Kalau satu pesawat itu kita butuh kru antara 4-5 set kan, jadi hitung aja itu ada lima pesawat, berarti 20-25 set ya, dari cocpit hingga cabin crew-nya. Rekrutmen masih kami lakukan terus, karena kan perlu proses untuk bisa menyiapkan pilot maupun cabin crew untuk bisa terbang. Tipe rekrutmen itu kan ada dua, ada yang sudah pengalaman traingingnya bisa cepat lah ya, lalu yang kedua yang direkrut fresh graduate istilahnya, artinya trainingmya butuh lebih lama. Misalnya kita punya planning di bulan Desember akan masuk slot 1, tentunya slot ini harus disiapkan 6-9 bulan sebelumnya, dari rekrut sampai trainingnya.
Satu pilot itu maksimal satu hari bisa berapa jam terbang?
Dia 9 jam, sehari maksimal 9 jam, dalam seminggu 30 jam, dalam sebulan 110 jam, dan dalam setahun 1050 jam. Kami memang ketat untuk hal ini.
Kalau lebih bagaimana?
Wah kalau itu bisa kena sanksi dari Kementerian Perhubungan, mereka pun ketat mengawasi jam kerja pilot.
Kalau pesawatnya, sehari berapa jam terbang?
Bebas, kan sehari ada 24 jam, semaksimal mungkin digunakan, tentunya ada spare waktu antara 3 sampai 5 jam untuk maintenance, 3 jam lah minimal, 24 dikurangi 3 ya punya waktu 31 jam. Nah 21 jam ini kan di domestik kan jarang ada rute yang 10 jam-10 jam. Artinya kan, kita harus hitung pada saat ground time dia juga, misal terbang dua jam ground time setengah jam. Semaksimal mungkin aja, yang poenting 24 jam itu ada waktu yang digunakan untuk maintenance. Masalahanya kan, di Indonesia nggak semua bandara buka 24 jam ini juga yang membuat pesawat AirAsia tidak maksimal.
Beberapa bandara juga crowded, misal Bandara Soekarno Hatta, bagaimana cara aturnya?
Di bandara besar pasti crowded ya di Soetta, Ngurah Rai, di HongKong. Tentu kami harapkan tidak mendapatkan jam yang prime yang golden hours lah. Atau kita cari rute yang optimal, kayak Jakarta ke Denpasar kalau balik lagi pas jam baliknya slotnya nggak ada nih, ya jangan ke Jakarta dulu, mungkin kirim ke Singapura dulu atau kemana gitu, atau mungkin Denpasar ke Surabaya dulu. Kami punya tim lah urus hal itu, saya rasa Airline lain juga punya tim bagaiamana untuk siasati keterbatasan slot itu supaya rotasi pesawatnya optimal.
Persaingan di dunia usaha lagi, mungkin untuk AirAsia di negara lain, apakah juga sama persaingannya seperti di Indonesia?
Saya rasa dari sisi persaingan sama-sama aja, masih sama persaingan harga tidak bisa dihindari terus bagaimana menawarkan service sama juga lah ya.
Kalau menghilangkan di OTA misalkan, ada juga?
Ya ada lah pasti lah, meski nggak sama persis tapi sedikit-sedikit ada yang nyeleneh aneh itu juga pasti ada.
Hampir semua negara ada, kalau di Indonesia bagaimana lebih lembut atau agak keras?
Ya ada aja, wah saya kurang paham karena masalah di sana kan saya cuma lihat dari kulitnya dari luar, kalau di Indonesia kan saya pelaku saya lebih bisa paham apa yang terjadi di Indonesia, tapi klau di Malaysia, Filipina, Thailand dan lainnya hanya di kulitnya aja sih. Jadi ya saya nggak bisa berikan jawaban persis perbandingannya kayak apa . Butuh studi khusus kali untuk jawab hal itu.
My point is, hal kayak begitu memang nggak bisa juga dihindari ya, dimana pun pasti ada sih, saya yakin. Balik lagi bagaimana pemerintah regulator institusi berwenang mainkan peranannya untuk kontrol persaingan menjadi sehat gitu kan.
Selain LCC, AirAsia Indonesia ada niat membuka penerbangan di atas kelas LCC?
Nggak kita semuanya LCC, tapi memang ada AirAsia X long haul, itu satu grup. Kalau di Indonesia ini untuk AirAsia X ada, kita berjadwal terbang Bali Mumbai, sempet ke Melbourne ke Sydney. Kalau short haul kan kita pakai Airbus 320, kalau long haul Airbus 330. Cuma untuk di Indonesia kita konsolidasi short haul dulu di bawah 4 jam, ini hanya ada tiga negara AirAsia X long hanya di Malaysia, Thailand, dan Indonesia.
Mau ditingkatkan lagi?
Kita lagi kaji long haul, cuma sekarang memang fokusnya kita short hole, rencananya tiap tahun kita mau tambah pesawat minimal lima untuk long haul. Dua-duanya sebetulnya sama-sama LCC ya, bedanya waktu perjalanannya aja, kalau short haul itu 4 jam penerbangannya, kalau long haul itu bisa 4 sampai 10 jam.
Konsepnya sama-sama low cost carrier, kan LCC itu harga yang diberikan best farenya cuma hanya harga yang membawa anda pergi dari poin A ke poin B. Kalau nggak ada preferance mau duduk di mana ya nggak usah bayar tambahan, nggak ada preferance masalah tambah bagasi nggak perlu bayar lagi, nggak mau makan nggak usah bayar lagi. Konsep low cost carrier kan begitu.
Catatan AirAsia, konsumen penerbangan tanah air itu tren pertumbuhannya seperti apa, apakah setiap tahun catatkan pertumbuhan?
Saya rasa kalau liat data airport Angkasa Pura I Angkasa Pura II, tiap tahun kan muatan jumlah penumpang mengalami peningkatan yang cukup sehat lah, kadang sampai double digit 10%. Tapi kemarin-kemarin ini kan jadi pertanyaan dengan banyaknya harga tiket yang mahal angkanya seperti apa, saya belum lihat nih angka terakhir, pengaruhnya seperti apa.
Tapi kami sendiri memang mendapatkan banyak masukan lah ya. Banyak berkirim surat ke kami itu pemerintah daerah baik pemerintah provinsi maupuin kabupaten mengharapkan kami untuk terbang ke wilayahnya mereka dengan alasan bahwa yang ada sekarang lebih mahal pak, mungkin AirAsia bisa bantu. Tapi kami kan hanya punya pesawat kan 25, nambahnya juga lama, terbatas kan nggak bisa kita penuhi.
Tapi ya salah satu yang kemarin kita penuhi juga kan, kita buka Jakarta-Sorong. Kita buka hub di Lombok juga itu salah satunya request pak Gubernur Nusa Tenggara Barat juga, yang menyampaikan bahwa tolong dibantu menaikkan industri pariwisata di NTB terutama di Lombok. Maka kita buka hub di Lombok, kita terbang ke Perth, ke Bali juga, banyak sih dari pemerintah daerah juga.
Mengenai wacana maskapai asing masuk Indonesia seperti apa tanggapannya, apakah itu akan jadi ancaman untuk AirAsia? Atau justru malah menantang itu masuk agar bisa berkompetisi?
Menantang sih nggak ya, tapi melihat ini sebagai ancaman pun tidak. Kembali saya tekankan, kami senang kompetisi. Saya yakin ini bisa bikin operasi makin excellence konsumen juga makin diuntungkan. Bagaimana tidak, dengan kompetitor baru yang cost structure lebih rendah pasti itu akan jadi cambuk dan tamparan buat kita, 'oh ini aja dia bisa kenapa kita tidak', kita jadi mesti cari tahu kok dia bisa semurah itu kenapa kita tidak, harga murah konsumen juga diuntungkan.
Tapi maskapai asing itu sebetulnya udah ada UU nya ya, UU 1 2009 dimana membatasi kepimilkan asing 49%, sama semuanya. Kayak kita AirAsia Indonesia juga kan kepemilikan asingnya kan 49%, ya kami senang aja kalau memang ada yang baru atau siapapun lah ya nggak harus asing, domestik mau mana aja, itu bikin kompetisi makin sehat.
Sudah dengar ada maskapai asing yang mau masuk?
Dengar banyak yang pengen sih, tapi nggak tahu ya prosesnya udah sampai mana.
Bakal jadi pesaing serius?
Ya biasa aja lah, apa ya saya lihatnya di Asia sendiri kan posisi kami nomor 4 terbesar as a group. Jadi kami tahu lah di regional Asia kayak gini pemainnya siapa aja kami tahu lah, istilahnya kalau mau masuk ke Indonesia dan diizinkan, ya masuk aja. Di negara lain kita sudah pernah bersaing dengan mereka.
Kalau di Indonesia yang asing siapa aja, AirAsia juga?
Kami bukan asing sih sebetulnya, kami nasional cuma memiliki porsinya asing 49%, cuma memang yang seperti kami ya cuma kami sih sekarang. Dulu kan ada Mandala, tapi sekarang sudah tidak beroperasi kan, kalau sekarang sih hanya AirAsia, yang lainnya memang murni nasional. (zlf/zlf)