Menelusuri Musabab Menjamurnya Rentenir Online

Wawancara Khusus Ketua Satgas Waspada Investasi

Menelusuri Musabab Menjamurnya Rentenir Online

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Rabu, 07 Agu 2019 10:37 WIB
1.

Menelusuri Musabab Menjamurnya Rentenir Online

Menelusuri Musabab Menjamurnya Rentenir Online
Foto: Sylke Febrina Laucereno - detikfinance
Jakarta - Layanan financial technology pinjaman online ilegal atau abal-abal kini masih banyak digunakan oleh masyarakat. Padahal, aplikasi tersebut memiliki banyak ancaman untuk calon peminjam dan orang terdekatnya.

Ketua Satuan Tugas Waspada Investasi, Tongam L Tobing menjelaskan banyak masalah yang muncul jika seseorang menggunakan aplikasi fintech yang tak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ini.

Berikut wawancara detikFinance dengan Tongam soal fintech abal-abal:
Fintech ilegal sepertinya makin lama makin banyak. Kenapa bisa demikian?

Perkembangan fintech ilegal ini kenapa makin marak, kita tutup satu muncul yang baru, ganti nama itu tidak lepas dari tiga hal utama. Pertama dengan kemajuan teknologi informasi saat ini yang memudahkan semua orang untuk membuat situs aplikasi, menawarkan melalui media sosial itu memang sangat tidak bisa dipungkiri. Kita lihat penawaran-penawaran saat ini merambah ke media sosial, sms, Instagram, Whatsapp, Facebook nah ini digunakan oleh orang-orang ini untuk kegiatan fintech lending ilegal ini.

Kalau dulu masih web based dan aplikasi yang ada di playstore. Nah kemudian teknologi informasi ini sudah kita respon bersama Kominfo dan Polri untuk deteksi secara dini aplikasi baru. Sehingga kita blokir melalui kominfo. Bagi kita memang satgas waspada investasi sangat sulit untuk memberantas fintech ilegal ini, kita sudah panggil Google Indonesia untuk membantu satgas mendeteksi secara dini apabila ada orang yang mau membuat aplikasi, web untuk fintech lending agar tidak dibolehkan kalau tidak ada tanda tangan OJK.

Tapi Google sendiri bilang sangat sulit karena mereka dukung inovasi dan open source, siapapun bisa bikin aplikasi dan apapun. Atas dasar itu yang bisa kita lakukan adalah melakukan penanganan secara dini. Jadi begitu muncul kita injak, begitu muncul kita blokir itu yang pertama.

Yang kedua literasi harus ditingkatkan untuk masyarakat jangan pinjam pada fintech ilegal, pinjamlah pada fintech yang terdaftar di OJK, kita edukasi masyarakat. Kemudian dalam edukasi ini kita sampaikan tips kepada masyarakat yang pertama gunakan fintech lending yang terdaftar di OJK, daftarnya ada di website ojk.go.id dan contact center 157, jangan gunakan yang ilegal.

Yang kedua masyarakat hendaknya cerdas meminjam, jadi sesuaikan kemampuan bayar. Artinya kalau kemampuan bayar kita tak mampu lunasi pinjaman jangan pinjam, ini nasehat juga. Jangan melakukan pinjaman baru untuk menutupi pinjaman lama, gali lubang tutup lubang yang kita lihat saat ini cukup banyak.

Yang ketiga memang fintech ilegal ini dalam konteks undang-undang ini belum ada yang atur kalau fintech ilegal adalah tindak pidana. Jadi penyelenggaraan tanpa izin sebagai tindak pidana, masyarakat juga seperti itu. Maka fintech lending ilegal ini belum ada UU yang mengatur, tiga hal ini paling utama sebabkan bahwa fintech lending ilegal masih muncul di lapangan. Tetapi dari sisi fintech ilegal ini meski penanganan sangat sulit bagi kita.

Ada 3 hal yang dilakukan satgas pertama kita umumkan kepada masyarakat, kemudian kedua kita blokir lewat kominfo. Kemudian kita sampaikan informasi kepada bareskrim untuk penanganan diduga tindak pidana di sana. Kondisi-kondisi ini memang kalau dari sisi fintechnya sulit untuk kita pengaruhi.

Yang bisa kita pengaruhi itu adalah dari masyarakatnya. Edukasi ke masyarakat, makanya strategi kita adalah meningkatkan edukasi ke masyarakat, sosialisasi sehingga yang kita respon adalah dari sisi permintaanya. Dengan harapan bahwa makin tinggi literasi masyarakat, semakin tinggi pengetahuannya terhadap pinjaman online dan dia akan beralih ke fintech yang legal. Lambat laun fintech ilegal ini akan berkurang dan bisa tidak beroperasi, jadi ini kita pengaruhi sisi masyarakat kita dari sisi fintechnya sulit jadi dari informasi dan kita pengaruhi dari edukasi.

Caranya?

Kami melakukan edukasi kepada masyarakat, satgas waspada investasi ada program di 6 daerah tahun ini, kami juga punya tim kerja satgas di 40 daerah di Indonesia. Kami juga bekerja sama dengan media massa, media sosial dan jalur-jalur lain. Berbagai macam sarana kita lakukan untuk mencapai akses masyarakat untuk dapat informasi dan bagaimana risiko dari fintech ilegal itu. Ketiga itu adalah kalau meminjam pahami ketentuan, kewajiban, syarat dan risikonya. Supaya masyarakat pahami dulu risikonya, jangan sampai sudah pinjam menyesal.

Kalau muncul diinjak-muncul diinjak, memang setiap hari ada berapa banyak yang muncul?

Ya ada saja yang muncul, ya ada jumlahnya nggak tentu kadang nggak ada juga. Kemungkinan ada dan ini kita rangkum semua data dari Kominfo dan secara proaktif cari datanya. Ya yang blokir inikan kewenangan kominfo atas dasar permintaan satgas waspada investasi yang termasuk anggotanya Kominfo. Dari analisis kami, kami sampaikan permintaan secara reguler. Kewenangan ada di kominfo.

Terakhir ada berapa banyak yang sudah diblokir?

Ada 1.230 yang sudah diblokir

Masih data Bareskrim?

Iya masih, memang banyak sekali. Yang bisa kita lakukan itu tadi, kalau dilihat fintech ilegal ini menyusahkan masyarakat kenapa jadi masalah kenapa, karena penagihan tidak beretika. Kalau kita lihat ciri-ciri fintech ilegal ini dia tidak terdaftar di OJK, kedua dia berikan pinjaman yang sangat mudah tapi risikonya tinggi, bunga, fee, denda tinggi dan tidak terbatas. Contohnya orang pinjam 1 juta yang dikasih hanya Rp 600.000, kan 40% itu. Bunganya bisa 4-7% per hari, denda tak terbatas. Dan hal menarik di situ bahwa fintech ilegal ini selalu meminta akses kontak yang ada di dalam telepon.

Semua yang ilegal cara kerjanya memang seperti itu?

Iya pasti, karena saat kita nggak mengizinkan ya tidak terjadi pinjaman itu. Itu yang harus diperhatikan masyarakat. Jadi jangan sekali-sekali memberikan izin kalau ada permintaan dari fintech untuk mengakses kontak atau data pribadi yang ada di Hp. Lalu nggak ada kontak pengaduannya, jadi kalau masyarakat merasa dirugikan ya lapor ke polisi.

Berbeda dengan fintech yang legal di OJK bahwa fintech legal ini kan identitasnya jelas ya, bentuknya PT atau koperasi jelas, ada alamatnya, kemudian dia juga punya sistem yang terkendali di sana. Bunganya juga ada batasan-batasan ada, penagihan ada batasan.

Kemudian hanya dibolehkan akses tiga hal di Hp, microfon, lokasi dan kamera. Kemudian dia ada saluran pengaduannya di OJK. Yang terjadi saat ini adalah penagihan yang tidak beretika dari fintech ilegal ini, karena masyarakat ini tidak bayar, mereka ditagih dilecehkan diintimidasi, kami tidak pernah mentolerir perilaku para fintech ilegal ini. Kita mau dorong itu masuk proses hukum, kita dorong supaya ada efek jera. Dan masyarakat yang dirugikan lapor polisi.

Tapi di sisi lain kita juga tak memungkiri dan menutup mata adanya nasabah atau debitur nakal.

Nakal bagaimana maksudnya?

Iya, kita menduga ada nasabah nakal ini dari jumlah pinjaman dia pinjam sampai 65 aplikasi. Itu memang sudah mengindikasikan kalau dia tidak mampu bayar. Tapi dia selalu meminjam dari yang lain. Berarti ada suatu kondisi dia tidak mampu bayar itu. Masyarakat yang meminjam itu banyak aplikasi tapi tak mampu bayar. Banyak sekali ini, kita katakan bahwa prinsip fintech lending itu untuk membantu masyarakat mendapatkan dana yang tidak bisa diakses perbankan.

Tapi di sisi lain nasabah-nasabah ini nurut pada aturan yang ada. Jangan pinjam dari fintech yang ilegal, dan juga utang harus dibayar tentunya. Kan kalau utang makin banyak ya kewajiban harus bayar. Nasabah yang ga bayar inilah jadi sasaran pelecehan, teror dan intimidasi yang tidak beretika penagihannya.

Masalahnya ada debitur yang nggak bayar karena ketidakmampuan keuangan tapi tutupi pinjaman itu dari pinjaman lain. Gali lubang tutup lubang diindikasikan seperti itu. Nggak mungkinlah orang pinjam 60 fintech.

Dari laporan paling parah ke satgas itu?

Iya ada 65 itu dia sudah tidak bisa tidur itu dia. Ada yang lapor ke kita lah dia. Tetapi kami dari satgas waspada investasi, memberikan saran ke dia untuk minta restrukturisasi atau penjadwalan kembali utangnya sesuai dengan kemampuan dia ya. Kedua apabila dia sudah dirugikan atas teror intimidasi supaya dilakukan proses hukum sehingga bisa ditindak. Itu yang bisa kita lakukan, kita nggak mungkin bantu dana banyak juga yang minta itu. Karena kondisi sakit, stress gara-gara utangnya banyak di fintech pinjol, dia dipecat. Kitakan memang tidak punya uang untuk melunasi itu, jadi kita sarankan seperti itu.

Jadi masyarakat kita memang harus cerdas meminjam cerdas memilih lembaga, mengelola lembaga dan cerdas mengelola risiko.

Kalau dari fintech ilegal itu mulai mengancam dengan akses kontak dan galeri itu sejak kapan?

Dia langsung, jadi saat satu hari sebelum jatuh tempo dia mulai ancam. Besok jatuh tempo saudara harap bayar, kalau tidak saya akan sebar. Hari H jatuh tempo juga dia akan ancam, ketika tidak bisa negosiasi pembayaran ya dia sebar karena dia pegang data. Dia menghubungi kontak-kontak kalau si ini memiliki utang sekian, menipu kami dan harus bayar, tolong diberitahu ke dia dan ditagih.

Makanya peminjam yang melakukan pinjaman online ilegal, selain dia yang menderita dia juga membuat orang lain menderita. Kalau ada 1000 kontak di hpnya ya 1000 orang itu akan menderita karena dia.

Hati-hati karena kontak kita digunakan mereka juga untuk jual beli data juga sebenarnya, jadi kalau mereka minta izin akses kontak dan diizinkan oleh peminjam itulah mulai penderitaan dia dan kita. Kita nggak tau apa-apa, masyarakat harus sadar. Saat dia pinjam di fintech ilegal dia juga sudah menjerumuskan orang lain dengan utang dia, dengan informasi yang datang ke kita. Risikonya sangat berat bagi orang lain, ada juga yang jadi dipecat kerja, karena pimpinannya dia ada di situ juga, dikirimin tagihan kasar. Dia jadi malu karena ditagih ke tetangga-tetangga.

Mereka ini akses kontak dan galeri itu untuk analisis kredit juga?

Tidak, memang hanya untuk kejahatan. Kalau untuk analisis dia pasti ada yang tidak disetujui, nah ini semuanya disetujui diberikan pinjaman. Saya duga ini data akan dijual diduga ya, pada saat dizinkan dia tarik itu semua, kok bisa tiba-tiba dapat sms dapat penawaran apa-apa. Kan data kita ada di teman kita yang pinjam itu.
Kedua ini modal dia sebagai senjata dalam rangka penagihan kalau masyarakat tidak bayar, suka suka dia dari situ penagihannya. Jangan sekali-kali berikan akses fintech untuk kontak.

Tapi mereka itu tagihnya datang atau lewat telepon aja?

Dari laporan yang masuk, tidak ada yang datang melalui telepon. Ya online semua, karena pinjaman online ya tagihnya online, ancaman online juga. Bikin sakit juga karena diteror terus, orang lain juga diteror terus untuk tagih-tagih, kalau tidak nanti disebarkan foto-foto di galeri diambilin. Sampai seberapa jauh lagi masyarakat ini mau terjerumus, kita sudah banyak pengalaman.

Kalau di korban di Solo itu bagaimana?

Dia juga pinjam di 3 atau 4 aplikasi ilegal. Inikan harusnya jadi pengalaman berharga buat kita, jangan pinjam di ilegal. Sudah banyak, kok masih mau sih pinjam. Kita selalu usaha edukasi masyarakat dan belajar dari pengalaman yang ada. Hindari fintech ilegal, itu aja.

Mereka bilang terdesak pinjam uang, lalu bagaimana?

Nah itu dia, harusnya lagi-lagi pahami risikonya. Kalau mau pinjam ya harus perhatikan juga. Tapi masih banyak yang pinjam ya, padahal dia udah tahu kalau terobos lampu merah itu akan mencelakakan dia dan orang lain, tapi diterobos lagikan lampu merah ternyata ada mobil dari lampu yang hijau dan ditabrak lagi kan. Jangan salahkan rambunya, kok lama sekali hijaunya.

Banyak fintech ilegal yang mencatut dia terdaftar di OJK bagaimana tindakannya?

Untuk masyarakat juga harus waspada, makanya masyarakat lihat daftar di website OJK atau kontak 157. Kalau dia punya hp dia pasti bisa telepon lah ke 157 atau buka website. Jangan dikatakan kami nggak bisa akses, nah aplikasi fintech ilegal itu bisa diakses. Ya usahakan gini aja, berikan waktu sedikit untuk hindari risiko. Periksa informasi di web OJK atau 157. Sudah terlalu banyak pengalaman buruk. Banyak sekali cara yang dilakukan mereka untuk meyakinkan masyarakat supaya percaya dengan aplikasinya, satu-satunya cara masyarakat cek saja. Walaupun mereka mencantumkan logo apa di sana jangan langsung percaya.

Bagaimana cara kerja desk collection?

Mereka intimidasi teror, pelecehan karena nasabah tidak bayar. Jadi cyber tangkap desk collector yang VLOAN waktu itu

Uang mereka dari mana?

Nah ini jadi perhatian kita, kita menduga fintech-fintech ilegal ini dapat aliran dana dari pencucian uang. Makanya kerja fintech lending yang legal yang diatur di OJK itu adalah fintech lending ini ga boleh biayai sendiri dana untuk pinjaman ada lender dan borrowernya.

Tetapi tidak boleh dia biayai sendiri, itu namanya perusahaan pembiayaan itu. Kami dari satgas waspada investasi menduga berasal dari dana yang dicuci, sehingga masyarakat itu jadi korban juga. Kemudian juga masalah yang terjadi adalah hilangnya potensi penerimaan negara karena fintech ilegal itu, karena mereka tidak bayar pajak, tidak urus izin.

Dan juga kita tidak tahu peredaran uang ini sudah berapa? Karena nggak tahu alamatnya, nggak tahu laporannya. Ini penting potensi masyarakat sebesar apa, kalau llegal kita tahu pinjaman itu sudah Rp 40 triliun nasabahnya saat ini sudah ribuan. Nah ilegal ini nggak ada datanya, nggak ada laporannya.

Kalau sampai 65 aplikasi itu dia pinjam nominal sedikit?

Iya sedikit-sedikit dia pinjam. Tapi total tagihannya sampai Rp 70 juta. Nah dia itu pinjam Rp 1 juta yang ditransfer hanya Rp 600.000. Ya itu yang ilegal ini menciptakan masalah jargonnya menyelesaikan masalah dengan memperbesar masalah nah itu. Memperbesar masalah dia. Jadi kita ingin dapatkan bantuan, ternyata di balik itu ya masalah semua. Pasti terjerat, makanya masyarakat kita tolonglah masa nggak tahu ya, apalagi sudah pegang handphone juga.

Kalau server banyak dari mana?

Jadi yang tidak terdeteksi ada 40%, Indonesia, Amerika, China, Singapura dan Malaysia. Server ini juga perlu diselidiki siapa tahu dia sewa cloud di sana tapi orangnya di sini. Ya karena memang teknologi informasi makanya banyak di Amerika. Kenapa banyak di Amerika. Yang bagus itu Korea, saat kita informasikan ada 2 di Korea Selatan servernya, orang kedubesnya datang ke sini, mereka mau cari yang ada di sana.

Mereka cepat tanggap datang ke kami cari informasi di mana itu yang diberitakan, karena mereka merasa malu ada di Korsel yang lakukan kegiatan ilegal di Indonesia. Sangat tanggap, kita juga sangat harapkan kedutaan-kedutaan yang ada di Indonesia yang negaranya terkait server itu ya bisa memerangi sendiri. Seperti Korea lah, dia sudah tidak ada lagi. Mereka langsung hubungi otoritas di Korea untuk cari dua entitas itu. Bisa jadi model juga tuh Korea untuk klarifikasi.

Selain Indonesia ada nggak negara lain yang peredaran fintech ilegalnya banyak?

Di China juga banyak ada ancaman juga, tapi tergantung tindakan dari otoritasnya dan perilaku masyarakatnya. Di banyak negara juga ada masalahnya fintech ilegal ini. Tapi paling masif ya di negara kita, kita masif penawarannya dan masif serangannya. Misalnya kalau 1.230 yang sudah diblokir itu masih berkeliaran, bisa kacau itu. Inikan penipuan.

Yang masif itu di sini ya banyak.

Kira-kira strategi satgas ke depannya bagaimana selain menginjak yang muncul?

Strategi utama kita adalah edukasi, pengaruhi masyarakat meningkatkan literasi. Jadi di tengah biaya dana, SDM kita maksimalkan bantuan dari Pemda, media massa untuk edukasi masyarakat. Keyakinan kami adalah semakin mengetahui fintech ilegal ini semakin banyak masyarakat yang gunakan fintech legal. Maka fintech ilegal ini akan turun karena nggak ada peminatnya dan bisa hilang karena nggak ada lagi yang menggunakan. Memang banyak tantangannya tapi kita tingkatkan literasi, kita tetap blokir tapi porsi edukasi masyarakat ini akan lebih banyak.

Hide Ads