Pernyataan Lengkap Gapensi soal BUMN Serakah Bikin Vendor Lokal Gigit Jari

Blak-blakan

Pernyataan Lengkap Gapensi soal BUMN Serakah Bikin Vendor Lokal Gigit Jari

Vadhia Lidyana - detikFinance
Jumat, 09 Apr 2021 13:50 WIB
Jakarta -

Belum lama ini, ramai pembahasan vendor lokal 'dizalimi' BUMN di media sosial Twitter. Vendor lokal kerap kali harus menunggu lama untuk memperoleh pembayaran kontrak dari BUMN meskipun pekerjaannya sudah usai.

Ternyata, hal itu sudah menjadi penyakit lama BUMN. Menurut Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Andi Rukman N Karumpa, sudah banyak vendor lokal yang menantikan pembayaran hingga bertahun-tahun ketika terlibat dalam proyek BUMN.

"Jadi pada intinya, tidak ada beban BUMN terhadap vendor atau joint operation, atau subkontrak terhadap pengusaha-pengusaha daerah itu yang tidak dibayarkan. Pasti akan terbayarkan, mau ganti direksi atau apapun pasti akan diselesaikan. Yang menjadi persoalan adalah penyelesaiannya ini yang bertahun-tahun," ungkap Andi kepada tim Blak-blakan detikcom, Kamis (8/4/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lamanya pembayaran itu pun membuat vendor lokal yang awalnya ingin mendapat untuk, justru menjadi buntung. "Jadi teman-teman di daerah ini tidak dapat untung, tapi dapat buntung. Itu saja persoalannya," ujar Andi.

Padahal, ketika mengikuti lelang proyek BUMN, para vendor lokal pun harus bersaing menawarkan jasa yang murah dengan kualitas terbaik. Sayangnya, meski sudah menekan harga dan memberikan kualitas terbaik, pembayaran pun masih molor.

ADVERTISEMENT

"Mereka (BUMN) kan juga mencari harga terendah. Mereka kan sudah banting harga juga ketika tender. Mereka juga pasti mepet, maka mereka mencari harga yang lebih murah, tapi berkualitas. Tapi ketika sudah murah, berkualitas, tetap lambat pembayarannya, tetap dicicil. Itu yang dikeluhkan teman-teman di daerah," katanya.

Selain membahas fenomena vendor lokal 'dizalimi' BUMN, Andi juga membeberkan adanya BUMN yang serakah. Ia juga mengomentari terkait rencana pembangunan ibu kota baru di Kalimantan Timur (Kaltim).Berikut hasil wawancara Tim Blak-blakan detikcom dengan Sekjen Gapensi Andi Rukman N Karumpa:

Halo, selamat sore Bapak Andi Rukman. Apa kabar? Sedang berada di mana saat ini, Pak?

Alhamdulillah, selamat sore, salam sehat. Saya sedang di Bali, membantu Menteri Pariwisata. Satu minggu terakhir saya berbincang dengan teman-teman di Bali, alhamdulillah sudah mulai grafiknya. Mudah-mudahan pariwisata kita di Bali terus tumbuh, karena selama 1 tahun lebih pariwisata mereka terseok-seok.

Apa kontribusi Gapensi terhadap industri pariwisata?

Hampir semua sarana penunjang dari pariwisata yang bangun anggota Gapensi. Mulai dari jalan tol, jembatan, infrastruktur, MCK. Saya di Bali saat ini, memang Pak Sandi mengharapkan teman-teman pengusaha di negeri ini tidak perlu lagi berlibur ke luar, kita berlibur di negeri sendiri, apalagi Bali. Untuk bagaimana menghidupkan lagi destinasi-destinasi yang ada di Indonesia.

Sudah kedua kalinya saya ke sini. Pertama itu 3 minggu yang lalu bersama rombongan Kadin Indonesia bertemu Pak Gubernur Bali. Kami berdiskusi tentang bagaimana memulihkan kembali kondisi Bali, dan tetap dalam protokol kesehatan.

Pak Menteri kalau tidak salah sudah seminggu berkantor di Bali. Kelihatan sekali animo masyarakat (ke Bali) sudah cukup tinggi. Tadi pesawat ke Bali dari pagi sampai sore penuh. Tiga maskapai baik ke Makassar, Sumatera, Kalimantan, dan Bali semuanya penuh.

Gapensi berperan dalam menghidupkan kembali roda perekonomian, termasuk di Bali. Tapi terkait isu yang ramai, Gapensi sibuk membangun proyek untuk pemerintah termasuk BUMN, tapi selesai dibangun, pencairannya tidak ada. Padahal modalnya cepat, tapi pekerjaan sudah selesai, pembayaran lambat. Nah khusus di Bali, bagaimana proyek di sana? Lancarkah pembayarannya?

Kalau di Bali terus terang pekerjaan tol dan segala macam tidak ada keluhan. Karena ini kan dana daerah, wajah Indonesia di luar, jadi kerjanya harus cepat, dan tepat mutu. Saya pikir tidak ada keluhan. Ada mungkin kecil-kecil sajalah.

Terkait permasalahan pembayaran dari BUMN, apakah dari proyek-proyek di luar Bali?

Jadi saya sendiri belum melihat yang lagi ramai di Twitter. Kemarin saya dihubungi detikcom, spontan saja saya menceritakan tanpa melihat perkembangan yang ada. Tetapi ini penyakit yang sudah cukup lama.

Menteri PUPR sudah pernah mengeluarkan Surat Edaran tahun 2018 dan 2019 juga menyentil BUMN-BUMN agar jangan hanya berkolaborasi dengan kontraktor, tapi pembayaran lambat. Apakah edaran Menteri PUPR tidak berpengaruh apa-apa?

Awalnya ini tahun 2018 kami melakukan audiensi dengan Bapak Jusuf Kalla, Pak Wapres kala itu. Kami menyampaikan pertama menyangkut masalah segmentasi. Supaya teman-teman pengusaha daerah, pengusaha nasional itu, setidaknya ada batasan supaya BUMN tidak masuk ke dalam.

Akhirnya pada waktu itu naik Rp 50 miliar, itu untuk pengusaha daerah atau pengusaha nasional, BUMN tidak boleh masuk. Kemudian naik lagi 6 bulan kemudian, kalau tidak salah 2019, Pak Menteri PUPR mengeluarkan surat edaran batasan Rp 100 miliar. Supaya BUMN dan anak-anak serta cucu-cicitnya itu tidak menguasai proyek Rp 100 miliar. Dan itu berlaku efektif. Kami minta kepada anggota Gapensi di seluruh Indonesia, kalau ada yang menemui supaya lapor.

Ada beberapa yang Pak Menteri batalkan. Ada beberapa proyek yang dibatalkan. Kadang-kadang kan di bawah ada yang nakal. Nah lapor Pak Menteri, hari itu langsung diselesaikan.

Misalnya proyek apa saja?

Ada beberapa proyek di kawasan timur, Kalimantan itu dibatalkan. Ada BUMN yang masuk ke proyek yang nilainya Rp 100 miliar ke bawah. Akhirnya dilelang ulang, dan dimenangkan oleh swasta.

Kami juga menyampaikan kepada Pak Menteri bahwa begitu banyak persoalan terutama dari Papua. Ada beberapa teman-teman yang 2-5 tahun pekerjaannya tidak dibayarkan dengan nilai yang signifikan. Lalu kami lapor ke Pak Menteri, beliau langsung menjembatani. Dan alhamdulillah waktu itu juga terproses, dan akhirnya selesai.

Jadi pada intinya, tidak ada beban BUMN terhadap vendor atau joint operation, atau subkontrak terhadap pengusaha-pengusaha daerah itu yang tidak dibayarkan. Pasti akan terbayarkan, mau ganti direksi atau apapun pasti akan diselesaikan. Yang menjadi persoalan adalah penyelesaiannya ini yang bertahun-tahun.

Jadi teman-teman di daerah ini tidak dapat untung, tapi dapat buntung. Itu saja persoalannya. Jadi mohon maaf, kadang-kadang ada BUMN yang mendapatkan proyek cukup besar di daerah itu, daripada investasi alat, apalagi kalau proyeknya tidak multiyears, lebih baik dia memberdayakan pengusaha lokal yang punya kemampuan dan punya alat.

Nah teman-teman pengusaha daerah punya alat, lalu bekerja samalah dengan mereka. Alatnya ada, materialnya ada. Walaupun mereka masih berutang di toko-toko bangunan dan segala macam. Nah terkadang sudah 1 tahun, selesai pekerjaan, masuk ke tahun ke-2 bulan ke-7 sampai ke-10, partner lokalnya tertunda pembayarannya. Karena manajemen BUMN sekarang kan semuanya harus ke pusat. Ada kontrak yang pembayaran yang wewenangnya general manager masing-masing wilayah, sekarang semua posisinya ada di pusat. Nah kalau di pusat juga menahan-nahan, itu yang teman-teman berharap supaya pekerjaannya sesuai dengan progress fisik yang bisa kita hasilkan bulan itu. Jadi kalau kita menagih sekarang, 1-2 bulan ke depan baru dibayar itu normal.

Misalnya dalam proyek pembangunan jalan tol 10 kilometer (Km). Apakah seharusnya setiap Km yang selesai dibayar, atau seperti apa?

Jadi ada 3 tahap, tidak setiap bulan menagih, itu juga repot. Paling tidak kita menagih 2-3 kali. Pertama kondisi fisik 50% kita menagih pembayaran 30% (dari nilai kontrak), kondisi fisik 75% kita menagih pembayaran 50%, lalu kondisi fisik 100% kita menagih lagi 80%, mungkin ada retensinya 20%, itu wajar. Nah kalau itu terjadi, wah itu alhamdulillah.

Nah yang rata-rata dialami teman-teman di bawah ini kan memang ya rata-rata UMKM. Pekerjaan timbunan, pekerjaan drainase, irigasi.

lanjut ke halaman berikutnya

Alasan BUMN itu sendiri apa, kenapa harus berlarut-larut pelunasan itu?

Tahun 2019, periode pertama Pak Jokowi memang getol membangun infrastruktur di seluruh sektor. Ya kita lihat alhamdulillah menurut saya ini prestasi yang perlu dikasih jempol kabinet Pak Jokowi yang lalu, membangun Indonesia dari Sabang sampai ke Merauke. Perbatasan negara kita yang hari ini luar biasa, tidak memalukan lagi. Hari ini luar biasa. Kemudian pelabuhan, tol laut, jalan tol, dan segala macam yang dibangun Pak Jokowi.

Kita semua tahu, bukan rahasia publik lagi bahwa membangun infrastruktur itu dengan pinjaman. Tetapi hasilnya 5-10 tahun mendatang. Kalau infrastrukturnya sudah baik, maka multiplier effect-nya pun pasti baik. Tetapi kalau pengerjaan bertahun-tahun, tidak bisa kita pungkiri bahwa yang mengerjakan adalah BUMN. Pangsa pasarnya memang dia.

Contoh di Papua ribuan Km sudah tersambung. Sumatera, Kalimantan, Jawa, hampir semua dikerjakan oleh BUMN karya. Nah dalam partisipasi BUMN karya yang memang juga harus lelang, itu menggandeng perusahaan-perusahaan daerah.

Dalam 1 proyek itu 5-6 perusahaan daerah digandeng. Ada yang mengurusi batu, timbunan, pekerjaan pelengkap, saluran, banyaklah. Nah subkontrak kecil-kecil ini yang bekerja.

Misalnya ada subkontrak, dikasih pekerjaan oleh BUMN senilai Rp 200 miliar. Tapi karena subkontrak itu juga diteriaki pengusaha kecil di sana, akhirnya dia mengambil anggota-anggotanya. Dibagi pekerjaan itu, ada yang Rp 3 miliar, ada yang Rp 5 miliar untuk mengurusi dump truck, atau pasir, atau batu, segala macam.

Nah pada 1-3 bulan kemudian yang kecil-kecil ini menagih ke subkontrak, ternyata dia tak bisa bayar. Karena belum dibayar juga sama BUMN-nya. Jadi tidak bisa bernapas kita. Akhirnya pengusaha kecil yang ikut ke subkontrak ini teriak karena berutang di luar.

Dampak keterlambatan pembayaran membuat berapa perusahaan bangkrut?

Jadi menurut saya, karena cashflow BUMN yang terus dipacu mengerjakan infrastruktur, menurut saya karena itu. Misalnya, hei Anda BUMN A kerjakan proyek ini, BUMN B kerjakan proyek pasar ini, BUMN C kerjakan proyek kantor perwakilan atau jalan provinsi. Kamu kerja ini, ini, ini. Pada saat mereka kerja, anggarannya tidak ada.

Contoh sekarang ini. Rata-rata proyek yang masih dikerjakan sekarang itu kan carry over, pekerjaan tahun kemarin. Dan karena COVID-19 akhirnya dilakukan refocusing semua anggarannya. Otomatis BUMN-BUMN kita ini kan menjerit karena tidak dibayar. Jadi bagaimana dia mau membayar ke vendor kalau mereka sendiri tidak dibayar pemerintah.

Apakah semua ini merupakan korban ambisi untuk pembangunan infrastruktur? Karena tidak dihitung dengan cermat, jadi bangun-bangun-bangun saja tapi tidak melihat kondisi perusahaan yang ditunjuk?

Pertama memang perencanaan. Tapi menurut saya, ini kan semua ini musibah, force majeure yang tidak terduga. Saya tidak ingin mengatakan pemerintah tidak punya master plan yang bagus, tidak punya perencanaan yang baik. Karena maksud saya kita menikmati infrastruktur yang ada saat ini. Ini pencapaian yang luar biasa. Tinggal bagaimana jalan tol yang dibangun itu menjadi multiplier effect bagi masyarakat sekitarnya.

Contoh Papua, dari Jayapura sampai Wamena, Merauke, sudah tembus semua. Sekarang pertanyaannya, siapa yang menikmati infrastruktur itu? Kalau ingin membuat orang-orang Papua menjadi tuan di negeri sendiri, maka hidupkan sentra-sentra ekonomi di sekitar infrastruktur yang sudah dibangun itu. Di sana harga jual sudah turun, harga minyak sudah turun. Tetapi bagaimana mengembangkan masyarakat kita di situ.

Contoh, sektor pertanian di sepanjang jalan tol baru, kita harus menghidupkan sentra-sentra ekonomi supaya punya nilai tambah. Kalau tidak, ya mubadzir, bikin jalan nggak dimanfaatkan karena tidak tumbuh sentra-sentra ekonomi di antara infrastruktur yang harganya triliunan itu.

Berbagai pembangunan infrastruktur, terutama jalan tol itu setelah dibangun, beberapa waktu kemudian dijual atau disewakan, atau dikelola oleh asing yang lebih profesional, sehingga kita ada pemasukan. Ketika itu tidak terjadi, akhirnya mengganggu arus kas BUMN yang dituntut untuk membangun infrastruktur lain?

Semangat bangsa memang di situ sebenarnya. Tetapi pertanyaan yang besar adalah siapa yang akan mengelola perusahaan itu kalau merugi? Siapa yang mau? Baik dari China, dari mana pun, siapa yang mau?

Makanya lifestyle negara kita ini harus kita ubah menjadi lifestyle komoditas. Dengan infrastruktur yang sudah kita bangun ini, kemudian kita bangun coklat, jagung, kopi, semuanya bangun. Maka semua negara akan berbondong-bondong ke sini.

Kita sudah punya nikel, batubara, segala macam. Kita bikin apa saja. Maka negara lain pasti akan masuk mengelola pelabuhan kita, Bandara. Tetapi kalau sentra-sentra ekonomi di daerah itu mati, siapa yang akan mengelola? Siapa yang akan menggunakan tol itu?

Bayangkan Jalan Tol Trans Jawa. Dari Jawa Barat ke Jawa Tengah, kalau dibangun sentra-sentra ekonominya, itu tidak akan putus. Kan juga ada Pelabuhan Patimban, supaya peti kemas itu tidak menumpuk di Jakarta. Nah itulah tahap kedua yang harus kita kembangkan, itu pertanian kita. Masa kita negara besar, semuanya impor, bawang saja impor.

Terkait pembangunan food estate di Kalimantan, apakah Gapensi terlibat?

Ya sebagian (pembayaran) yang macet-macet itu kan ada juga dari situ. Kan kalau Papua sudah clear, jembatan sudah terbangun, tinggal bagaimana kita bangunkan raksasa yang sedang tidur. Kita bangkitkan potensi alamnya supaya provinsi itu tumbuh jadi baik.

Kemudian ke Kalimantan, pemerintah punya bayangan ini akan menjadi lumbung untuk kita. Nah, siapa yang membangun? Pasti BUMN. Membangun bendungan itu angkanya tidak ada yang di bawah Rp 300 miliar. Membangun bendungan itu pasti Rp 500 miliar sampai ke atas. Dan BUMN nggak mungkin kerja sendiri. Pasti melibatkan pengusaha lokal. Ini kan proyek nggak dibagi-bagi, kompetitif. Sudah kompetitif, harganya mepet. Kalau JO sih masih nyaman, hampir nggak ada persoalan. Kalau JO kan sama-sama punya hak. Kita juga terima dari pemerintah, kita sama-sama dapat. Yang menjadi persoalan kalau pemerintah nggak bayar kita, dua-dua kita nggak dapat.

Tapi yang tadi pengusaha lokal itu, dengan angka yang menurut saya sudah tertekan. Pasti kan manajer daerah BUMN itu ingin efisien, pasti maunya mencari harga yang oke untuk vendor. Contoh saja BUMN butuh batu. Proyek saya di Manado, itu Ketua Gapensi dan teman-teman mengirim saya. Nah saya itu punya batu, bisa dipakai di sana, tolong fasilitasi saya untuk ke situ. Tetapi mereka kan juga mencari harga terendah. Mereka kan sudah banting harga juga ketika tender. Mereka juga pasti mepet, maka mereka mencari harga yang lebih murah, tapi berkualitas. Tapi ketika sudah murah, berkualitas, tetap lambat pembayarannya, tetap dicicil. Itu yang dikeluhkan teman-teman di daerah.

Apakah semua kondisi BUMN sama seperti itu?

Ada 1-2 BUMN yang arus kasnya masih baik. Ada juga beberapa BUMN yang serakah. Sudah arus kas tidak bagus, caplok kiri-kanan, banting harga, ya kondisinya seperti itu.

Apakah kondisi ini sudah kembali dibicarakan dengan Menteri PUPR atau Menteri BUMN untuk mendapatkan solusinya?

Kemarin memang saya ditanya, jujur saya spontan saja. Saya tidak melihat fenomena yang beredar di Twitter. Kemarin saya ditanya, ya saya jawab spontan saja, pasti ini penyakit yang lama.

Insyaallah dalam waktu dekat, mungkin lewat online, kita akan coba ketemu Pak Erick, beliau ini sahabat saya. Dan pasti kalau dia tahu, dijewer sampai ke bawah.

Menurut saya ini kan kasus bukan pada saat Erick ya. Ini sudah penyakit lama yang sudah diamputasi oleh Pak Basuki. Tapi yang kita kesalnya di masa pandemi COVID-19 saat ini, di mana kondisi sedang susah, teman-teman di daerah susah, masih tega-teganya mereka terlambat dibayar. Bahkan pekerjaan yang terlambat dibayar bukan persoalan sekarang, mungkin saja 2-3 tahun yang lalu. Di masa COVID-19 mereka butuh penghidupan, tetapi di masa COVID-19 ini mereka juga nggak dibayar. Kenapa nggak dibayar? Bisa jadi BUMN-nya juga sedang mengalami proyeknya dilakukan refocusing, atau belum ada anggarannya.

lanjut ke halaman berikutnya

Terkait pra-desain Istana Negara. Dari Gapensi bagaimana melihat wacana pembangunan ibu kota negara di Kalimantan Timur itu? Jika nanti BUMN diikuti dalam pembangunannya, begitu juga kontraktor lokal, bagaimana caranya agar kasus terlambat membayar itu tidak terulang?

Pertama, isu untuk rencana membangun suatu Ibu Kota Negara (IKN) baru dengan teknologi yang luar biasa, Gapensi pertama memberikan apresiasi. Tapi kita harus memahami dulu, bukan IKN dipindahkan ke sana, tetap di Jakarta dong. Tetapi membangun sebuah negara dengan tekonologi yang luar biasa. Itu tentunya membutuhkan tenaga kerja yang luar biasa, membutuhkan teknologi yang luar biasa.

Anda bayangkan, itu membutuhkan alat yang bisa mengebor Kalimantan. Dia punya rencana kabel tidak lagi di atas, tapi di bawah. Dia punya saluran, gorong-gorong untuk dump truk bisa lewat, dia punya listrik, Telkom, PDAM masuk, ditata dengan sedemikian rupa. Menurut saya ini luar biasa.

Saya sudah melihat itu di Papua. Karena di Kuala Kencana Timika persis seperti itu. Anda masuk di hutan itu luar biasa desain kotanya. Saya pikir ini hal yang sangat baik. Kami dari Gapensi mengapresiasi itu. Tapi perlu perhitungan cermat terkait kondisi keuangan negara kita.

Tetapi harus dibuat memang, harus dimulai agar menjadi percontohan supaya Kalimantan bisa tumbuh. Jangan sampai Kalimantan yang kaya raya dengan alamnya itu tidak merasakan apa-apa. Jangan sampai dia tidur di atas emas, tapi berdiri di atas duri. Jadi kalau kekayaan alamnya melimpah, tapi dia masih mati lampu, banjir. Jadi memang butuh perencanaan kota yang luar biasa.

Kami mengapresiasi dan menyambut baik. Sejak dulu kami mengatakan, jika IKN dibangun agar benar-benar melibatkan pengusaha-pengusaha lokal yang ada di sini. Tapi sekali lagi, pekerjaan ini kan membutuhkan peralatan yang luar biasa.

Tadi disebutkan kecanggihan Kuala Kencana di Timika. Apalah kecanggihan kota itu dibangun oleh kita, dengan alat-alat dari kita, atau dibangun oleh asing?

Saya mencontohkan bahwa pembangunan di Timika itu ketika zaman Pak Soeharto, 30 tahun yang lalu itu luar biasa. Masuk ke Kuala Kencana, perkotaan ditata sedemikian rupa, hutan tidak dirusak, tidak ada kabel listrik yang terlihat semua ditanam, tidak banjir, tidak ada genangan air. Menurut saya ini perencanaan luar biasa. Tapi, sayangnya yang bukan kita yang mengerjakan, terus terang saja Amerika yang mengerjakan.

Ini menurut saya Pak Soeharto memberikan contoh kepada kita, bagaimana cara membangun kota. Pertanyaan saya, selama 30 tahun berganti-ganti presiden ini, sudah beberapa kali berganti presiden. Kita ini asik saja membangun infrastrukturnya, tetapi tidak membangun industrinya.

Bayangkan 30 tahun. Ini loh tak bangunkan Kuala Kencana, supaya kalian bisa lihat bagaimana membangun kota ini. Nah itu menjadi contoh. Anda kalau ke luar Kuala Kencana, masuk Kabupaten Mimika, ya allah, jomplangnya seperti apa, dalam 1 kabupaten, lho ini. Seharusnya itu menjadi contoh.

Rumah sakit (RS)-nya luar biasa, pasarnya, malnya luar biasa. Penataan kota sekecil itu kalau dijadikan contoh ke seluruh negara kita, wah luar biasa.

Kita asik membangun jalan ini, jembatan ini, dan sebagainya. Tapi kita lupa, kita masih semua butuh, materialnya pun butuh. Yang jahatnya, tapi sekarang lagi gencar-gencarnya TKDN kita.

Ada pengusaha-pengusaha nakal yang membawa materialnya dari luar. Kita punya Krakatau Steel, kita punya Gunung Garuda, kita punya perusahaan-perusahaan besar pabrik baja. Tetapi nggak dipakai, yang dipakai itu adalah barang impor.

Ini penyebabnya banyak faktor. Kalau kebutuhannya kecil, tentu biaya produksinya lebih mahal. Kalau dari awal saja dibuka, di tahun 2001-2004 rencana pembangunan nasional akan membangun ini, membutuhkan pipa sebanyak ini, maka ini menjadi kompetisi. Semua kompetitor menyiapkan itu, menyiapkan industrinya untuk kebutuhan semen, baja, logam, membuat roadmap lah. Semua rantai pasok disiapkan. Maka, industrinya akan tumbuh. Negara wajib hadir. Jangan hanya berteriak meningkatkan TKDN, tapi tidak dibangun industrinya. Datangkan produk dari luar, ditempel label yang menyatakan bahwa ini produk dalam negeri ber-SNI.

Nah, sekarang Pak Menteri PUPR sedang membongkar ini. Kalau bukan produksi dalam negeri, bongkar. Contoh pertanian, segala macam. Bikinlah spesifikasi, jangan spesifikasi yang membutuhkan material dari luar, bikinlah spesifikasi yang materialnya dari dalam. Karena begitu banyak industri yang mati, 2 pabrik saya tutup karena nggak ada makanan. Kita juga banyak mengerjakan Bandara di Indonesia ini, ada sebagian belum terbayar.

Jadi menurut saya infrastruktur ini sudah baik, maka industrinya yang harus kita tumbuhkan. Ini perlu rantai pasok.

Kami dari Gapensi melakukan roadshow ke seluruh Indonesia tahun lalu. Tapi karena COVID-19 kita berhenti di provinsi yang ke-7 dalam rangka meningkatkan TKDN ini. Kemudian menggandeng pelaku-pelaku industri yang bermain di rantai pasok.

Contoh, KS menemani kita, Gunung Garuda, Bosowa, Semen Indonesia, dan sebagainya itu ikut bersama kita agar bagaimana TKDN itu lebih baik. Terutama nanti menghadapi Kalimantan. Semuanya kalau bisa kita ambil, kita kumpulkan semuanya material lokal di Kalimantan. Kecuali kalau ada pekerjaan konstruksi yang membutuhkan material luar, seperti bantalan kereta api, itu nggak bisa, mesti produksi dari luar. Tapi kalau namanya tiang-tiang yang dibikin PLN dengan daya 35.00 megawatt, ya ngapain impor? Kan bisa dibuat di dalam negeri. Tapi karena waktu, dari bikin pabriknya perlu waktu yang lama, pekerjaan kontrak kita terburu-buru, ya nggak ada cara lain teman-teman ambil impor, dan harganya pasti lebih murah.

Tapi kalau kita punya persiapan dulu, disiapkan pangsa pasarnya, pasti kita akan berkompetisi.

Untuk pembangunan IKN, persiapan kita berapa persen untuk bisa memenuhi kebutuhan dari dalam negeri?

(Separuhnya) bisa dong. Dan di Kalimantan kan memang sebagian besar bergantung pada daerah penopang seperti Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Surabaya. Material rantai pasok itu datang dari luar, terutama pasir dan batu, serta split. Dan split itu bisa ribuan yang dibutuhkan, pasti ini datangnya dari batu. Jadi teman-teman stone grasser yang ada di Palu, bisnis batu pecah ini saya pikir jadi peluang yang luar biasa, termasuk dari Makassar dan Kendari. Ini yang ingin kami desain, ada suatu pengelolaan yang baik Kita main di rantai pasoknya.

Boleh Gapensi yang mengerjakan, boleh pihak lain. Tapi seluruh kebutuhan rantai pasok, itu dipasok oleh teman-teman Gapensi. Anda butuh batu, semen, alat berat, dan sebagainya ada di kita, tentunya tenaga kita tersertifikasi dengan baik. Maka kita ingin berperan di situ. Kalau peralatan nanti negara akan datangkan dengan peralatan yang dimiliki. Tapi komponen yang lain, menurut saya tidak ada kata lain selain menggunakan produksi dalam negeri secara besar.

Pada saat pembangunan IKN baru, pemerintah harusnya sudah buka. Proyek ini dibangun dari tahun sekian sampai tahun ketiga. Kebutuhan yang dibutuhkan adalah bla-bla-bla. Terutama aspal beton perlu kita angkat, ini produk dalam negeri. Aspal beton akan membutuhkan sekian, batu split sekian, pipa pancang sekian, dump truck sekian, alat berat sekian. Maka teman-teman yang ada dalam satu wadah itu, menyiapkan itu. Terutama teman-teman industri yang ada di daerah sekeliling itu disiapkan.

Kalau ini jalan, multiplier effect ke pengusaha lokal ini sangat baik. Tapi lagi-lagi kami berharap siapapun partner BUMN yang terlibat supaya memperhatikan pembayaran ke teman-teman pengusaha agar tidak terlambat bayarnya.


Hide Ads