, karena penagihan tidak beretika. Kalau kita lihat ciri-ciri fintech ilegal ini dia tidak terdaftar di OJK, kedua dia berikan pinjaman yang sangat mudah tapi risikonya tinggi, bunga, fee, denda tinggi dan tidak terbatas. Contohnya orang pinjam 1 juta yang dikasih hanya Rp 600.000, kan 40% itu. Bunganya bisa 4-7% per hari, denda tak terbatas. Dan hal menarik di situ bahwa fintech ilegal ini selalu meminta akses kontak yang ada di dalam telepon.
Semua yang ilegal cara kerjanya memang seperti itu?
Iya pasti, karena saat kita nggak mengizinkan ya tidak terjadi pinjaman itu. Itu yang harus diperhatikan masyarakat. Jadi jangan sekali-sekali memberikan izin kalau ada permintaan dari fintech untuk mengakses kontak atau data pribadi yang ada di Hp. Lalu nggak ada kontak pengaduannya, jadi kalau masyarakat merasa dirugikan ya lapor ke polisi.
Berbeda dengan fintech yang legal di OJK bahwa fintech legal ini kan identitasnya jelas ya, bentuknya PT atau koperasi jelas, ada alamatnya, kemudian dia juga punya sistem yang terkendali di sana. Bunganya juga ada batasan-batasan ada, penagihan ada batasan.
Kemudian hanya dibolehkan akses tiga hal di Hp, microfon, lokasi dan kamera. Kemudian dia ada saluran pengaduannya di OJK. Yang terjadi saat ini adalah penagihan yang tidak beretika dari fintech ilegal ini, karena masyarakat ini tidak bayar, mereka ditagih dilecehkan diintimidasi, kami tidak pernah mentolerir perilaku para fintech ilegal ini. Kita mau dorong itu masuk proses hukum, kita dorong supaya ada efek jera. Dan masyarakat yang dirugikan lapor polisi.
Tapi di sisi lain kita juga tak memungkiri dan menutup mata adanya nasabah atau debitur nakal.
Nakal bagaimana maksudnya?
Iya, kita menduga ada nasabah nakal ini dari jumlah pinjaman dia pinjam sampai 65 aplikasi. Itu memang sudah mengindikasikan kalau dia tidak mampu bayar. Tapi dia selalu meminjam dari yang lain. Berarti ada suatu kondisi dia tidak mampu bayar itu. Masyarakat yang meminjam itu banyak aplikasi tapi tak mampu bayar. Banyak sekali ini, kita katakan bahwa prinsip fintech lending itu untuk membantu masyarakat mendapatkan dana yang tidak bisa diakses perbankan.
Tapi di sisi lain nasabah-nasabah ini nurut pada aturan yang ada. Jangan pinjam dari fintech yang ilegal, dan juga utang harus dibayar tentunya. Kan kalau utang makin banyak ya kewajiban harus bayar. Nasabah yang ga bayar inilah jadi sasaran pelecehan, teror dan intimidasi yang tidak beretika penagihannya.
Masalahnya ada debitur yang nggak bayar karena ketidakmampuan keuangan tapi tutupi pinjaman itu dari pinjaman lain. Gali lubang tutup lubang diindikasikan seperti itu. Nggak mungkinlah orang pinjam 60 fintech.